Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Semua agama itu sejati

Nathan der weise, karya gotthold lessing terbit th 1779, ditolak keras publik jerman yang protestan. lessing mengisahkan tentang agama yudaisme, nasrani dan muslim. menurutnya semua agama itu sejati.

6 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADALAH seorang Yahudi bernama Nathan. Dia hidup di Yerusalem di zaman Saladin jadi gubernur, tatkala "Perang Salib" berada di gelombang ke-4. Istri dan ketujuh anak Nathan dibunuh oleh pasukan Nasrani yang tengah frustrasi di tengah perang yang tak jelas menang-kalahnya itu. Tapi ketika seorang pendeta datang kepada Yahudi itu, Nathan tak bisa menolaknya. Sebab pendeta itu membawa seorang bayi perempuan. Ibunya baru saja meninggal, bapaknya lebih dulu tewas dalam pertempuran. Kepada Nathanlah yatim piatu itu diserahkan, karena si ayah, dulu, telah menyelamatkan jiwa Nathan berkali-kali. Nathan menerima tugas itu dengan senang hati. Yang jadi soal ialah: bayi itu bayi keluarga Kristen. Tapi Nathan seorang yang telah mengalami banyak penderitaan, dan penderitaan, pada dia, mengajarkan kebijaksanaan. Setelah dia namakan bayi perempuan itu Recha, ia putuskan ia hanya mengajarkan kepadanya akidah keagamaan yang dapat dlsetuui bersama oleh orang Yahudi, Nasrani dan orang Muslim. 18 tahun kemudian, syahdan, tatkala Nathan sedang bepergian, rumahnya terbakar. Untunglah seorang kesatria, yang bergabung bersama pasukan Kristen di Yerusalem, datang menolong. Ia menyelamatkan Recha, lalu menghilang, bagaikan malaikat. Ketika Nathan pulang dan mendengar kisah penyelamatan itu, dia pun pergi mencari. Dia ingin ucapkan terima kasih kepada sang penyelamat putri angkatnya. Sang kesatria itu pun berkunjung. Dan dia melihat Recha. Dan Recha melihat dia. Keduanya saling jatuh cinta. Tapi sang kesatria kemudian tahu, bahwa Recha sebenarnya bukan gadis Yahudi, melainkan Nasrani. Sebagai kesatria dia terikat sumpah: dia harus melaporkan perkara ini kepada Patriakh Kristen di Yerusalem. Hanya cintanya yang menyebabkan dia mengisahkan persoalan itu sebagai suatu kasus--tanpa menyebut nama-nama. Toh sang Patriakh tahu, bahwa yang dimaksud adalah Nathan. Dalam pandangannya Nathan harus dihukum mati. Nathan tidak kabur, tapi dalam cerita ia tertolong oleh hal lain. Saladin, gubernur Yerusalem, seorang penguasa Muslim yang termasyhur berbudi, meminta Nathan untuk menghadap. Sang gubernur memerlukan saudagar Yahudi itu untuk membicarakan utang-piutang. Tapi dalam pertemuan itu, mendengar tamunya seorang yang bijaksana Saladin juga bertanya, apa agama yang terbaik bagi Nathan. Nathan tak menjawabnya langsung. Ia berkisah tentang seorang ayah, yang mencintai ketiga putranya, yang memberi masing-masing mereka sebentuk cincin yang sama dan sebangun. Soal timbul ketika sang ayah wafat. Ketiga anak itu bertikai tentang mana di antara ketiga cincin itu yang asli--dan perkara ini tak kunjung terselesaikan. Bagi Nathan, itulah ibarat. Ada cincin Yudaisme, ada cincin Nasrani dan ada cincin Islam. Manakah yang sejati? Cincin yang sejati akan membuat orang yang memakainya penuh kebajikan, padahal--dalam cerita tentang tiga anak tadi--tak seorang pun dari mereka yang berbudi lebih luhur ketimbang orang lain. Atau, kata Nathan, tiap bentuk cincin adalah sejati, sepanjang ia membuat orang yang memakainya punya kemuliaan hati. Saladin senang mendengar amsal itu. Lalu kisah ini pun berakhir bahagia. Recha dan kesatrianya tak jadi bisa menikah. Sebuah dokumen ternyata menunjukkan, bahwa mereka sebenarnya kakak-beradik. Tapi sebagai saudara mereka tetap bisa saling mencinta--di bawah restu Nathan yang Yahudi dan Saladin yang Muslim . . . Sudah tentu, cerita tadi bukanlah cerita sejarah. Dia hanya lakon karya Gotthold Lessing, Natban der Weise, yang diterbitkan di tahun 1779--dan ditolak keras oleh publik Jerman yang Protestan. Tapi itulah Lessing. Ia lebih menyukai pencarian kebenaran yang tak putus-putusnya, dengan risiko salah. Ia tak inginkan "kebenaran murni" yang begitu saja disodorkan. Ketika Lessing mati, sebuah majalah theologi pun menulis bahwa Setan menggendong rohnya ke neraka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus