Amrih Widodo *)
Dosen Fakultas Kajian Asia Universitas Nasional Australia
Merdeka,
Bung pasti sedang berbahagia sesudah mendengar kabar bahwa putri Bung, Megawati, akhirnya diangkat sebagai presiden kelima oleh MPR, tiga pekan lalu, menggeser putra teman Bung, Abdurrahman Wahid. Terasa enggak, Bung, kalau naiknya putri Bung ini bisa sedikit mengobati kekecewaan Bung yang gagal menjadi presiden seumur hidup dulu? Selamat, Bung!
Apakah Bung sudah bertemu dengan putri Bung untuk berbagi pengalaman menjadi presiden pada saat negara sedang gonjang-ganjing? Kayaknya, lemahnya posisi politik Mbak Mega saat ini mirip dengan waktu Bung menjadi presiden pada awal kemerdekaan. Mungkin Bung perlu mengingatkan Mbak Mega supaya lebih waspada.
Dalam bukunya, Sukarno: A Political Biography, John Legge menggambarkan pada awalnya Bung "hanya kepala negara simbolis." Namun, John Legge juga mengungkapkan, walaupun Bung digoyang habis-habisan oleh lawan-lawan politik Bung, sementara Bung belum terampil menjalankan roda pemerintahan, posisi Bung terselamatkan oleh besarnya wibawa Bung. Dengan wibawa tersebut, fungsi Bung sebagai pemersatu dan penengah tak tergantikan oleh siapa pun, terutama ketika keadaan sedang gawat-gawatnya. Apakah menurut Bung, putri Bung memiliki wibawa dan mampu menjadi pemersatu dan penengah yang adil, mengatasi kepentingan partai?
Bung yang berkarisma,
Angus McIntyre bilang bahwa yang dibutuhkan Indonesia dalam situasi gonjang-ganjing saat ini adalah kepemimpinan jalan tengah, yaitu kepemimpinan yang bisa merangkul keberagaman, toleran terhadap perbedaan, dan menemukan kesamaan di mana-mana. Seorang pemimpin jalan tengah merasa dirinya bisa menyatu di mana pun dia berada dan selalu berupaya menggalang kebersamaan lewat negosiasi dan kompromi. Sementara McIntyre menjadikan Bung dan Gus Dur sebagai contoh jenis kepemimpinan semacam ini, beberapa pengamat terus menuntut bukti kesediaan dan kecakapan negosiasi dan kompromi putri Bung. Tuntutan ini esensial, dengan asumsi bahwa Indonesia saat ini memang memerlukan kepemimpinan jalan tengah, karena Gus Dur dan Bung sendiri dianggap telah gagal, kan? Menurut Bung, Indonesia perlu pemimpin yang kuat atau yang jenis jalan tengah? Putri Bung termasuk jenis yang mana?
Bung yang kondang,
Bung telah terbukti sukses memainkan peran sebagai mambang, menghantui rezim Soeharto. Bung pasti merasa, walaupun Soeharto masih menunjukkan hormatnya kepada Bung, dengan sistematis dia berusaha mengontrol pengaruh Bung terhadap rakyat Indonesia. Anak-anak sekolah dicekoki sejarah versi Order Baru: Soeharto dinobatkan sebagai penyelamat bangsa Indonesia dari pemerintahan Bung yang dianggap mengabaikan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Tiap tahun mereka diharuskan menonton film tentang "pengkhianatan" PKI dan bagaimana Bung terlibat di dalamnya. Ini semua merupakan pembunuhan politik pribadi Bung, penggerogotan nama baik Bung sebagai tokoh penting sejarah Indonesia. Yang tak kalah pentingnya dari operasi ini adalah konstruksi komunisme sebagai evil other, tempat Bung mesti diingat sebagai bagiannya. Untung, ingatan dan kenyataan berbicara lain. Sebagian disebabkan oleh hantaman budaya massa, negara makin niscaya untuk menjadi penguasa utama ingatan rakyatnya.
Soal media ini, barangkali Bung perlu berterima kasih kepada Soeharto karena sudah meluncurkan satelit Palapa sehingga rakyat Indonesia bisa menikmati televisi. Berita-sebagai-ritus dan sinetron yang disiarkan tiap hari ternyata telah berfungsi sebagai peristiwa-media yang merupakan sarana terbentuknya komunitas dan kesatuan ruang, arena penyebaran nasionalisme, yang Bung bentuk bersama teman-teman Bung pada awal abad lalu. Ternyata, sinetron tersebut berperan sebagai kacamata untuk memahami politik Indonesia yang terlihat sebagai persaingan antara keluarga Bung dan keluarga Soeharto. Pemahaman politik semacam inilah yang berjasa memberikan 37 persen kursi DPR kepada putri Bung.
Selain itu, karena bosan dengan P4 dan indoktrinasi lainnya, para remaja menjadikan Bung dan komunisme sebagai simbol perlawanan. Sekarang ini, menjadi kiri itu seksi. Kampanye membawa gambar Bung itu trendi. Bahkan, Ketua PRD Budiman Sudjatmiko pun sudah menjadi selebriti.
Masalahnya, Bung, kebanyakan mereka tidak tahu siapa Bung. Mereka tidak mempelajari sejarah politik Bung, Marhaenisme, apalagi nasionalisme Bung yang antikolonialis, antikapitalis, dan antielitis. Bung terutama dikenal sebagai ikon budaya, perwujudan gabungan antara jimat sakti dan komoditi pujaan. Memakai kaus atau ikat kepala bergambar Bung dan Mbak Mega mampu meng-gelembungkan kebanggaan mereka untuk sementara keluar dari pragmatisme Orba, merasa diri sepenuhnya Indonesia, dan dihubungkan secara magis dengan Bung melalui Mbak Mega; Mbak Mega yang mereka kenal telah dianiaya oleh rezim Orba dan perlu dukungan mereka.
Menurut Bung, Mbak Mega mewarisi nasionalisme Bung, enggak? Sejauh ini, yang gencar menentang kapitalisme dan elitisme adalah PRD. Budiman bukan anak Bung, kan?
Bung yang bijaksana,
Jangan marah ya Bung kalau saya tanya soal konflik antara Mbak Mega dan Mbak Rachma soal warisan ajaran Bung. Mbak Rachma bilang bahwa dialah pemilik ajaran Bung yang asli. Dia menyatakan bahwa PDI-P telah mengabaikan ajaran Bung, jadi enggak berhak memakai nama Bung untuk mencari pendukung. Sebaliknya, pen-dukung Mbak Mega percaya, ahli waris karisma Bung adalah Mbak Mega. Yang telah terbukti kemampuannya memobilisasi massa dan menderita akibat aniaya Orba adalah Mbak Mega, bukan orang lain.
Bung setuju dengan yang mana? Apakah Bung merasa PDI-P mewarisi ajaran Bung? Lebih jauh lagi, apakah Bung percaya bahwa ajaran Bung mesti diperlakukan sebagai warisan?
Pertanyaan terakhir, Bung: apakah sudah saatnya Indonesia kembali ke zaman ideologi? Menurut Bung, Marhaenisme dan na-sionalisme Bung ini cocok enggak dengan Indonesia abad ke-21, tempat pasar bebas, demokrasi liberal, dan pluralisme dianggap mempunyai nilai absolut?
Cukup sekian dulu, ya, Bung. Saya tunggu balasannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini