Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kolom laksamana sukardi: cara mempercayai bank?

13 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada perasaan yang mengganjal sewaktu membaca Kolom "Cara Mempercayai Bank", yang ditulis oleh Laksamana Sukardi (TEMPO, 1 Juni 1991). Dalam tulisan itu, Laksamana Sukardi menyimpulkan pandangannya bahwa masyarakat dapat menilai tingkat risiko dan kepercayaan setiap bank dengan "melihat tinggi rendahnya suku bunga deposito yang ditawarkan". Pengertian ini perlu dimasyarakatkan agar perbankan berlomba-lomba membuktikan diri sebagai bank terpercaya dengan berlomba-lomba menurunkan suku bunga deposito. Saya sependapat dengan Laksamana, bahwa sesuai dengan prinsip Risk and Return semakin tinggi tingkat risiko semakin tinggi pula return yang dituntut oleh investor, dalam pengertian return merupakan fungsi dari tingkat risiko, bukan sebaliknya return akan menentukan tingkat risiko. Dengan demikian, menurunkan tingkat bunga deposito tidak otomatis menurunkan tingkat risiko. Justru sebaliknya, risiko deposan cenderung bertambah karena return yang diterima tidak sepadan dengan risiko yang dihadapi. Bank mana sih ang tidak ingin tingkat bunga depositonya dapat ditekan serendah-rendahnya? Karena itu, memasyarakatkan pengertian bahwa menilai tingkat risiko suatu bank cukup dengan hanya melihat tingkat deposito yang ditawarkan adalah cenderung hanya menguntungkan bank. Bahkan, saya khawatir, dapat menyesatkan masyarakat. Saat ini, tampaknya, pertimbangan sebagian besar masyarakat kita dalam menempatkan dananya pada suatu bank masih belum didasarkan pada kesadaran atau pemahaman mengenai faktor tingkat risiko. Bahkan, banyak yang mendasarkan pertimbangan pada faktor besarnya hadiah yang ditawarkan. Terlepas dari kondisi tersebut, jelas terlihat bahwa penggunaan jasa perbankan telah semakin memasyarakat sejak deregulasi perbankan, sehingga perkembangan yang positif ini jangan sampai dikacaukan oleh penyebarluasan pengertian, yang bahkan dapat menjadi bumerang bagi pertumbuhan perbankan sendiri. Memang sulit untuk mengukur tingkat risiko suatu bank bagi masyarakat, karena kurang tersedianya informasi yang mencukupi. Bahkan, laporan keuangan yang diaudit yang dengan "unqualified opinion" pun terbukti dari beberapa kasus ternyata dapat saja tidak mencerminkan kondisi finansial yang sesungguhnya. Karena itu, masyarakat sebaiknya dibantu menilai tingkat risiko suatu bank berdasarkan kenyataan yang ada selama kurun waktu yang cukup panjang: mengenai performance finansialnya, konsistensinya, konservativisme dari manajemennya, dan lain-lain. Dari sini akan terlihat gambaran yang lebih jelas mengenai kemampuan suatu bank untuk memenuhi seluruh kewajibannya (jangka pendek maupun panjang), termasuk simpanan dana. Jadi, bukan hanya dari momen jangka pendek, tinggi rendahnya tingkat deposito, atau besar kecilnya aset. Berkaitan dengan besar kecilnya bank sebagai ukuran penilaian risiko suatu bank, saya juga kurang sependapat dengan Laksamana, yang menyamakan tingkat risiko antara bank pemerintah dan beberapa bank swasta besar (tidak ada keunggulan komparatif dari bank pemerintah terhadap swasta). Ada beberapa kenyataan yang membuktikan pandangan tersebut kurang tepat. Pertama, ternyata berbeda dengan persepsi yang ada di kalangan masyarakat bahwa bank pemerintah kurang dikelola secara efisien. Salah satu tulisan dalam majalah ini (TEMPO, 1 Juni 1991, Ekbis), menunjukkan bahwa beberapa bank pemerintah terbukti mempunyai kemampuan finansial dan manajemen yang solid sehingga memperoleh rating AA dan A, suatu tingkat kemampuan finansial yang saat ini masih belum dapat dicapai bank-bank swasta kita. Kedua, perbedaan tingkat risiko antara bank pemerintah dan swasta rasanya juga jelas tercermin dari adanya perbedaan perlakuan terhadap keduanya dari investor/bank luar negeri, yang notabene tentunya cukup profesional menilai risiko. Ketiga, berbeda dengan bank pemerintah yang seluruh kewajibannya dijamin oleh pemerintah. Pada bank swasta, bila terjadi suatu kondisi yang memaksa pemerintah melakukan tindakan penyelamatan, ada faktor pembatas yang mengakibatkan deposan tidak dapat menarik kembali depositonya pada saatnya atau menerima kembali simpanannya secara penuh. Akhir kata, saya percaya, kita semua sependapat bahwa deposan di negara ini masih berada di pihak yang lemah, sehingga sudah sepatutnya untuk dilindungi, paling tidak dengan membantu memberikan gambaran dan pengertian yang fair. T. KUMORO Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus