Memprihatinkan sekali pernyataan PJKA yang konon tidak menghendaki penasihat hukum dari luar PJKA untuk membela empat tersangka dalam tragedi Bintaro (TEMPO, 23 April, Nasional). Dalihnya, antara lain, pembela dari luar tidak mudah memahami soal reglement perkeretaapian. Maka, timbul pertanyaan, untuk kepentingan siapa sebenarnya pembelaan itu diadakan7 Kalau memang untuk kepentingan para tersangka, sebagaimana lazimnya, maka saya ingin mengingatkan para pejabat PJKA itu akan bunyi penjelasan pasal 35 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai berikut. "Merupakan suatu azas yang penting bahwa seorang yang terkena perkara mempunyai hak untuk memperoleh bantuan hukum. Hal ini dianggap perlu karena ia wajib diberi perlindungan sewajarnya." Maka, sesuai dengan bunyi penjelasan itu, keharusan adanya pembela itu tidak perlu digantungkan pada dihayatinya atau tidak reglement perkeretaapian. Sebab, peradilan mengenai tragedi Bintaro itu adalah peradilan umum, bukan semacam "Mahkamah Perkeretaapian". Lebil-lebih dengan diberlakukannya KUHAP, yang pada ketiga alineanya (hanya terdiri atas empat alinea) dari Penjelasan Umum UU tersebut menyabkan bahwa sekarang diharapkan proses peradilan pidana akan lebih menjamin hak-hak asasi manusia, yang memang sudah tercantum dalam GBHN 10 tahun yang lalu. Apalagi pada Penjelasan Umum alinea ke-3 huruf "f" tertulis, "Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya." Maka kebijaksanaan PJKA tadi jelas menimbulkan pertanyaan "Siapakah sebenarnya yang dibela itu? Para tersangka abu subyek dari regrement itu?" Dalam pada itu, kita seharusnya mengetahui bahwa sejak berlakunya UU tentang Kekuasaan Kehakiman, para hakim sebagai penegak hukum dan keadilan - sesuai dengan bunyi pasal 27 ayat (1) - wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Jadi, hakim tidak boleh diikat pada reglement perkeretaapian saja. Hakim harus dibantu menggali dan menilai hukum tersebut. Dan pihak yang dapat membantu dengan baik pasti bukan penasi at hukum dari linekungan PJKA sendiri. Juga, seharusnya pembela didatangkan dari pihak yang tidak terlibat dalam peristiwa tersebut. Dengan demikian hak asasi para tersangka menjadi terjamin dan sandiwara di pengadilan dapat dihindarkan. JOEWONO, S.H. Jalan Prof. Supomo, S.H. 52 Jakarta Selatan 12870
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini