Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Tak terelakan

Masa depan selalu disertai politik. seseorang yang berbicara protes buruh, harus menyebut kekuatan-kekuatan di masyarakat yang bisa mengatur & tidak. masalah sosial dipecahkan dengan pengaruh & kekuatan.

9 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

7 MARET 1915 Jong-Java lahir. Empat belas tahun kemudian bubar, dengan sengaja. Organisasi anak-anak daerah ini secara sukarela melebur diri ke dalam gerakan Indonesia Muda, dan 27 Desember 1929 itu dicatat dengan gagah. "Jong-Java berpulang seorang kesatria telah meninggal. Jong-Java telah mempersembahkan korbannya yang maha-besar terhadap kepada tanah air kita." Kata-kata ketua perkumpulan itu, Koentjoro Poerbopranoto, memantulkan sedikit lidah api nasionalisme masa itu. Buku Gedenkboek Jong-Java yang terbit di Jakarta April 1930 khas bagi zamannya: kenangan tentang suatu masa silam yang indah dan "innocent", dan pandangan ke masa depan yang semarak tapi menantang. Masa silam diwakili oleh catatan kegiatan olahraga dan kepanduan. Masa depan disertai sejumlah seruan ke arah "politik". Kongres mereka yang ke lima di Surakarta, tahun 1922, memang melarang para anggota turut campur dalam praetiscbe politiek. Tapi tujuh tahun kemudian pandangan nampaknya berubah. M. Tabrani, yang menulis untuk Gedenkboek itu misalnya, adalah pendukung keputusan Surakarta. Tapi di tahun 1930 itu ia mengatakan "Celaka sebangsa, yang mempunyai putra dan putri student, yang menjauhi praktische politiek! Lihatlah India! Filipina! Tiong Kok! Egypte! Turki! Annam! Ya, saya berani katakan dan nyatakan, bahwa entah di negeri merdeka, entah di negeri yang sedang merebut kemerdekaannya, si student itu senantiasa mengambil bagian besar dalam pergerakan, yang dimaksudkan untuk meninggikan derajat bangsa dan nusa." Tabrani, seperti banyak pemuda setengah abad kemudian, bertolak dari keyakinan: mahasiswa mesti menjadi penggerak lokomotif perjuangan. *** SEORANG yang berbicara tentang penggundulan hutan pada akhirnya akan berbicara tentang bagaimana mengontrol si penggundul hutan. Dan pada saat ia berbicara tentang itu, ia mau tak mau harus menyentuh soal hubungan kekuasaan -- tentang siapa yang berkuasa, si pengontrol atau yang seharusnya dikontrol. Ringkasnya, ia harus berbicara tentang politik. Seorang yang berbicara tentang protes buruh pada akhirnya harus berbicara tentang pengaturan hak dan kewajiban buruh serta majikan. Dan berbicara tentang pengaturan, berarti pula berbicara tentang siapa yang akan mengatur. Itu artinya ia harus menyebut kekuatan-kekuatan di masyarakat yang bisa mengatur dan yang tidak. Ia pun berbicara tentang politik. Daftar itu bisa diperpanjang. Dari soal arsitektur kota sampai dengan soal iklan shampoo, dari soal kakilima sampai dengan soal pendidikan agama. Tidak berarti politik berada di segala tempat. Yang tak terelakkan adalah kenyataan bahwa banyak masalah sosial memang perlu dipecahkan melalui pengaruh dan kekuatan -- bukan cuma analisa dalam tabung. Namun menciptakan pengaruh dan kekuatan bukanlah yang paling awal. Bukan pula yang paling akhir. 50 tahun yang lalu ketika Tabrani berbicara tentang mahasiswa sebagai penggerak lokomotif perjuangan, ia tak hendak membayangkan sebuah loko tanpa deretan gerbong yang panjang, yang sekali lewat. Juga bukan kereta tanpa stasiun, tanpa peta. * * * PADA mulanya adalah niat memperbaiki keadaan. Kemudian peta itu sesuatu yang harus disusun rapi dan jelas, ditarik dari pengalaman yang memadai, dilukis dalam ruang yang senyap. Dengan kata lain, sebuah perjuangan politik memerlukan konsep, dan sebuah konsep memerlukan benturan serius pemikiran -- sebelum agitasi dan tepuk tangan. Tepuk tangan memang menunjukkan besarnya pengaruh. Tapi pengaruh sering menimbulkan sindrom superstar dan narscisme. Marscisme itu pula yang menyebabkan kita merasa perlu berjuang untuk "yang terpepet dan terpejet" tanpa berusaha berjuang bersama mereka. Kita mengambil alih pentas, kita tak mengadakan pemerataan kesadaran. Kita jadi koboi semacam Shane yang melawan bandit dan dipasang besar dalam iklan lalu menghilang. Kita sebenarnya ingin dipanggil kembali. Rakyat di luar biarlah hanya tetap diam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus