Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Teror Biadab di Peshawar

Taliban Pakistan membunuh ratusan anak sekolah di Peshawar. Pemerintah tak sepenuhnya bisa lepas tangan.

22 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBANTAIAN yang dilakukan gerombolan Tehreek-e-Taliban Pakistan di Peshawar, Selasa pekan lalu, membuktikan sekali lagi betapa fanatisme dan radikalisme selalu berakhir pada tindakan pengecut dan nista. Dalam serangan terkutuk itu, 132 anak sekolah serta sembilan guru mereka tewas ditembak dan 125 orang lain cedera, termasuk tujuh anggota tim penyelamat. Korban tewas dan cedera rata-rata berusia 10-20 tahun.

Army Public School and Degree College, sekolah yang dikelola militer itu, sejatinya dalam posisi rawan. Sebagian besar muridnya anak tentara. Peshawar merupakan ibu kota Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, provinsi kepuakan paling bergolak di barat laut Pakistan, bersempadan dengan wilayah-wilayah rawan Afganistan, dan sudah lama ditengarai sebagai pusat kegiatan Tehreek-e-Taliban. Penuturan korban selamat, bahwa di antara penyerang ada yang menggunakan bahasa yang tak mereka pahami, mengisyaratkan keterlibatan milisi asing yang memang ramai bermain di garis batas Pakistan-Afganistan.

Meski tak memiliki hubungan struktural, sulit dikatakan bahwa Tehreek-e-Taliban sama sekali tak punya ikatan emosional dan "ideologis" dengan Taliban Afganistan. Tehreek-e-Taliban merupakan bagian dari kelompok-kelompok yang muncul setelah—dan "terinspirasi" oleh—serangan 11 September 2001 di New York. Musuh besar mereka adalah "Barat", dengan Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sebagai sasaran utama, serta pemerintah lokal yang bekerja sama dengan kedua musuh besar itu.

Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif menyebut serangan itu sebagai tindakan biadab, dan mengumumkan tiga hari perkabungan nasional. Tapi sesungguhnya ia tak bisa sepenuhnya melepaskan diri dari tanggung jawab atas tragedi "Selasa Hitam" itu. Dengan kondisi Peshawar yang demikian rentan, sulit dimaklumi mengapa sekolah yang dikelola militer itu tidak mendapat penjagaan sama sekali.

Ketika serangan terjadi, di sekolah itu sedang dilakukan pelatihan ketangkasan pertolongan pertama pada kecelakaan, dengan instruktur seorang dokter militer dan beberapa tentara. Begitu para teroris menggebrak, sang dokter militer dan para tentara pendampingnya dengan tangkas menyelamatkan diri tanpa mempedulikan para murid sekolah. Petugas dapur sekolah malah mengaku melihat para penyerang melompati tembok, tapi menduga mereka murid pembolos yang menyusup masuk.

Pasukan Komando Pakistan menguasai keadaan lima setengah jam setelah serangan, sesuatu yang sebetulnya sangat menyedihkan. Mereka mengaku berhasil menembak enam (atau tujuh?) penyerang, tapi saksi mata menyatakan sebagian besar penyerang meledakkan diri sendiri—karena memang mengenakan rompi jibaku.

Keberadaan Tehreek-e-Taliban di sekitar Peshawar juga bukan barang baru. Paling tidak, mereka menubuh sejak Desember 2007, langsung menaungi 13 kelompok berbeda, dengan iktikad "menegakkan hukum syariah, melawan pemerintah Pakistan, dan menggalang kekuatan untuk melawan NATO yang dipimpin Amerika Serikat". Mereka jugalah yang membunuh mantan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto pada tahun yang sama.

Pernyataan juru bicara Tehreek-e-Taliban bahwa serangan itu merupakan balasan atas operasi militer Pakistan ke sarang mereka di Waziristan Utara, Juni lalu, semakin membuktikan kelalaian pemerintah. Apalagi ada komentar dari seorang mantan diplomat Pakistan bahwa "sayap militer dan intelijen" Pakistan memang ikut bermain memelihara destabilisasi perbatasan dengan Afganistan. Di sinilah muncul pelajaran penting: seyogianya tak ada toleransi untuk fanatisme dan radikalisme, apa pun bentuknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus