Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NEGARA tidak boleh menganggap remeh teror yang dialami penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Afief Yulian Miftach. Kepolisian, institusi yang bertanggung jawab atas peristiwa ini, harus bisa menangkap pelakunya. Jika tidak, bukan saja teror itu berlanjut: bukan mustahil benar-benar mencelakai Afief.
Ahad malam 5 Juli lalu, penyidik KPK itu menemukan benda mirip bom di dekat pagar rumahnya. Benda itu ia temukan saat ia dengan istri dan anaknya hendak memasuki kediaman mereka di Perumahan Mediterania, Bekasi, Jawa Barat. Waswas pada benda itu, Afief segera melapor ke polisi. Langkah kepolisian yang mengirim tim Gegana mengamankan "bom" tersebut patut diapresiasi.
Teror itu bukan yang pertama diterima Afief. Tiga hari sebelumnya, ia mengalami hal menyeramkan. Ban mobilnya ditusuk orang. Beberapa hari sebelumnya lagi, mobilnya disiram air keras. Cairan berbahaya tersebut membuat cat mobilnya rusak dan mengelupas. Pelaku dua teror ini pun tak tertangkap.
Polisi sudah memeriksa sejumlah saksi yang berkaitan dengan "bom" di rumah Afief. Kepolisian Resor Bekasi menyatakan benda itu bukan bom, hanya didesain menggunakan busa yang dililit kabel agar menyerupai bom, sehingga orang yang menemukannya takut. Perbuatan semacam ini jelas tak bisa dibiarkan. Teror, apa pun bentuknya, merupakan kejahatan. Dalam kasus Afief, pesannya jelas, agar "tidak macam-macam" jika tak ingin dirinya celaka.
"Tidak macam-macam" besar kemungkinan berkaitan dengan tugasnya sebagai penyidik KPK. Afief, seperti halnya Novel Baswedan—yang beberapa kali mengalami kriminalisasi dan kini menjadi tersangka kasus penembakan padahal bukan ia pelakunya—juga sudah mundur dari kepolisian dan memilih sebagai penyidik KPK.
Di komisi antirasuah itu, Afief menangani sejumlah kasus besar. Dia pernah menangani kasus korupsi proyek sistem komunikasi radio terpadu Departemen Kehutanan pada 2010 dan cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004, yang membuat sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat masuk bui. Dalam kasus dugaan korupsi yang dilakukan mantan Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian Budi Gunawan—yang kini menjadi Wakil Kepala Polri—Afief salah satu penyidik yang diandalkan KPK.
Teror terhadap penyidik KPK sesungguhnya bukan sekali ini saja. Beberapa kali sejumlah penyidik KPK yang tengah menangani kasus korupsi mendapat ancaman, dari cara halus hingga sangat kasar, dari orang yang mereka kenal ataupun tidak. Semua bertujuan sama, yakni agar mereka berhenti menyidik kasus tersebut. Sejauh ini kita bersyukur ancaman itu tidak membuat nyali banyak penyidik KPK ciut.
Kepolisian seharusnyalah menangkap otak teror itu. Jika tidak, kepolisian sendiri akan kena "getah"-nya. Publik bisa jadi akan menghubungkan teror itu dengan status Afief yang memilih hengkang dari kepolisian dan perannya menyidik kasus dugaan korupsi Budi Gunawan. Masyarakat bisa menuduh kepolisian sebenarnya "tahu" soal teror itu. Karena itulah satu-satuya cara menepis ini semua hanyalah menangkap dan mengungkap pelaku teror tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo