Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tidak Sekadar Lampu Padam

Kebutuhan akan tenaga listrik sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia modern. Begitu aliran terhenti, kegiatan ekonomi langsung lumpuh.

22 Agustus 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang anak yang tengah asyik belajar tiba-tiba berteriak, ”Lampu mati….” Ibunya segera bergegas menyalakan dua batang lilin, ”Belajar lagi ya, sebentar lagi listrik akan nyala.” Si anak meneruskan pelajarannya, ibunya meneruskan memasak. Tak ada perubahan apa pun yang terjadi, sampai listrik mengalir lagi dua atau tiga jam kemudian. Juga tak ada kerugian yang berarti, paling hanya dua batang lilin.

Namun kekacauan terjadi di luar rumah sederhana itu, dalam masyarakat modern yang terutama menghuni kota-kota besar, seperti pada Kamis pekan lalu. Kereta rel listrik (KRL) langsung tak bisa jalan, ribuan penumpang tertahan, dan ribuan lainnya berjubel di stasiun tak terangkut. Penerbangan tertunda di bandara, orang-orang kegerahan karena pendingin ruangan mati. Arus kendaraan macet karena lampu lalu lintas tidak menyala, polisi dibuat sibuk bukan kepalang. ATM tak berfungsi, orang yang sudah antre jadi kesal. Mesin-mesin di pabrik langsung membisu. Rumah sakit besar masih untung punya genset otomatis, sementara yang kecil kelabakan menghidupkan genset secara manual. Bayangkan jika sedang ada operasi pada saat-saat seperti itu. Anda bisa memperpanjang keluhan yang jauh lebih banyak, termasuk yang remeh-temeh seperti tak bisa mandi.

Listrik mati tidak sekadar membuat lampu padam dan mengganti penerangan dengan lilin. Mesin pabrik harus menunggu berjam-jam—pengusaha pabrik tekstil menyebutnya berhari-hari—setelah aliran kembali normal agar pabrik bisa berproduksi kembali. Dari satu sektor ini saja sudah terbayang berapa kerugian akibat putusnya aliran listrik. Kalaupun PLN memberikan kompensasi kerugian yang dihitung berdasarkan biaya beban, itu tak akan menutup kerugian yang diderita perusahaan besar.

Betapa vitalnya urusan listrik pada masa kini. Adakah kita sudah serius memikirkan kebijakan energi untuk masa depan? Selama ini bahan bakar untuk pembangkit listrik masih tergolong mewah: minyak solar. Memang, sudah muncul alternatif lain seperti batu bara, tapi tetap saja masih mahal. Alternatif lain dari alam seperti tenaga surya, angin, gelombang laut, termasuk panas bumi, belum digarap secara maksimal. Sedangkan pembangkit yang mengandalkan air semakin mengkhawatirkan dari tahun ke tahun, karena curah hujan yang tidak menentu dan hutan di sekitar bendungan sudah rusak.

Jangankan berpikir tentang alternatif itu secara serius, jaringan yang mengantarkan tenaga listrik ke berbagai daerah juga rawan. Interkoneksi jaringan listrik Jawa-Bali masih mengandalkan dua ”raksasa pembangkit”, yakni Suralaya di ujung barat Jawa dan Paiton di ujung timur Jawa. Kedua pembangkit besar ini hanya dihubungkan oleh saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) di jalur Pantura yang dibuat pada 1984. Adapun SUTET di jalur selatan macet pengerjaannya karena sulitnya pembebasan tanah. Dan itulah yang terjadi pekan lalu, ketika jalur utama dan satu-satunya itu mengalami gangguan, listrik padam di sejumlah daerah di Jawa dan Bali.

PLN dan tentunya pemerintah harus segera melanjutkan SUTET alternatif di jalur selatan Jawa. Sementara itu penghematan energi yang sudah dikampanyekan harus diteruskan, mengingat keterbatasan pembangkit yang ada dan mahalnya bahan bakar. Kita sudah telanjur bergantung pada listrik, kelangkaan listrik akan berdampak sangat besar terhadap perekonomian. Kita tak bisa kembali lagi ke masa lalu, ketika listrik menjadi alat penerangan semata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus