Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETIAP pemerintah baru umumnya menjanjikan perubahan. Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono pun tampaknya masuk kategori ini. Persoalannya sekarang adalah apa yang akan berubah dan apakah pelaksanaannya akan lancar seperti direncanakan.
Perubahan di tataran kebijakan kelihatannya tak terlalu kasatmata. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla adalah bekas menteri koordinator di kabinet Presiden Megawati yang tak pernah terdengar berseteru dengan pemimpin mereka di tingkat policy. Medan laga kampanye dalam putaran pemilihan presiden tahap kedua juga bukan di arena ideologi, melainkan pada perebutan persepsi siapa di antara mereka yang terlihat lebih mampu menjalankan kebijakan-kebijakan yang serupa itu.
Kini pemenang pertarungan itu telah resmi diumumkan. Mayoritas rakyat pemilih beranggapan, di bawah kendali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, Republik akan bergerak ke keadaan yang lebih baik. Namun apakah anggapan orang ramai ini benar atau tidak akan terpulang pada kinerja pemerintah baru yang akan memulai masa jabatannya 20 Oktober nanti.
Kinerja ini akan ditentukan oleh dua hal: kemampuan menyusun tim pengelola pemerintahan yang kompeten serta kompak dan kepiawaian dalam mengatasi berbagai tantangan yang menghadang. Salah satu tantangan yang telah terlihat jelas di haluan adalah kebutuhan menyesuaikan anggaran secara drastis untuk mengantisipasi harga minyak dunia yang membubung sangat tinggi. Artinya, pemerintah baru tak punya pilihan selain mengurangi subsidi bahan bakar minyak alias menaikkan harga. Sebuah tindakan tak populer yang harus diambil saat mayoritas kursi DPR berada dalam genggaman Koalisi Kebangsaan, kumpulan partai politik yang menyatakan diri akan menjadi kekuatan "penyeimbang" terhadap lembaga eksekutif.
Ini mungkin berarti masa bulan madu pemerintah baru dan rakyat pemilihnya akan berjalan singkat, tapi tak harus berarti sebuah keniscayaan. Meyakinkan rakyat untuk melakukan pengorbanan demi masa depan yang lebih baik adalah sebuah ujian kepemimpinan. Karena itu, persoalan apakah tantangan ini akan dapat diatasi dengan mulus atau tidak sangat bergantung pada kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla sebagai nakhoda kapal bangsa ini.
Menilik pengalaman para pemimpin masa lampau yang terbukti berhasil, ada rumus sederhana yang patut dipertimbangkan untuk digunakan. Bila para pemimpin rela berada di garis depan dalam menunjukkan keteladanan berkorban dan mampu secara jujur mengkomunikasikan tantangan yang dihadapi kepada khalayak luas, rakyat pun akan rela bersakit-sakit dahulu untuk bersenang-senang kemudian. Jika para penghuni istana mampu hidup sederhana sambil tetap menyumbangkan kelebihan yang mereka miliki kepada yang membutuhkan, badai penderitaan sedahsyat apa pun tak akan mampu mengaramkan dukungan rakyat. Sebaliknya, kalau lapangan parkir istana tiba-tiba menjadi lahan pameran mobil mewah seperti yang terjadi di kantor para wakil rakyat di Senayan beberapa tahun terakhir ini, protes pun akan segera marak di jalan-jalan. Anarki akan mudah hadir dan, seperti dikhawatirkan almarhum Bung Hatta, akan menikam mati demokrasi kita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo