Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MASIH ingat film The Elephant Man? Film arahan sutradara David Lynch itu didasari kisah nyata: hidup John Merrick, laki-laki Inggris, pada abad ke-19, dengan deformasi ekstrem pada tubuhnya. Wajah dan bagian kepalanya mirip gajah. Merrick selalu mengenakan kerudung untuk “melindungi” bagian kepalanya dari tatapan mata orang.
Merrick bekerja sebagai “aktor” freak show, tontonan orang-orang aneh, milik Bytes. Suatu hari Dr Frederick Treves bertemu dengan Merrick. Treves memberi uang kepada Bytes agar membawa Merrick ke rumah sakit. Selain ingin mengobati, Treves menjadikan Merrick sebagai obyek kajian ilmu kedokteran. Sedangkan Bytes biasa memukuli Merrick karena menganggap sang makhluk aneh ini miliknya. Orang lain selalu mengambil keuntungan atas Merrick dan mengabaikan apa yang terbaik untuknya.
Di Indonesia ada Dede, yang tubuhnya dipenuhi kutil--terutama pada tangan dan kaki--hingga berbentuk sulur-sulur. Dia dijuluki “Manusia Pohon” atau “Manusia Akar”. Dede juga pernah bekerja di pertunjukan orang aneh. Dalam pertunjukan itu, Dede melakukan debus, atraksi menyakiti diri sendiri. Orang yang menonton Dede dan ingin berfoto dengannya harus membayar. Yang ingin berurusan dengan Dede juga harus melalui si pemilik pertunjukan manusia aneh itu.
Dede menjadi terkenal setelah masuk film dokumenter di Discovery Channel serial My Shocking Story. Bersamaan dengan pembuatan film, dokter ahli penyakit kulit dari Amerika, Dr Anthony Gaspari, juga disertakan untuk memeriksa, mengambil spesimen. Dia juga berjanji menyembuhkan Dede.
Lelaki miskin itu menjadi perhatian banyak pejabat setelah Presiden Yudhoyono melihat tayangan kisah pilunya. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari lalu diperintah untuk menangani kasus Dede. Sejak itulah semua instansi jadi heboh dan latah berlomba ikut memberi bantuan, meski semula, termasuk tim dokter yang memeriksanya, bersikap acuh tak acuh.
Mestinya tim medis bekerja maksimal untuk menyembuhkan Dede--dengan atau tanpa perintah Istana. Bukan lantas buru-buru meyakinkan publik bahwa penyakit Dede adalah kutil biasa. Patut disayangkan kalau mereka baru bergerak serius setelah ada perhatian khusus Presiden dan “tantangan” sang kolega dari seberang, dokter Gaspari tadi.
Reaksi berlebihan terhadap niat baik dokter asing juga tak perlu terjadi. Bisa dimengerti bila Bu Menteri sewot. Sebab, baru-baru ini Indonesia mengirim spesimen virus flu gratis untuk diteliti di lembaga-lembaga riset yang ditunjuk Badan Kesehatan Dunia (WHO). Namun kemudian ada perusahaan yang menjual vaksinnya dengan harga mahal ke negara asal spesimen--yang cuma bisa melongo.
Tapi untuk kasus ini berbeda. Majalah ini menyarankan pemerintah mengedepankan kesembuhan Dede. Janganlah belum-belum sudah ribut soal sampel yang akan diteliti di luar negeri. Bila dokter asing itu yang mampu menyembuhkan Dede, pemerintah tidak berhak mempersulitnya, bahkan harus membantu. Jika kelak sampel jaringan dan darah Dede setelah diteliti bisa menjadi produk menguntungkan dan bernilai komersial, pemerintah bisa memperjuangkannya melalui jalur kelembagaan. Bisa ditempuh negosiasi pemerintah dengan pemerintah, lembaga penelitian, atau perusahaan.
Upaya tersebut tidak boleh menghalang-halangi niat baik, dari pihak asing sekalipun, untuk menyembuhkan Dede.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo