Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tebas Tuntas Pungli KBRI

Kasus pungutan liar di Kedutaan Besar RI di Malaysia menyeret mantan duta besar Rusdihardjo. KPK perlu segera mengusut bekas Kepala Kepolisian RI itu.

3 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUNGGUH menyakitkan mendengar pejabat hidup bermewah-mewah dari hasil perasan tetes keringat rakyat. Praktek bejat itulah yang dilakoni sejumlah pejabat teras Kedutaan Besar RI di Malaysia. Caranya pun amat tercela. Mereka mengutil dari biaya pengurusan dokumen keimigrasian, yang sebagian besar korbannya tenaga kerja Indonesia di sana.

Bermula dari laporan Badan Pencegah Rasuah Malaysia, dua tahun lalu, praktek kotor ini mulai terkuak. Kepada Komisi Pemberantasan Korupsi--koleganya di Indonesia--mereka membisikkan adanya transfer dana mencurigakan dari rekening milik seorang pejabat Konsulat Jenderal RI di Penang. Penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan duit yang ditransfer mencapai Rp 13,8 miliar! Sebuah nilai kekayaan yang patut diduga hasil korupsi.

Langkah sigap Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda yang langsung membentuk tim investigasi internal patut dipuji. Dipimpin Inspektur Jenderal Slamet Santoso Mustafa, tim ini berhasil membongkar praktek pungutan liar yang sudah bertahun-tahun mewabah di KBRI Kuala Lumpur dan tiga konsulat jenderal: Penang, Johor Bahru, dan Kuching.

Salah satu bukti penting yang sulit disangkal para anggota korps diplomatik itu adalah adanya surat keputusan ganda biaya pengurusan dokumen keimigrasian. Diteken Duta Besar Jacob Dasto pada pertengahan 1999--sesaat sebelum ia lengser--surat ganda dengan nomor, tanggal, dan perihal yang sama itu memuat dua versi tarif: mahal dan murah.

SK tarif mahal dijadikan acuan ketika kedutaan memungut bayaran pengurusan dokumen di loket imigrasi. Giliran harus menyetorkan hasil pungutan itu ke kas negara, SK tarif murah yang disodorkan. Walhasil, tenaga kerja Indonesia harus merogoh koceknya 35 ringgit (sekitar Rp 98 ribu) lebih mahal ketika harus memperpanjang masa berlaku paspor miliknya. Jika pengurusan mau lebih cepat, para calo siap “membantu” lewat jalur ekspres dengan biaya tambahan 15-20 ringgit.

Dari selisih tarif itulah, plus berbagai pungutan lain, duit haram ini mengalir ke kantong para pejabat KBRI Kuala Lumpur. Sedikitnya Rp 41,5 miliar sudah mereka nikmati sejak 1999 hingga pertengahan 2005. Celakanya, penikmat dana pungli ini termasuk para pucuk pimpinan di kedutaan.

Berkat penyidikan KPK bersama tim Departemen Luar Negeri, tiga mantan konsul jenderal telah dijebloskan ke penjara. Bekas Duta Besar RI untuk Malaysia (1999-2003) Hadi A. Wayarabi Alhadar dan mantan Kepala Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Suparba W. Amiarsa kini juga duduk di kursi terdakwa pengadilan tindak pidana korupsi.

Sebuah fakta penting terungkap dari mulut para saksi di pengadilan. Bekas Kepala Bidang Imigrasi KBRI Arihken Tarigan “bernyanyi” bahwa mantan duta besar Jenderal Polisi (Purnawirawan) Rusdihardjo ikut kecipratan dana haram itu. Total dana yang diterimanya 317.700 ringgit atau sekitar Rp 890 juta berdasarkan kurs saat ini.

Namun bekas orang nomor satu di kepolisian ini mengaku tak tahu uang itu hasil pungli. Ia pun berkelit bahwa uang itu justru digunakannya untuk membabat para calo dengan mendatangkan aparat kepolisian dari Indonesia.

Agar jelas duduk perkaranya, hakim perlu segera memanggil Rusdihardjo untuk bersaksi di pengadilan. Demi rasa keadilan, KPK pun hendaknya segera menindak-lanjuti pernyataan Arihken dan mengusut tuntas dugaan keterlibatan Rusdihardjo. Buat KPK, yang sebagian aparatnya berasal dari kepolisian, ini tentu tak gampang. Tapi inilah saatnya pimpinan KPK membuktikan kewibawaan dan independensinya, sebelum undur diri akhir bulan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus