Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Vila Liar Para Jenderal

24 Februari 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMPUNYAI vila bukanlah sebuah dosa. Siapa pun, termasuk para jenderal, boleh memilikinya. Yang menjadikannya haram adalah bila vila itu berada di kawasan yang bukan peruntukannya dantentu sajaberarti pula dibangun tanpa izin. Sebab, bila banyak yang melakukan kegiatan menyimpang ini, akan berdampak pada lingkungan bersama. Maraknya pembangunan vila-vila liar di wilayah Puncak, misalnya, telah menyebabkan kapasitas resapan air daerah itu menurun jauh. Akibatnya, banjir bandang melanda Jakarta di saat musim hujan datang seperti sekarang ini. Bahwa penggunaan lahan di kawasan Bogor, Puncak, dan Cianjur terkait dengan potensi banjir di Ibu Kota, itu sudah menjadi pengetahuan banyak orang. Bahkan para pelajar di tingkat sekolah dasar DKI telah membaca soal ini dari buku pelajaran wajib mereka. Itu sebabnya dengan mudah Gubernur Sutiyoso menuding lemahnya pengawasan pemerintah daerah di lahan resapan air di Jawa Barat itu menjadi penyebab bencana di Jakarta. Tudingan yang segera berbalik ke wajahnya sendiri karena Sutiyoso kemudian diketahui telah membangun vila liar di kawasan terlarang. Untunglah gubernur yang mayor jenderal purnawirawan ini cukup mempunyai sikap kesatria untuk mengakuinya dan, kemudian, memerintahkan orang merobohkan bangunan liar itu. Suatu peristiwa yang ironis. Sebab, rumah panggung itu, yang dilengkapi dengan kolam, sebetulnya mungkin memenuhi syarat lingkungan. Sayang, pemiliknya merasa tak perlu mengurus perizinannya, mungkin karena merasa aparat pemerintah daerah tak mungkin berani menegur pejabat militer seperti dirinya. Ataumudah-mudahan ini tidak benaria memang tahu kawasan itu terlarang untuk dibangun, karena itu tak akan mungkin mendapat izin resmi. Apa pun alasannya, yang pasti banyak orang "kuat" seperti Sutiyoso tak mengindahkan peraturan tata ruang dan seenaknya sendiri membangun vila di daerah terlarang. Mereka yang merasa hebat karena mempunyai jabatan militer atau sipil yang tinggi biasanya membangun tanpa mengurus izin sama sekali. Adapun yang merasa banyak uangnya cenderung "membeli" izin yang asli (tapi palsu) dari pejabat pemerintah daerah yang korup. Kedua cara ini memang berbeda, tapi dampaknya sama saja. Daerah yang seharusnya dibiarkan sebagai hutan atau lahan terbuka akhirnya berubah menjadi kumpulan bangunan yang centang-perenang. Cobalah simak pernyataan pejabat daerah setempat. Mereka memperkirakan lebih dari 40 persen vila di pegunungan yang sejuk itu tak dilengkapi izin mendirikan bangunan (IMB). Kita boleh menduga yang mempunyai IMB pun boleh jadi sebagian di antaranya didapat dengan cara tak halal karena seharusnya tak diizinkan. Maka, jangan heran jika pelecehan terhadap rencana umum tata ruang kawasan Bogor, Puncak, dan Cianjur menjadi hal yang umum terjadi. Juga wajar jika musim hujan yang cukup deras belakangan ini membuat Jakarta mendapat banjir kiriman yang cukup dahsyat. Bahkan boleh diramalkan musim kemarau mendatang juga akan membuat banyak sumur di DKI kering-kerontang. Lantas, apa yang akan dilakukan? Membiarkannya berlangsung seperti sekarang ini jelas tak mungkin lagi (kecuali kita memang merelakan Jakarta menjadi telaga di musim hujan dan lahan kerontang di saat kemarau). Upaya mengembalikan fungsi sebagian wilayah Bogor, Puncak, dan Cianjur sebagai daerah resapan air harus digalakkan dengan serius. Tentu bukan berarti dengan membuldozer semua vila yang ada, melainkan melalui cara-cara yang telah dipikirkan matang-matang sebelumnya. Misalnya saja dengan mencoba melaksanakan rencana umum tata ruang (RUTR) wilayah ini dengan sesungguhnya. Hal ini dapat dimulai dengan melakukan sosialisasi RUTR ini seintensif mungkin. Kalau perlu dengan memasang berbagai papan pengumuman tentang peruntukan wilayah di kawasan masing-masing. Teknologi juga harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Simulasi komputer yang menggabungkan hasil foto udara dengan rencana RUTR asli, misalnya, dapat memberikan gambaran apa saja yang harus dilakukan jika ingin menerapkan aturan ini secara konsisten. Lalu, hasilnya dikaji dengan mendalam apakah solusi ini mungkin diimplementasikan atau harus dicari alternatif lain yang lebih efektif dalam operasionalisasinya, termasuk pembiayaan. Bila berbagai alternatif yang layak telah ditemukan, debat publik mengenai hal ini sepatutnya diadakan. Biarkan orang ramai mendalami berbagai solusi itu dan secara pelantapi pastimengkristalkannya menjadi satu pilihan yang paling pas. Bila ini telah didapatkan, berikan pula kesempatan bagi anggota masyarakat untuk berpartisipasi di dalamnya, misalnya dengan merobohkan sendiri vila liarnya seperti dilakukan Sutiyoso. Adapun kegiatan represif oleh aparat sebaiknya disisakan hanya untuk menghadapi kalangan yang memang terus membandel, yang bisa diduga jumlahnya tak akan banyak. Hal seperti ini dapat dilakukan dengan lancar bila publik diajak berpartisipasi sejak perencanaan awal. Warga Jakarta telah terbukti mempunyai tingkat solidaritas yang tinggi bila diberi kesempatan berperan serta dan dipayungi oleh kepemimpinan yang tepercayaseperti telah terlihat dalam gerakan peduli korban banjir yang melibatkan banyak orang itu. Tapi, barangkali, soal kepemimpinan tepercaya itu yang sekarang langka. Sebab, idealnya, tak cuma Mayor Jenderal Sutiyoso yang seharusnya rela hati merobohkan vila liarnya, tapi juga jenderal-jenderal yang lain. Bayangkan bila suatu pagi yang cerah para jenderal itu mengajak para pemilik vila liar lainnya untuk secara sukarela menaati RUTR yang ada. Bogor, Puncak, dan Cianjur akan kembali ijo royo-royo dan ini lebih pentingIbu Kota Jakarta menjadi kota yang bebas banjir. Bayangkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus