Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan seluruh anggota Polri untuk menggunakan media sosial secara bijak. Hal ini tertuang dalam surat telegram resmi nomor 2407 pada Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karo Wabprof Divisi Propam Polri, Brigjen. Pol. Agus Wijayanto, menekankan pentingnya kebijakan ini sebagai langkah menjaga netralitas Polri selama Pemilu 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam telegram tersebut, beberapa larangan diterapkan, termasuk larangan berfoto dengan pasangan calon, mengomentari foto pasangan calon di media sosial, dan pose-pose yang berpotensi menuding keberpihakan Polri terhadap parpol.
"Termasuk juga pose-pose foto dengan jari-jari itu, yang dulu kalau ada angkatan, entah itu bintara, perwira, itu kan ada angkatannya, itu tidak boleh," kata Agus Wijayanto pada Ahad, 17 Desember 2023.
Tujuan Kebijakan
Menurut Agus, tujuan utama kebijakan ini ialah menjaga netralitas Polri selama Pemilu 2024. Dilarangnya anggota Polri terlibat dalam aktivitas politik praktis di media sosial, seperti mempromosikan, menanggapi, atau menyebarluaskan gambar foto paslon merupakan langkah konkret untuk mencegah pengaruh keberpihakan yang dapat merugikan proses demokrasi.
Divisi Propam Polri melakukan berbagai upaya, termasuk peningkatan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, keteladanan pimpinan, pembekalan dan pengarahan tentang disiplin, hingga deteksi dini melalui kegiatan patroli siber agar tujuan ini dapat dicapai secara maksimal.
"Terus membuat petunjuk kepada jajaran, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh selain ada UU, ada peraturan Perpol," kata Agus.
Sanksi Bagi Pelanggar Netralitas
Dalam menjaga netralitas, Propam Polri menjelaskan bahwa para keluarga anggota Polri yang terlibat dalam Pemilu 2024 juga sudah didata dan tunduk pada aturan yang serupa. Apabila ditemukan indikasi pelanggaran netralitas, Propam Polri akan melakukan klarifikasi, dan jika terbukti, akan ada tindak lanjut.
Proses penanganan pelanggaran akan melibatkan gelar perkara untuk menentukan kategori pelanggaran yang dilakukan. Jika tergolong pelanggaran berat, sanksi yang mungkin diberikan mencakup pemecatan tidak dengan hormat (PTDH).
Melalui langkah-langkah ini, Polri menegaskan komitmennya untuk serius menangani pelanggaran netralitas dan memberikan sanksi yang sesuai. Dengan aturan perilaku bermedia sosial yang jelas dan tindakan tegas, diharapkan Polri dapat menjalankan peran sebagai penegak hukum dengan netral dan adil selama proses Pemilu 2024.
"Bapak Kadiv Propam sudah memberikan tenggang waktu dan kita sudah diskusikan untuk pelanggaran kode etik 14 hari sudah selesai, untuk pelanggaran ASN tujuh hari setelah LP sudah selesai, ini yang kita lakukan bahwa kita betul-betul serius penanganan netralitas ini," katanya.