Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETIKA para kiai bersafari dan bertemu beberapa kali menentang keputusan Dewan Syuro PKB mereposisi Saifullah Yusuf sebagai sekretaris jenderal, Abdurrahman Wahid justru tetirah ke Belanda dan Portugal. Di Belanda, dia memeriksakan kesehatannya. Dua malam di Lisabon, Portugal, ia menemui kawan baiknya, seorang ahli mata.
"Tapi untuk saat ini katanya belum bisa (diobati). Masih menunggu. Menunggu apa persisnya, ya, enggak tahu…," tutur K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur kepada Lea Pamungkas dari TEMPO. Saat dia ditemui di VIP Hall Bandar Udara Schiphol, Amsterdam, Sabtu siang dua pekan lalu, wajahnya tampak agak pucat. Kacamata tebalnya dilepas. Berikut ini petikan perbincangan dengannya sebelum ia bersama sang istri, Sinta Nuriyah, kembali ke Jakarta.
Persiapan Anda untuk kampanye pencalonan presiden kali ini?
Ya, saya kalau diperintah para ulama ya… jadi calon presiden.
Sudah ada amanat?
Oh, ya, sudah lama itu.
Bukankah PKB juga membicarakan kemungkinan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama, Hasyim Muzadi, menjadi calon presiden?
Kapan PKB pernah berbicara begitu? Cuma oleh beberapa orang, terus digede-gedekan.
Pemecatan Saifullah Yusuf terkait soal itu?
Ya, itu keputusan sidang Dewan Syuro, yang mengadakan pemungutan suara. Dari 18 anggota, 16 datang, dan itu sudah memenuhi syarat, kan? Lalu ke-16-nya memutuskan pemungutan suara. Nah, sudah sah kan menurut aturan paling tidak dua pertiganya. Dan 9 orang menyatakan Saifullah direposisi. Kemudian 7 lainnya mengatakan Saifullah harus diperingatkan sekeras-kerasnya. Ini kan berarti kesalahan dia itu sudah diakui oleh semua.
Tapi para kiai menentang keputusan itu?
Alah…, mana? Cuma 4 orang, dari dulu. Saya tahu perilakunya ulama (kiai), kita hafal….
Ada satu kiai mengatakan Anda sekarang sudah mirip Soeharto….
Yang mana? Ya, yang 4 orang itu! (Bagi mereka), apa pun yang saya lakukan selalu salah. ("Saifullah itu sudah bisa dibeli, Mbak...," celetuk Nyonya Nuriyah Wahid, yang berada di samping Abdurrahman.) Ya, sudahlah, saya enggak bicara lagi.
Jadi, Saifullah tetap akan dipecat?
Bukan dipecat! Reposisi…! Anda ini kan yang bikin gara-gara memang begitu. Orang enggak apa-apa kok dibilang dipecat. Dipecat itu ada prosedurnya sendiri dalam anggaran rumah tangga.
Apakah ini semua tidak akan berpengaruh terhadap PKB?
Tidak. Katakanlah ada boikot atau apa, itu pun enggak berpengaruh apa-apa, karena yang menentukan PKB para pemilih. Jadi, argumentasi paling kuat dari kita adalah ini (demokratisasi). Ya, kalau kemudian ada suara macam-macam, itu berarti orang enggak baca anggaran dasar.
Tapi memang soal Saifullah itu ada yang minta (diputus) sekarang atau sesudah pemilu. Bedanya hanya itu. Sekarang ini bunyi seolah-olah (dia) orang paling enggak bersalah. Itu sih biarin aja. Yang tahu betul itu kan kita-kita. Masa, orang luar? Nah, kiai-kiai sudah tahu itu. Kiai itu ada dua macam: yang diam, yang bunyi. Nah, yang bunyi itu beberapa orang saja, paling cuma sepuluh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo