Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=brown>Partai Demokrat</font><br />Yang Datang Setelah Makan Siang

Upaya menggergaji kursi Ketua Umum Partai Demokrat terus dilakukan. Rapat di Sentul dikuasai kubu Anas Urbaningrum.

25 Juli 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Khoiruddin Lubis tak kuasa lagi menahan mulutnya. Jumat pekan lalu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, itu menumpahkan unek-unek. "Lebih baik Anas Urbaningrum mundur dari posisi ketua umum," katanya. "Janganlah partai ikut hancur-hancuran gara-gara urusan dia dengan Nazar." Yang ia maksudkan terakhir adalah M. Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, yang menjadi buron setelah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus korupsi.

Sobek, begitu Khoiruddin biasa disapa, menyebut ada puluhan pengurus daerah yang mulai gerah dengan situasi partai akhir-akhir ini. Mereka khawatir pertikaian para elite di Jakarta itu akan berimbas pada penurunan popularitas partai, yang ujungnya akan menyulitkan posisi mereka di daerah. Apalagi sejumlah wilayah sedang mengusung calon dalam pemilihan kepala daerah. "Kami kecewa dengan kepemimpinan Anas," ujar Armawansyah, Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan Partai Demokrat Kota Langsa, Nanggroe Aceh Darussalam.

Di Jawa Tengah, pro dan kontra menggugat Anas Urbaningrum memecah partai menjadi dua. Rabu pekan lalu, Sekretaris Partai Demokrat Jawa Tengah A. Dani Sriyanto mendesak Anas mundur sementara dari kepemimpinan partai agar bisa melakukan pembelaan atas semua tuduhan Nazaruddin yang diarahkan kepadanya. Ia mengusulkan Kristiani Yudhoyono diangkat menjadi pelaksana tugas ketua umum.

Selang sehari kemudian, pernyataan Dani dikoreksi oleh Wakil Ketua Demokrat Jawa Tengah Prajoko Haryanto. "Saya enggak setuju. Saya berseberangan dengan dia," ujarnya. Prajoko memastikan belum ada pembicaraan soal kepemimpinan di partainya. Kepengurusan Demokrat di Jawa Tengah pun dikatakannya sedang vakum karena hingga kini belum ada izin dari pengurus pusat untuk menggelar musyawarah daerah.

Adapun Ketua Demokrat Jawa Tengah Sukawi Sutarip mengambil sikap lebih hati-hati. Ia mengaku bisa memahami kegundahan kader, seperti Dani, yang sejak awal terlibat dalam pendirian partai. Tapi ia tak setuju kalau tudingan Nazar dijadikan alasan mendorong Anas mundur. "Anas harus mengambil langkah-langkah strategis supaya tidak terus dipojokkan," kata mantan Wali Kota Semarang tersebut.

Banyaknya kekecewaan di kalangan internal Demokrat ini sempat meletupkan spekulasi mengenai upaya penggusuran Anas. Kubu yang dulu berseberangan dengan Anas dalam kongres di Bandung, Mei tahun lalu, dikabarkan giat mempersiapkan skenario untuk mendorong dilakukannya kongres luar biasa (KLB) melalui rapat koordinasi nasional di Sentul, Jawa Barat, Sabtu dan Ahad lalu. Isu KLB semakin santer beredar setelah pesan pendek yang dikirim Marzuki Alie dari Moskow kepada Susilo Bambang Yudhoyono dibocorkan oleh salah satu anggota Dewan Pembina ke media massa.

Dalam pesannya, Marzuki—pesaing terkuat Anas dalam kongres di Bandung—mengatakan kekacauan yang melanda partai ini akibat kepemimpinan yang tak efektif. Di ujung pesannya, ia mendesak Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina "mengambil tindakan tegas untuk menyelamatkan partai".

Pada saat bersamaan, sejumlah tokoh senior partai dan para pendiri yang tak lagi bergabung di Demokrat melakukan pertemuan-pertemuan. Mereka menyatakan keprihatinannya atas krisis yang dialami partai yang dulu mereka bangun itu. Para tokoh ini juga menyoroti lemahnya rekrutmen kader sehingga banyak politikus bermasalah yang diangkat jadi pengurus. "Orang-orang baru yang masuk setelah makan siang terhidang inilah yang membuat partai rusak seperti sekarang," kata salah satu dari mereka. Yang lain menimpali, "Orang yang tak ikut berkeringat justru banyak yang duduk di posisi tinggi."

Pidato Yudhoyono, yang disampaikan bersama Anas dan Marzuki di Cikeas pada Senin malam dua pekan lalu, tak memadamkan bara yang menyala. Rahmad Hasibuan, mantan anggota tim sukses Marzuki, kini ketua departemen bidang kehutanan di kabinet Anas, mengatakan ketegangan di tubuh partai ini sulit ditutupi. "KLB bukan hal yang haram. Itu salah satu solusi," katanya.

Marzuki Alie mencoba luwes bermain. Wakil Ketua Dewan Pembina ini menjamin tak akan ada KLB untuk menggeser Anas dari kursi ketua umum. Meski begitu, ia tak menutup kemungkinan bila desakan itu disuarakan oleh para peserta rapat koordinasi yang datang dari daerah. "Kalau ada yang dulu mendukung saya teriak KLB, itu dinamika saja. Tidak usah didengarkan," ujarnya.

l l l

Menggoyang Anas jelas tak gampang. Setelah sukses mendulang kemenangan di Bandung, Anas dikenal rajin membangun jaringan di daerah.

Kelompok pro-Anas, misalnya, mengklaim mewakili lima provinsi dan seluruh dewan pimpinan cabang di bawahnya. Daerah itu adalah DKI Jakarta, Sumatera Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Jawa Tengah. "Di Demokrat tidak dikenal istilah KLB," kata Sekretaris Demokrat DKI Jakarta Irfan Gani. "Kami mendukung sepenuhnya Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat 2010-2015."

Hal senada disampaikan Ketua Demokrat Sumatera Barat Jose Rizal, yang mengklaim mewakili dukungan 19 cabang. Ia menepis kabar adanya perpecahan di tubuh partai di daerah. "Kalau ada yang meminta KLB, tugas kami adalah memberikan pembinaan dan menyadarkan mereka."

Ada lagi pihak yang lebih moderat, seperti Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jawa Timur Soekarwo. Ia menyatakan akan memilih abstain apabila muncul desakan dari daerah lain untuk menggelar KLB dan melengserkan Anas. Sebab, katanya, Anas baru bisa dicopot kalau ia tersandung masalah hukum yang berkekuatan hukum tetap. "Sekarang ini yang berjalan hanya persepsi. Hanya perasaan orang."

Dalam perhelatan partai di Sentul, Jawa Barat, kubu Anas menguasai lapangan. Komite pengarah dikuasai orang-orang dekat Anas di bawah komando Wakil Ketua Umum Johny Allen Marbun. "Sudah pasti setting-nya adalah menyelamatkan Anas dan mengisolasi masalah," kata seorang politikus penentang Anas. "Tapi kami tak akan berhenti dan terus berkonsolidasi."

Y. Tomi Aryanto, Febriyan, Mahardika (Jakarta), Rofiuddin (Semarang), Fatkhurrohman Taufiq (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus