Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=2 color=brown>Pemilihan Umum</font><br />Tawar-Menawar Ambang Batas

Kenaikan ambang batas parlemen ditentang partai menengah. Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta bakal menjadi alat tawar.

25 Juli 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertemuan itu digelar di lantai 21 Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Senin petang dua pekan lalu. Hadir Ketua Fraksi Demokrat Jafar Hafsah, Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto, Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo, dan dua anggota Komisi Pemerintahan DPR, Taufik Hidayat (Golkar) dan Arif Wibowo (PDI Perjuangan).

Ditemani kue klepon, kopi, dan teh, mereka membahas revisi Undang-Undang Pemilihan Umum Legislator yang saat itu masih nyangkut di Badan Legislasi DPR. Sumber Tempo bercerita, tiga fraksi terbesar di DPR itu sepakat rancangan undang-undang harus segera disahkan di DPR, sehingga bisa segera dibahas bersama pemerintah.

Kesepakatan lain dalam pertemuan satu setengah jam itu: jumlah partai politik harus disederhanakan. Caranya dengan menaikkan ambang batas parlemen. "Semua sepakat dengan ambang batas 5 persen, dan sifatnya sampai kabupaten/kota," kata sumber Tempo.

Taufik Hidayat dan Arif Wibowo membenarkan pertemuan itu. Menurut Arif, penyederhanaan itu untuk menguatkan sistem pemerintahan presidensial. "Kinerja DPR juga bakal lebih efektif kalau jumlah partai sedikit," katanya. "Kami sejak awal ngotot dengan angka 5 persen," Taufik menimpali.

Angka itu meningkat dua kali dibandingkan Pemilihan Umum 2009. Pada pemilihan itu, hanya sembilan partai yang melewati ambang batas 2,5 persen. Sisanya, 29 partai, tak memiliki kursi di Senayan.

Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum membantah partainya menginginkan ambang batas 5 persen. Partainya masih akan bertahan pada 4 persen. Tapi lobi tiga partai besar itu tak urung menimbulkan kekecewaan partai menengah, terutama yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah.

Sepekan kemudian, dalam rapat sekretariat gabungan yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Tjatur Sapto Edy mengkritik rencana menaikkan ambang batas sampai 5 persen. Ia memperkirakan, kenaikan itu bakal menghilangkan lebih dari 30 juta suara pemilih yang mencoblos partai tak lolos ambang batas. "Kalau memang mau tinggal tiga partai di negeri ini, silakan saja," katanya.

Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Hasrul Azwar juga mempersoalkan rencana Demokrat dan Golkar menaikkan ambang batas parlemen dua kali lipat. Hasrul menyindir Partai Demokrat, yang dinilainya lamban membahas revisi Undang-Undang Pemilihan Umum. "Sewaktu kasus Century, kami sering di-sms," kata Hasrul kepada Tempo. "Tapi, soal kepentingan kami sebagai partai menengah, tak ada tanggapan." Hasrul menyatakan sudah dua bulan mengingatkan pembahasan itu.

Nyatanya, forum sekretariat gabungan tak menunda rancangan undang-undang itu disahkan dalam rapat paripurna esoknya. Rancangan itu segera dibahas dengan pemerintah. Tapi Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Ja’far yakin kenaikan ambang batas tak akan terlalu tinggi. "Masih bisa ada perubahan," kata Marwan.

Sumber Tempo menyebutkan partai menengah telah menyiapkan tawaran ke Partai Demokrat. Salah satunya soal Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta yang masih mandek pembahasannya. Sampai saat ini hanya Demokrat yang berkukuh Gubernur Yogyakarta tak langsung ditetapkan, melainkan melalui pemilihan. "Kalau Demokrat mau menurunkan ambang batas, partai menengah pasti beralih dari penetapan menjadi pemilihan," katanya.

Tjatur Sapto Edy mengakui ada beberapa hal yang sudah disiapkan partai menengah sebagai alat tawar. Tapi ia enggan menyebutkannya. Arif Wibowo mengkritik rencana tawar-menawar isi undang-undang ini. Pasalnya, kenaikan ambang batas parlemen merupakan perbaikan sistem pemilihan. "Tawar-menawar itu menurunkan kualitas undang-undang," katanya.

Pramono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus