Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BARU lima bulan Mansur Kartayasa menikmati hari pensiunnya di Bandung, mantan hakim agung itu harus kembali ke hiruk-pikuk Jakarta. Selasa pekan lalu, ia menangkis tuduhan telah menerima sogokan ketika membebaskan Mukhamad Misbakhun dalam perkara peninjauan kembali politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Mansur dan koleganya, Zaharuddin Utama, dilaporkan ke Komisi Yudisial, November lalu. Menurut Sofyan Arsyad, warga Cinere yang melaporkan mereka, ia menyaksikan penyerahan duit sogokan senilai Rp 1,5-2 miliar kepada dua hakim. Laporan yang sama dikirimkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Mansur dan Zaharuddin adalah anggota majelis hakim peninjauan kembali perkara Misbakhun yang diketuai Artidjo Alkostar. Juli lalu, majelis hakim agung ini memutus Misbakhun bebas dari hukuman dua tahun penjara. Pada pengadilan sebelumnya, Misbakhun dinyatakan tak terbukti memalsukan agunan letter of credit perusahaannya untuk memperoleh kredit dari Bank Century sebesar US$ 22,5 juta. Hakim agung Artidjo menyatakan opini yang berbeda atas putusan ini.
Menurut Sofyan Arsyad, Mansur menerima duit Rp 2 miliar melalui seorang pengacara bernama Lukmanul Hakim. Namun kepada Indra Wijaya dari Tempo, yang menemuinya di Mahkamah Agung, Selasa pekan lalu, Mansur membantah tudingan itu.
Anda dituding menerima uang dari perkara yang membebaskan Misbakhun.
Wah, itu tidak benar. Saya terpukul dinyatakan seperti itu. Sudah 40 tahun lebih saya berkarier sebagai penegak hukum. Gaji saya sebagai hakim agung sangat cukup. Jadi enggak perlu cari duit yang bertentangan dengan prinsip pekerjaan saya. Terlalu naif kalau saya harus cari duit buat pensiun.
Anda berkilah?
Saya tidak seburuk yang disangka orang. Semua tudingan itu dasarnya adalah keterangan orang yang bernama Sofyan Arsyad dan semua itu tidak berdasar. Ini motifnya pembunuhan karakter saya sebagai hakim yang konsisten memutus perkara atas dasar bukti hukum dan memegang teguh prinsip keadilan. Saya ini sudah 9 tahun 2 bulan lebih jadi hakim agung dan ada 13.500 perkara yang sudah saya tangani. Selama itu, tak terpikir di benak saya bertemu atau menghubungi orang beperkara. Itu prinsip yang saya pegang.
Anda kenal Misbakhun?
Saya tak kenal dan tak pernah menghubungi Misbakhun, pengacaranya, atau orang-orang yang disebut di situ.
Menurut Sofyan, Anda menerima suap dari Misbakhun melalui Lukmanul?
Tidak ada, coba cek, teliti lagi.
Anda kenal Lukmanul Hakim?
Saya tak kenal Lukmanul, tapi tahu dia pengacara litigasi di Mahkamah Agung. Namanya saya baca di berkas perkara.
Anda dan Lukmanul sering bertemu?
Saya tidak pernah bertemu dengan dia seperti yang ditudingkan: di Grand Indonesia atau Taman Ismail Marzuki, Cikini. Itu semua tempat umum. Saya sering ke Grand Indonesia atau TIM untuk makan. Tapi saya ke sana tidak untuk bertemu dengan Lukmanul Hakim.
Bagaimana dengan Wawan dan Fitri?
Apalagi dengan pegawai Mahkamah Agung yang disebut-sebut itu. Kok, berani-beraninya?
Bagaimana ceritanya Anda bisa menangani perkara peninjauan kembali Misbakhun itu?
Saya tak pernah minta perkara. Pembagian penanganan perkara dilakukan langsung pimpinan, bukan atas permintaan pribadi. Dalam kasus perkara PK Misbakhun, ditunjuk hakim ketuanya Artidjo Alkostar, saya pembaca kedua, dan Zaharuddin Utama sebagai pembaca pertama.
Bagaimana akhirnya perkara itu diputus?
Penyelesaian perkara ini sesuai dengan mekanisme administrasi, dari pembaca satu, kedua, baru ketua. Dalam rapat majelis, 31 Mei 2012, tak tercapai kata sepakat antar-anggota majelis. Karena ada satu hakim yang menyatakan dissenting opinion, berkas diedarkan ulang untuk musyawarah kembali. Saya memberikan pendapat hukum pada hari itu dan tak berubah. Rapat majelis lagi pada 5 Juli lalu, hasilnya tetap sama, ada dissenting opinion. Itu juga bukan mau saya, tapi keputusan majelis. Saya sudah melakukan tugas saya secara profesional sesuai dengan mekanisme di Mahkamah Agung.
Apa pertimbangan Anda memutus bebas Misbakhun?
Ada sejumlah fakta yang dipertimbangkan, misalnya pemalsuan dokumen atau akta kredit. Saya mengaitkannya dengan fungsi tiap terdakwa dalam perusahaan sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Nah, dalam perkara ini, dakwaan jaksa tentang pemalsuan tidak terbukti meski direksi dan komisaris turut serta.
Pendapat Anda tentang novum dalam sidang peninjauan kembali?
Soal novum itu, saya tidak menerima karena novum pernah diajukan sebelumnya. Alasan PK adalah ada kekeliruan hakim sebelumnya dalam membaca bukti-bukti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo