Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan sipil Bareng Warga meminta pemerintah mengawal penerapan pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen yang hanya berlaku untuk barang mewah. Bareng Warga mengatakan, penerapan tarif pajak yang berlaku secara selektif ini perlu dikawal oleh pemerintah dan masyarakat hingga ada peraturan perundang-undangan yang lebih kuat.
Sebelumnya, Bareng Warga merupakan inisiator petisi daring yang isinya menolak PPN 12 persen. Per 2 Januari 2025, petisi yang dibikin pada 19 November 2024 itu telah ditandatangani oleh 200.811 orang. Petisi tersebut telah diserahkan kepada Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) tahun lalu, ketika puluhan orang melakukan aksi di Istana Kepresidenan, Jakarta pada 19 Desember 2024.
Koordinator Bareng Warga, Risyad Azhari, mengatakan pemberlakuan PPN 12 persen hanya bagi barang mewah merupakan kondisi “setengah menang”, setelah warga sipil menyuarakan penolakannya atas kebijakan itu.
“Walau memang terlalu mendadak, yang menyebabkan beberapa layanan atau produk menggunakan skema PPN 12 persen atau harga barang sudah naik di pasar atau supermarket,” kata Risyad kepada Tempo saat dihubungi pada Kamis, 2 Januari 2025.
Di penghujung tahun lalu, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan PPN 12 persen hanya dikenakan pada barang dan jasa mewah. Hal itu ia umumkan saat konferensi pers pada Selasa, 31 Desember 2024, setelah keputusan pemerintah menaikkan PPN mendapat penolakan dari masyarakat.
Pemerintah lalu mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang diundangkan pada hari yang sama. Di dalamnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatur PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan dasar pengenaan pajak, yang berarti sebesar 11 per 12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.
Sri Mulyani juga mengatur barang yang dikenakan tarif PPN 12 persen hanyalah barang yang tergolong mewah, yaitu berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Barang yang terkena PPnBM diatur dalam PMK Nomor 15 Tahun 2023.
Singkatnya, Sri Mulyani mengatakan PPN 12 persen dibatalkan. “PPN TIDAK NAIK…!” kata dia lewat unggahan di akun Instagram-nya pada 31 Desember.
Risyad mengatakan pemerintah harus berperan dalam mengawal transisi setelah batalnya kenaikan PPN 12 persen. Sebab, menurut pantauan Bareng Warga, layanan digital seperti YouTube hingga Google Play masih menggunakan tarif PPN 12 persen per pagi hari ini.
“Tentu pemerintah harus bertanggung jawab dan mengawal transisinya agar semua normal kembali dan konsumen tidak dirugikan,” kata Risyad.
Ia juga menilai ketentuan baru PPN 12 persen ini masih kurang kuat secara hukum, karena baru diatur dengan PMK. Koordinator Bareng Warga itu berharap ketentuan ini bisa tertuang dalam keputusan presiden (keppres) atau dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Menurut dia, formula penghitungan PPN mungkin berubah kapan saja jika peraturan perundang-undangan masih belum kuat. “Karena PMK ini kan rentan, bisa aja nanti tiba tiba dibikin 15 per 12 (formulanya), kan sangat mungkin terjadi,” ujar dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Aliansi Jogja Memanggil Gerudug Kantor Pajak, Serukan Pembatalan Kenaikan PPN 12 Persen
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini