Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

P2G Tidak Sepakat Penerapan Kembali Ujian Nasional

Koordinator P2G Satriawan Salim mengkritisi rencana Mendikdasmen Abdul Mu'ti yang ingin mengembalikan ujian nasional. Apa saja kritiknya?

2 Januari 2025 | 15.26 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah siswa tuna netra mengerjakan soal Ujian Nasional (UN) 2916 dengan huruf braile di Sekolah Luar Biasa Yayasan Anak-anak Tuna (SLB-B YAAT) Klaten, Jawa Tengah, 9 Mei 2016. ANTARA FOTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru atau P2G Satriawan Salim mengkritisi wacana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah atau Mendikdasmen Abdul Mu'ti kembali memberlakukan Ujian Nasional atau UN. Menurutnya, langkah tersebut sudah tidak relevan, terutama jika skema pelaksanaannya tetap sama seperti pada masa kepemimpinan Anies Baswedan dan Muhadjir Effendy sebagai Menteri Pendidikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jadi bagi kami kalau Ujian Nasional itu dilaksanakan skemanya sebagaimana zamannya Anies maupun zamannya Pak Muhadjir itu juga tetap tidak relevan karena fungsinya justru apa, mengulangi yang lama yang sebelumnya gitu," katanya kepada Tempo, Kamis, 2 Januari 2025.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Satriawan mengatakan sistem Ujian Nasional sebelum tahun 2014 memiliki risiko yang tinggi bagi siswa. Pasalnya, hal tersebut dijadikan sebagai indikator penentuan kelulusan.  "Ini tentu jelas kita tolak. Nah, dan dari pernyataan Pak Menteri pun bukan pola UN seperti itu yang akan dihidupkan," katanya.  

Namun, meski dengan pola Ujian Nasional (UN) yang berbeda atau tidak lagi menjadi penentu kelulusan, ia tetap mempertanyakan tujuan diadakannya kembali UN. Menurut Satriawan, jika UN dimaksudkan untuk memetakan kualitas pendidikan, hal tersebut tidak tepat dilakukan melalui ujian berbasis mata pelajaran.  

Satriawan menjelaskan bahwa ujian berbasis mata pelajaran dalam Ujian Nasional biasanya tidak mencakup semua mata pelajaran, sehingga berpotensi mendiskriminasi siswa yang berminat pada bidang di luar rumpun IPA dan IPS.  

"Kalau ujiannya tetap berbasis mata pelajaran, biasanya yang diujikan hanya tiga sampai empat mata pelajaran, bukan semua," ujarnya.  

Ia menambahkan bahwa dalam struktur Kurikulum Merdeka, siswa memiliki fleksibilitas untuk memilih empat hingga lima mata pelajaran tanpa pembagian rumpun IPA dan IPS.  "Nah, lantas mata pelajaran apa yang harus dipilih dari empat atau lima tadi selain kalau yang wajib umum jelas ya Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. Terus apa lagi satu lagi gitu loh," ujarnya.  

Oleh karena itu, jika tujuan pemerintah adalah untuk memetakan kompetensi, seharusnya yang dipetakan adalah keterampilan dasar, yaitu literasi dan numerasi. Salah satu cara untuk melakukannya adalah melalui Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) yang saat ini sudah diterapkan.  

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengatakan kementeriannya akan menerapkan sistem evaluasi belajar baru pada tahun ajaran 2025/2026 sebagai pengganti Asesmen Nasional. Sistem yang baru ini, kata Mu’ti, akan berbeda dari sistem evaluasi yang pernah diterapkan sebelumnya.  

“Pada akhirnya kami akan memiliki sistem evaluasi baru yang berbeda dengan sebelumnya. Tapi sistem evaluasi baru yang berbeda itu seperti apa, tunggu sampai kami umumkan,” kata Abdul Mu’ti kepada wartawan di Kantor Kemendikdasmen pada Selasa, 31 Desember 2024.  

Soal nama dan bentuk dari sistem evaluasi baru ini, Mu’ti masih enggan membocorkannya sampai ada pengumuman resmi. Menurut Mu’ti, bentuk evaluasi belajar bisa bermacam-macam. Dia mencontohkan sepanjang sejarah beberapa yang pernah diterapkan adalah Ujian Penghabisan, Ebtanas, Ujian Nasional, sampai Asesmen Nasional.  

Sejak 2021, pemerintah di bawah arahan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim telah meniadakan Ujian Nasional dan menggantinya dengan Asesmen Nasional yang bertujuan untuk mengevaluasi mutu pendidikan serta hasil pembelajaran. Asesmen Nasional terdiri dari Asesmen Kompetensi Minimum, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.  


Anastasya Lavenia Y dan Daniel A. Fajri berkontribusi dalam tulisan ini.  

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus