Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANGAN enam puluh meter persegi itu penuh sesak. Tak tersisa satu pun tempat duduk, meski sahibul hajat menyediakan belasan kursi dan sofa merah. Tiga puluhan aktivis dan mahasiswa memenuhi ruangan, sebagian sambil merokok.
Haris Rusli Moti, Ketua Forum Kepemimpinan Pemuda Indonesia, mengakhiri rapat di pojok kompleks rumah toko di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, itu Senin pekan lalu. Pertemuan akan dilanjutkan esoknya di Universitas Nasional dan Universitas Indonesia. ”Kita mulai prakondisi,” katanya.
Tiga hari kemudian, notulensi rapat antara Petisi 28 dan purnawirawan militer serta kepolisian beredar di Internet. Disebutkan ihwal ”rapat kedua”, pada 3 Januari di Bulak Rantai, pukul 19.30. Nama peserta rapat hanya dicantumkan dalam inisial.
Tercantum, misalnya, ANS (HMI), HR (FKPI), MP (Repdem), AJB (Papernas), LHAA (LMND), JM (Doekoen Coffee), BH (UI), AKF (Aktivis 98), VR (GMNI), HM (Doekoen Coffee), PMKRI, FAM UI, TA (IMM), GJA (penulis buku Gurita), ETG (Aktivis 98), SK (Aktivis 98), SD (IGJ), GG (FKPI), IDL (Jaman). Juga beberapa purnawirawan: SS, TS, HD, GK, AD, SM, AN, AU, HW, ID, KS, EP, FX, SM, SP, dan MA.
Meski tak jelas kesahihannya, dokumen itu memuat rencana aksi menyikapi seratus hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Intinya adalah kesepakatan mengungkap berbagai skandal melalui media. Penggerak Petisi 28 akan membentuk posko untuk menggalang aksi besar-besaran.
PETISI 28 lahir pada 28 Oktober tahun lalu di Kafe Galeri, kompleks Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Kelompok ini dimotori Haris Rusli Moti, yang juga pemrakarsa terbitnya buku Membongkar Gurita Cikeas. Dalam Petisi bergabung beberapa politikus dan aktivis.
Di sana ada Hatta Taliwang (mantan anggota DPR dari PAN), Permadi (anggota Dewan Penasihat Partai Gerindra), Adhie Massardi (pemimpin Komite Indonesia Bangkit), Boni Hargens (pengamat politik Universitas Indonesia), dan Ray Rangkuti (aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi).
Haris Rusli, mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik, belakangan ini aktif lagi menggalang aksi. Padahal sejak dua tahun lalu ia sibuk mengurusi kantor konsultan investigasi di ruko tiga lantai yang ia sewa Rp 100 juta per tahun itu. Haris akan menggerakkan massa ke Istana dan gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis pekan ini. Tuntutannya: Yudhoyono turun.
Kelompok Petisi 28 lebih sering muncul setelah buku Membongkar Gurita Cikeas beredar. Awal Januari lalu, kelompok ini menggelar deklarasi menolak mobil mewah, yang dihadiri mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal (Purn.) Tyasno Sudarto.
Dalam pertemuan itu, Tyasno meminta rakyat bersikap. ”Jalannya cuma satu, revolusi!” katanya, disambut tepuk tangan. Beberapa kali Tyasno juga diundang menghadiri acara di Doekoen Coffee. Kepala Badan Intelijen Strategis 1999 ini sejak dulu keras menentang Yudhoyono, juniornya.
Pada 2007, Tyasno dan rekan-rekan sesama purnawirawan TNI menggalang Gerakan Revolusi Nurani. Satu dasawarsa lalu, ia pula yang meminta Yudhoyono pensiun dini dari TNI setelah menjabat Menteri Pertambangan dan Energi.
Tyasno kini merapat ke kalangan aktivis. ”Dia sering membantu anak-anak bikin diskusi,” kata Hariman Siregar, mantan aktivis Malari. Kepada Tempo, Tyasno mengaku menyokong sejumlah aksi. Ia mengklaim sudah membuat jaringan yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan basis terkuat di Pulau Jawa. ”Aksi 28 Januari itu baru pemanasan,” katanya sesumbar.
Sumber Tempo di kalangan aktivis menyebutkan, ada beberapa pensiunan perwira tinggi yang ikut bersuara keras. Mereka antara lain Marsekal Madya (Purn.) Ian Santoso Halim Perdanakusuma, Laksamana Pertama (Purn.) Mulyo Wibisono, dan mantan Komandan Korps Marinir TNI Angkatan Laut Letnan Jenderal (Purn.) Suharto. Ketika dihubungi, Jumat pekan lalu, Ian Santoso mengaku ”nggak ikutan”. Mulyo Wibisono dan Suharto tak aktif telepon selulernya.
Tentang pendanaan aksi, ”Kita gotong-royong, urunan,” kata Tyasno. Tanpa menyebut nama, ia menceritakan ada orang yang mengiming-imingi akan jadi sponsor. ”Tapi kami tolak, keluar konteks nanti,” katanya. Haris Moti juga membantah dukungan finansial dari Tyasno dan rekan-rekannya.
Pertemuan Bulak Rantai pun dibantah Haris. ”Enggak ada itu,” katanya. ”Dokumen itu bukan dari kita.” Haris mengatakan, dana operasional digalang melalui kotak amal yang diedarkan di kampus-kampus. Beberapa mantan aktivis menyumbang Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. Kekurangannya ditutup dari penjualan buku Membongkar Gurita Cikeas. ”Keuntungannya buat selebaran, spanduk, dan pertemuan.”
Haris menuturkan, buku Membongkar sengaja diluncurkan untuk menaikkan suhu, sebelum aksi 28 Januari. Sejak itu, beberapa aksi dan diskusi di kampus intensif dilakukan. Dalam sepekan, setidaknya ada tiga pertemuan di tempat berbeda. ”Kami menghindari rapat-rapat besar,” katanya.
Bila dipetakan, ada lima kelompok orang yang akan ”kumpul-kumpul” di dekat Istana dan Gedung Dewan, 28 Januari nanti. Mereka adalah Gerakan Indonesia Bersih, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak), Petisi 28, Benteng Demokrasi Rakyat, Gempar, dan sejumlah kelompok lain yang tidak terlalu signifikan.
Kelompok paling besar adalah Gerakan Indonesia Bersih, yang dibintangi sejumlah tokoh seperti Din Syamsuddin, Hasyim Muzadi, Ali Mochtar Ngabalin, Effendi Gazali, dan Usman Hamid. Kompak digerakkan oleh Ray Rangkuti dan Fadjroel Rahman. Kelompok Bendera dimotori Adian Napitupulu.
Tak satu pun kelompok aksi yang berani mengklaim jumlah massanya. Begitu pula Haris. Meski mengusung agenda menurunkan Yudhoyono dari kursi presiden, katanya, aksi ini baru percobaan, yang puncaknya akan digalang beberapa bulan ke depan. ”Tidak mau terlalu dini,” kata Haris.
Hariman Siregar mengatakan, agenda yang akan diusung berbeda karena tiap kelompok tidak berkaitan. Tiap kelompok masih menunggu hasil Panitia Khusus Angket Bank Century, pertengahan Februari nanti. ”Ini baru test case,” kata Adian Napitupulu. ”Seperti memisahkan minyak dari air.” Maksudnya, ”Nanti baru ketahuan siapa di pihak mana.”
Ninin Damayanti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo