Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=#FF9900>PROGRAM 100 HARI PEMERINTAH </font><br />100 Hari demi Reputasi

Untuk membangun citra, Presiden mengejar penyelesaian program jangka pendek. Tak semua bisa dirasakan publik.

25 Januari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELASAN lelaki dan perempuan berbaju batik yang semula asyik mengobrol itu mendadak berlari berhamburan. Melewati sela-sela puluhan sedan hitam Toyota Crown Royal Saloon di lapangan parkir kantor wakil presiden, para ajudan menteri itu menjemput juragan mereka yang baru selesai sidang kabinet.

Jumat sore pekan lalu pembantu presiden itu baru saja menghadiri pertemuan dengan Wakil Presiden Boediono untuk membahas program 100 hari pemerintah. Pertemuan yang membahas program tersebut makin gencar menjelang 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang dalam versi pemerintah jatuh pada 1 Februari mendatang.

Dua hari sebelumnya tiga menteri koordinator bertamu ke rumah dinas Boediono dan membahas hal yang sama. ”Belakangan ini dalam sidang kabinet Presiden juga semakin sering menanyakan soal program 100 hari,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring. Boediono meminta informasi soal program 100 hari disebarkan seluas-luasnya. Wakil Presiden menganggap program tersebut selama ini kurang tersosialisasi.

Sebetulnya pemerintahan Yudhoyono sudah menggelar acara akbar National Summit pada akhir Oktober tahun lalu untuk mensosialisasikan program 100 hari. Namun perhelatan itu tertutup kasus perseteruan ”cicak versus buaya” antara kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kini menjelang tenggat 100 hari, Boediono memerintahkan sosialisasi program lebih gencar dilakukan. Menteri dimintanya bicara di media. ”Masyarakat perlu paham soal program 100 hari. Kalau cuma jadi konsumsi menteri tidak ada gunanya,” kata Boediono seperti ditirukan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dalam keterangan pers seusai sidang kabinet.

l l l

SELEPAS kemenangan pasangan SBY-Boediono dalam pemilihan presiden pertengahan tahun lalu, rumah di Jalan Jambu 51, Menteng, Jakarta Pusat, hiruk-pikuk. Bekas pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi Erry Riyana Hardjapamekas dan trio ekonom Raden Pardede, Chatib Basri, M. Ikhsan termasuk yang paling sering hadir di sana. Selama hampir dua bulan mereka menggodok program prioritas kabinet Yudhoyono—100 hari, setahun, dua tahun, dan lima tahun pemerintahan.

Program 100 hari buatan ”Tim Jalan Jambu” itu diadopsi Yudhoyono menjadi 45 program pokok Kabinet Indonesia Bersatu II, yang diperinci dalam 129 rencana aksi. Kepala suku Tim Jalan Jambu, Kuntoro Mangkusubroto, belakangan terpilih menjadi Ketua Unit Kerja Presiden Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. Unit ini bertugas memonitor pencapaian program pemerintahan.

Setiap sekretariat jenderal kementerian diwajibkan melaporkan perkembangan mutakhir rencana aksi departemen masing-masing dalam rentang waktu 30, 50, 75, dan 100 hari. Laporan itu dikirim ke sebuah situs intranet yang tertutup untuk publik. Laporan pembangunan infrastruktur dan pembuatan bangunan mesti dilengkapi foto dan koordinat lokasi.

Tim Kuntoro lalu mengevaluasi setiap rencana aksi dan memberikan peringkat keberhasilan. Dalam sistem intranet itu departemen yang programnya melebihi target diberi warna biru. Yang pas banderol warna hijau. Warna kuning untuk program yang selesai tapi tak memuaskan dan merah bagi yang mengecewakan sama sekali.

Kuntoro melaporkan evaluasi itu setiap hari kepada Boediono dan sebulan sekali kepada Presiden Yudhoyono. Laporan ini kemudian dibahas di sidang kabinet. Menurut sumber Tempo, banyak menteri yang mukanya merah ketika unit kerja pimpinan Kuntoro memaparkan hasil evaluasi mereka. Soalnya, klaim para menteri kerap tak sesuai dengan fakta lapangan. ”Sampai rapat evaluasi hari ke-75 pun masih ada saja menteri yang kaget,” kata sumber Tempo. ”Muka menterinya merah karena ditertawakan menteri lain dan ditegur Presiden.”

Kuntoro memang tak jarang mengirim tim ke lokasi untuk mengecek. Bekas Ketua Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias itu mencontohkan ada pasar yang dilaporkan kepada Presiden sudah rampung dibangun. Nyatanya, kios memang tegak berdiri tapi jalan ke sana masih belum selesai. Contoh lain, ada ruas jalan yang selesai dibangun tapi beberapa jembatan penghubung masih centang-perenang. Semua fakta ini dipotret dan dipaparkan di sidang kabinet.

Ada pula menteri yang merasa programnya sudah beres tapi tetap saja hasilnya jeblok. Usut punya usut, ternyata program itu diselesaikan melewati tenggat. Kuntoro memang tak mentoleransi keterlambatan. Pada hari ke-100 nanti, laporan yang lewat dari pukul 23.59 otomatis bernilai merah.

Hari-hari ini para menteri pontang-panting mengejar target dalam sisa waktu yang tinggal sedikit. Jika lalai, mereka khawatir melanggar kontrak politik yang disodorkan Yudhoyono pada saat seleksi menteri dulu. Presiden Yudhoyono meminta setiap menteri meneken pernyataan sanggup menyelesaikan program 100 hari. Jika tidak, mereka siap dipecat.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, misalnya, melemburkan anak buahnya untuk mencapai target perbaikan 200 peraturan retribusi daerah yang bermasalah. ”Memang harus kerja ekstra. Kalau tidak sesuai atau terlambat satu hari saja akan ditegur,” katanya. Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring setali tiga uang. Saat ini program departemennya yang belum selesai adalah pengadaan telepon di 25 ribu desa di seluruh Indonesia. Proyek itu macet di Papua.

Dikejar tenggat, para menteri ngos-ngosan juga. Terhadap program yang mustahil rampung dengan cepat, mereka meminta dispensasi. Perubahan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, misalnya. Seorang menteri bercerita, untuk menghindari nilai buruk, para koleganya ramai-ramai membujuk Presiden agar target program diturunkan. Yudhoyono dalam sidang kabinet 14 Januari lalu setuju. Semula keputusan presiden itu akan dirampungkan sebelum Februari. Kini yang bakal dibereskan cuma draf finalnya.

l l l

MESKI di atas kertas program 100 hari relatif sempurna, publik tidak sepenuhnya bisa merasakan hasilnya di lapangan. Soalnya, dari 129 rencana aksi, hanya 30 yang berupa proyek yang bisa dilihat—misalnya pembangunan pasar atau instalasi air minum.

Selebihnya berbentuk rencana kerja, pemetaan, penyusunan peraturan, dan pembentukan lembaga baru. Dalam program pemberantasan mafia hukum, misalnya, target pencapaian dalam 100 hari hanya pembentukan tim pengawas proses penyidikan dan penuntutan, serta penyusunan dokumen pakta integritas bagi penyidik dan penuntut. Tidak disebut-sebut soal tindakan hukum terhadap penyidik nakal dan mereka yang dianggap makelar kasus.

Beberapa program juga kelanjutan dari era pemerintah sebelumnya. Pemulangan tenaga kerja bermasalah dari Malaysia dan negara Timur Tengah, misalnya, adalah program rutin Departemen Tenaga Kerja. Program Badan Pertanahan Nasional menyediakan layanan sertifikasi tanah bergerak bahkan sudah dijalankan sejak Juli 2009. Dalam 100 hari pemerintahan, Badan Pertanahan hanya menargetkan penambahan armada.

Kuntoro tak membantah bahwa program jangka pendek ini memang berisi program yang sudah pasti bisa dicapai dalam 100 hari—sesuatu yang disebutnya quick wins. Namun, katanya, dalam 100 hari ini ada upaya membuka sumbatan yang bertahun-tahun tak rampung. Ada pula program yang menjadi fondasi bagi program lain. ”Orang bisa menggampangkan program yang quick wins, tapi mengatasi sumbatan proyek yang tak jalan bertahun-tahun itu tidak mudah.”

Tifatul Sembiring malah menyebut program 100 hari lebih banyak pada penyusunan peraturan dan strategi. ”Programnya memang lebih pada membangun reputasi dan kepercayaan publik,” ujarnya. ”Kalau mau konkret, ya, memang tidak di seratus hari,” katanya lagi.

Oktamandjaya Wiguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus