Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color="navy">MAKELAR KASUS</font><br />Runyam Komisi Karena Yudi

Komisi Pemberantasan Korupsi kesulitan membuktikan hubungan para makelar kasus dengan orang dalam. Anak Bibit Samad Rianto tak terjerat.

22 Maret 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERCAKAPAN ayah dan anak itu persis pemeriksaan penyidik kepada tersangka korupsi.

”Kamu ada kuitansi juga?” tanya si bapak.

”Kuitansi? Gila apa?” jawab si anak.

”Atau bawa mobil Bapak ke Bellagio.”

”Weh, ada-ada saja.”

Sang bapak adalah Bibit Samad Rianto, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Si anak: Yudi Prianto, orang yang ditengarai sebagai makelar kasus korupsi di lembaga ayahnya. Yudi menceritakan percakapan sekitar November 2009 itu kepada Tempo bulan lalu. Bibit khawatir anaknya membuat kuitansi ketika ”bertransaksi” dengan para tersangka korupsi yang ”dibantunya”.

Salah satu klien itu adalah Amoriza Harmonianto alias Obi. Laki-laki 53 tahun itu ditahan polisi akhir tahun lalu karena meneken tanda terima uang Rp 3,89 miliar. Ini duit untuk mengurus perkara dugaan korupsi Saleh Abdul Malik, Komisaris PT Altelindo Karyamandiri. Saleh diduga menggelembungkan proyek sistem manajemen pelanggan PLN Jawa Timur pada 2004-2008. Obi tak bisa berkelit karena kuitansi itu. Adapun Yudi dilaporkan memakelari kasus yang sama dengan tersangka bekas General Manager PLN Jawa Timur Hariadi Sadono.

Yudi tak sempat menerima uang dari Hariadi karena tak kunjung sepakat menentukan harga. Ia minta Rp 1,5 miliar, sedangkan kubu Hariadi menawar Rp 500 juta. Tapi rekaman pesan pendek dan kesaksian para pelaku menyebutkan Yudi menawarkan bantuan mengurus kasus korupsi berbekal nama dan jabatan ayahnya. Investigasi Tempo menemukan korban Yudi tak hanya satu-dua orang (lihat ”Mafia di Gerbang KPK”, Tempo, 8-14 Maret 2010).

Munculnya nama Yudi Prianto di deretan makelar kasus menampar muka Komisi Pemberantasan Korupsi. Padahal, tahun lalu, publik mengelu-elukan Komisi ketika lembaga ini berseteru dengan kepolisian. Dua wakilnya, Bibit Samad dan Chandra Hamzah, sempat mendekam di sel karena diduga menerima duit suap—tuduhan yang kemudian tak bisa dibuktikan polisi. ”Terus terang kami risi, seolah-olah benar mafia bekerja dengan orang KPK,” kata Tumpak Panggabean, Pelaksana Tugas Ketua KPK.

Pengawas Internal Komisi sudah memeriksa anak sulung Bibit ini. Kepada Pengawas, Yudi mengakui semua perbuatannya. Termasuk ketika ia menemui Wali Kota Manado Jimmy Rimba Rogi, yang tersangkut kasus korupsi anggaran pendapatan dan belanja daerah. Yudi tak menyangkal disebut-sebut menerima Rp 500 juta ongkos mengurus perkara itu. Namun Bibit membantah anaknya menerima uang. ”Dia sudah diperiksa pengawas internal, tapi tak ada bukti dia jadi makelar kasus,” katanya.

Penyidik KPK tampaknya kesulitan membuktikan dan menemukan hubungan para makelar dengan pejabat Komisi. Para broker memang sering menyebut nama Deputi Bidang Penyidikan Ade Rahardja ketika menemui para tersangka. Obi, misalnya, mengenal Ade melalui Ary Muladi, pengusaha Surabaya yang juga dimintai tolong oleh Anggodo Widjojo meneruskan uang suap Rp 5,1 miliar kepada pimpinan KPK. Anggodo adalah adik Anggoro Widjojo, buron yang kasusnya sedang disidik Komisi. Kepada Tempo, Ary menyangkal mengenal Obi, tapi kepada penyidik ia tak memungkiri berkawan dengan laki-laki ini.

Ary Muladi mengaku pernah bertemu dengan Ade Rahardja sewaktu jenderal polisi ini menjabat Kepala Direktorat Reserse Kepolisian Daerah Jawa Timur pada 2002-2003. ”Ketemu sekali, waktu beliau dilantik,” katanya. Ade tak menyangkal pernah bertemu dengan Ary, tapi ia tak ingat waktu persisnya. ”Saya ketemu banyak orang. Ary Muladi ini tak ada di memori saya,” katanya.

Pengakuan ini dipatahkan Sigit Winarno, anggota staf Ade di Kepolisian Jawa Timur. Sigit bekerja sebagai anggota staf Kepala Direktorat Reserse pada 1990-2007. Ia bertugas menerima tamu dan memeriksa surat yang masuk untuk bosnya. ”Seingat saya, empat kali lebih Ary Muladi menemui Pak Ade Rahardja,” katanya ketika diperiksa penyidik Oktober tahun lalu. Menurut Sigit, tiap kali bertamu, Ary mengobrol dengan Ade selama 30-60 menit. Alih-alih menjawab, ketika dimintai konfirmasi, Ade Rahardja malah memberikan keterangan off the record.

Tapi pengakuan-pengakuan ini belum bisa dijadikan laso oleh Komisi untuk menjerat Ade atau Ary. Apalagi Ary mencabut keterangannya semula soal penyerahan uang Anggoro kepada pimpinan KPK di Apartemen Bellagio, Kuningan. Menurut Tumpak Panggabean, penyidik sudah memeriksa semua provider yang nomor teleponnya dipakai keduanya. ”Rekaman asli sudah diperiksa. Tak ada hubungan di antara mereka.”

Bagja Hidayat, Yuliawati, M. Nafi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus