Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden: Pengemplang Pajak Pengkhianat
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono menyebut para pengemplang pajak pengkhianat rakyat. ”Wajib pajak yang berdisiplin adalah pahlawan,” katanya ketika memberikan pengarahan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Kamis pekan lalu. ”Wajib pajak yang lalai mencederai dan mengkhianati rakyat.”
Presiden mengimbau para pengemplang pajak memenuhi kewajiban mereka. ”Patuhi konstitusi, dan patuhi perhitungan sebenarnya,” katanya. Dalam acara penyerahan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak 2009 itu, Presiden berharap penerimaan negara dari pajak bisa mencapai 70-80 persen. Menurut dia, angka seperti itu lazim di negara maju. Demi mewujudkan rasio penerimaan pajak itu pula, Presiden meminta petugas pajak meningkatkan kinerja pelayanan. ”Apa yang kita terima dari masyarakat harus kita gunakan sebaik-baiknya, sampai pada sasaran yang tepat,” ujarnya.
KPK Ditekan Soal Anggaran
KETUA Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana mengatakan ancaman pemangkasan anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan tekanan terhadap institusi penegak hukum. Seharusnya Dewan memberikan kesempatan kepada Komisi bekerja mandiri. ”Tak bijak menekan KPK,” kata Denny, Senin pekan lalu.
Sejumlah anggota Dewan mengusulkan pemangkasan anggaran kalau Komisi mengabaikan rekomendasi Panitia Khusus Bank Century. Wacana pemotongan anggaran itu muncul karena Komisi dinilai lamban menindaklanjuti kasus Century. ”Kalau KPK tidak perform, bisa dimainkan anggarannya,” kata inisiator hak angket Century dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Eva Kusuma. Anggota Komisi Hukum Golkar, Nudirman Munir, melihat gejala Komisi mulai berpolitik dalam kasus Bank Century. Indikasinya, Komisi menangani kasus Century secara tertutup, tak seperti Panitia Khusus Dewan.
Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengatakan pemotongan anggaran merupakan kewenangan Dewan. Menurut dia, kinerja KPK tak berdasarkan tekanan politik atau intervensi pihak mana pun. ”Kami tak terpengaruh oleh tekanan,” ujarnya.
Robert Tantular Tersangka Kasus Misbakhun
MARKAS Besar Kepolisian Republik Indonesia menetapkan Robert Tantular dan Kepala Bank Century Cabang Senayan Linda Wangsa Dinata sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan letter of credit (L/C) Bank Century yang berkaitan dengan politikus Partai Keadilan Sejahtera, Mukhamad Misbakhun. ”Ya, benar ada dua tersangka,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi, Kamis pekan lalu.
Menurut Direktur II Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigadir Jenderal Raja Erizman, Robert dan Linda jadi tersangka karena ada kejanggalan dalam pencairan L/C senilai US$ 22,5 juta yang diterima perusahaan Misbakhun. Menurut Raja, impor tidak terjadi, tapi dana tetap dicairkan. ”Berarti impornya yang fiktif,” katanya.
Dalam laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan disebutkan, PT Selalang Prima milik Misbakhun adalah satu dari sepuluh debitor penerima fasilitas kredit pembiayaan impor (L/C) senilai total US$ 177,8 juta. Kredit itu belakangan macet dan pengucurannya penuh kejanggalan. Padahal, per 31 Desember 2008, kerugian Century mencapai US$ 172 juta atau Rp 1,88 triliun. Bolong inilah yang ditutup oleh penyertaan modal sementara Lembaga Penjamin Simpanan ke Century senilai Rp 6,76 triliun.
Menurut Raja, kepolisian sudah memanggil Misbakhun, tapi mengalami kesulitan. ”Karena dia anggota DPR, harus ada izin Presiden dalam proses pemanggilannya,” kata Raja. Zainuddin Paru, kuasa hukum Misbakhun, memastikan kliennya siap memenuhi panggilan polisi.
MA Kurangi Vonis Aulia 1 Tahun
MAHKAMAH Agung mengurangi setahun vonis Aulia Pohan. Vonis mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu menjadi tiga tahun, setelah dia divonis empat tahun penjara pada tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. ”Pertimbangannya, kebijakan yang dilakukan Dewan Gubernur bersifat kolegial,” ujar Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung, Nurhadi, Kamis pekan lalu.
Mahkamah juga mengurangi setahun hukuman tiga terpidana lain: Maman Soemantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjudin. Sebelumnya, pada persidangan tingkat pertama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Aulia, Maman, Bun Bunan, dan Aslim divonis 4 tahun 6 bulan. Mereka dinilai majelis hakim terbukti mengkorupsi dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia sebesar Rp 100 miliar.
Penasihat hukum Aulia cs, Otto Cornelis Kaligis, menyatakan mengajukan permohonan peninjauan kembali atas putusan kasasi tersebut. Kaligis berkukuh kliennya tidak bersalah. ”Sebab, klien kami bukan pelaksana, melainkan berada pada tingkat pengambil kebijakan,” ujarnya, Kamis pekan lalu.
MK: Rekrutmen Pengawas Tugas Bawaslu
MAHKAMAH Konstitusi memutuskan Komisi Pemilihan Umum tidak lagi berperan dalam proses seleksi anggota panitia pengawas pemilu. ”Prosedur rekrutmen yang demikian tidak memenuhi sifat mandiri sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945,” kata hakim konstitusi Akil Mochtar, Kamis pekan lalu.
Menurut Mahkamah, guna menjamin kepastian hukum dan menghindari kerusuhan dalam penyelenggaraan pemilu, cukup Badan Pengawas Pemilu yang mencalonkan dan mengangkat anggota panitia pengawas. Meski begitu, Mahkamah tidak mengabulkan permohonan Badan Pengawas mencabut atau memperbaiki pasal tentang komposisi Dewan Kehormatan.
Ketua Badan Pengawas Pemilu Nur Hidayat Sardini menyatakan, dengan putusan Mahkamah soal pembentukan panitia pengawas pemilu, 192 panitia pengawas daerah yang sudah dilantik Badan Pengawas memiliki legitimasi. Anggota Komisi Pemilihan, Andi Nurpati, meski menerima putusan soal perubahan undang-undang, menilai putusan Mahkamah itu masih menyisakan sejumlah pertanyaan. ”Misalnya, bagaimana dengan perekrutan oleh KPU yang kini sedang berjalan, apakah akan dihentikan,” kata Andi, Kamis pekan lalu.
Dua Janda Pahlawan Terancam Pidana
DUA janda pejuang Tentara Pelajar berusia 78 tahun, Soetarti Soekarno dan Roesmini Koesnaeni, terancam hukuman dua tahun penjara atas tuduhan sabotase rumah dinas milik Perum Pegadaian dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu pekan lalu.
Jaksa penuntut umum Ibnu Su’ud mengenakan Pasal 12 ayat 1 juncto Pasal 36 ayat 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman serta Pasal 167 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penyerobotan tanah kepada keduanya. ”Sesuai dengan keterangan pelapor dari Perum Pegadaian yang merupakan pihak yang keberatan,” ujarnya, Rabu pekan lalu.
Pengacara Soetarti dan Roesmini, Alqifari Aqso, menyatakan dakwaan jaksa seharusnya tidak dapat diterima. ”Karena harus menghormati proses hukum sebelumnya,” kata Alqifari. Sebelumnya, Soetarti dan Roesmini pernah mengajukan proses hukum melalui pengadilan tata usaha negara.
Kasus ini bermula dari niat keduanya membeli rumah dinas Perum Pegadaian yang telah ditempati hampir 60 tahun. Pada 20 Agustus 2008, Perum Pegadaian mengeluarkan surat perintah pengosongan rumah dinas kepada keduanya, tapi mereka menolak. Kemudian Perum Pegadaian melaporkan mereka ke Kepolisian Resor Jakarta Timur dengan tuduhan penyerobotan lahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo