Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi, di balik kesibukannya, Xanana masih berupaya tampak rileks. Saat ditemui wartawan TEMPO Ahmad Taufik dan Andari Karina Anom, Jumat pekan lalu, bekas wartawan A Vos de Timor (Suara Timor) dan panglima perang tentara perlawanan rakyat Tim-Tim (Falintil) yang ditahan sejak 20 November 1992 itu hanya mengenakan kaus abu-abu tanpa kerah. Keningnya tampak berkerut ketika ia menyinggung tindak kekerasan militer di Bumi Lorosae. Berikut ini petikannya.
Kabarnya, militer pesimistis pro-otonomi akan memenangi jajak pendapat ini. Bagaimana menurut Anda?
Saya kira laporan itulah yang benar. Mereka (kelompok pro-otonomi) sudah berusaha membuktikan bahwa hasil jajak pendapat ini akan fifty-fifty. Seharusnya mereka jangan kasih uang, kasih makan, apalagi mengintimidasi untuk mencapai hasil yang imbang. Kami sudah mendapatkan sinyal dari pihak pro-otonomi, hasil jajak pendapat itu bukan merupakan keputusan terakhir. Mereka masih menunggu keputusan MPR. Mereka juga tahu akan kalah telak. Kalau dibilang 40 persen, dan semua distrik di perbatasan sudah dikuasai milisi, itu tidak benar. Sebab, milisi itu bukan orang Tim-Tim, tapi didatangkan dari luar.
Jadi, bagaimana kemungkinan hasil akhir jajak pendapat?
Saya tahu akhir-akhir ini banyak kesulitan, misalnya banyak pengungsi yang sudah lari lagi ke Atambuakota di perbatasan Tim-Tim. Ada juga pengungsi yang keluar dari tempat pemungutan suara (TPS) karena takut. Mungkin saja mereka tidak bisa ke TPS untuk melakukan voting.
Benarkah pemimpin milisi Aitarak pro-otonomi, Enrico Gueterres, menemui Anda untuk bernegosiasi?
Secara prinsip, mereka tidak mau berbicara tentang masalah ini. Sebab, mereka masih menunggu keputusan MPR, sehingga mereka tidak mau membicarakan sesuatu yang belum dipastikan.
Kenapa kekerasan masih saja terjadi belakangan ini?
Itu dilakukan dalam rangka jajak pendapat. Ada usaha-usaha terakhir untuk memblokir, merusak, dan ini bukan tindakan mereka yang terakhir. Sebab, mereka tahu rakyat Tim-Tim tidak akan merusak. Saya tahu itu. Sebelum pembantaian di Liquica dan Dili, mungkin saja banyak orang yang mau memilih otonomi. Tapi, karena teror, dan mereka sudah membunuhi rakyat, mereka nanti tidak mau memilih otonomi. Rakyat akan memilih merdeka. Itu terjadi karena perbuatan mereka sendiri.
Apakah Anda melihat iktikad baik Jakarta untuk menyelesaikan masalah ini?
Ini terjadi karena tindakan dari (Panglima TNI) Wiranto sendiri. Kalau Wiranto tidak bisa menghentikan kekerasan yang terjadi, dia bukan seorang jenderal. Namun, saya tahu dia bisa melakukan itu. Hanya, Wiranto masih mau bertahan.
Apa saja yang Anda sampaikan untuk para pejuang CNRT?
Saya minta semua tetap menenangkan diri, mengontrol rakyat. Pemuda-pemuda CNRT harus bersikap sesuai dengan sikap politik kami, tanpa kekerasan. Saya minta semua rakyat tetap mempersiapkan diri tanpa ketakutan. Sebab, dunia internasional sekarang ada di belakang kami. Merekalah yang akan meyakinkan pemerintah Indonesia. Inilah kesempatan terakhir untuk membuktikan cukuplah sudah perjuangan kami, tak ada lagi kekerasan.
Pemerintah berencana membebaskan Anda pada 15 September, setelah jajak pendapat. Anda yakin bakal bebas?
Saya sudah tidak percaya lagi kepada pemerintah soal 15 September itu. Kepada 200 juta rakyat Indonesia saja mereka bisa berbohong terus setiap hari, apalagi kepada warga Timor Timur, yang cuma ratusan ribu orang. Kami merasa sudah hopeless kepada pemerintah Indonesia.
Benarkah UNAMET berpihak pada kelompok prokemerdekaan?
Masalah ini kompleks. Dulu rakyat ditindas, tidak punya suara, tidak punya hak. Namun, datang UNAMET dan bilang semua punya hak dan kesempatan yang sama. Itu sebabnya rakyat merasa ada yang berpihak. Posisi kini menjadi terbalik. Dulu kelompok prointegrasi dan TNI berada di atas, kini kelompok prokemerdekaan yang berada di atas angin. Kami tahu TNI juga ikut dalam kelompok pro-otonomi. Namun, kami diam saja dan menerima semuanya. Kami hanya berjaga-jaga dan berhati-hati dalam setiap tindakan. Saya nilai UNAMET cukup fair dalam menjalankan tugasnya.
Jika benar-benar merdeka, apa yang Anda lakukan pertama kali setiba kembali di Tim-Tim?
Saya akan mencium tanah negeri saya begitu menginjakkan kaki di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo