Dili, ibu kota Timor Timur, kini mirip kota-kota di film cowboy. Jarang terlihat ada orang yang berani muncul di jalan-jalan. Segerombolan lelaki berkaus hitam anggota milisi Aitarak—pro-otonomi—terlihat petantang-petenteng membawa senjata ke mana-mana. Di kantong-kantong pendukung kemerdekaan, barisan bersenjata juga berjaga-jaga. Di jalan menuju Bandar Udara Komoro, Dili, anggota Aitarak merazia mobil penumpang, dengan senjata siap menembak. Bentrokan hanya soal waktu.
Dan bentrok itulah yang terjadi Kamis pekan lalu, di Desa Kuluhun, di barat Dili, yang merenggut enam korban sekaligus. Sabtu lalu, di Oekusi, Kabupaten Ambeno, baku tembak dua kelompok itu terjadi dan jatuh korban belasan orang luka berat. Paling tidak 40 rumah terbakar. Padahal, dua pekan selama kampanye, pihak pro-otonomi ke pangkuan Republik dan yang pro-kemerdekaan Timor Timur sudah mencoba tidak berbenturan.
Namun, pada putaran akhir kampanye pro-otonomi, bencana itu datang. Massa yang pulang dari kampanye di lapangan pramuka merobek poster Presiden Dewan Nasional Perlawanan Rakyat Tim-Tim (CNRT), Xanana Gusmao, di dalam kantor kelurahan. Melihat kelakuan seperti itu, penduduk setempat pendukung kemerdekaan marah, pawai pendukung otonomi ditimpuki batu. Massa pro-otonomi yang dikawal milisi Aitarak dan Barisan Merah Putih akhirnya menyerang balik. Rumah, motor, mobil milik warga setempat dibakar. Suara senapan menyalak, puluhan orang luka bersimbah darah. Empat orang yang diindetifikasi pro-kemerdekaan ditemukan tewas diterjang peluru. Satu di antaranya, Bernardino, dikabarkan ditembak polisi saat berusaha menyelamatkan diri. "Orang-orang kami dibunuhi milisi bersenjata tapi aparat diam saja," protes Leandro Isaac, koordinator CNRT Dili.
Kekerasan berbalas kekerasan. Pendukung pro-kemerdekaan membalas. Di jalan raya Becora mereka menyetop sebuah mobil Toyota Kijang berbendera Merah Putih. Tak ampun lagi, Apolinario Pinto dan saudaranya Virgilio Martize, bekas anggota DPRD Viqueque, jadi korban. Mereka tewas dengan kepala hampir lepas dari badan. Hanya seorang penumpang berusia 13 tahun, Francisco, yang selamat dari maut. "Kami protes keras atas tindakan yang dilakukan kelompok anti-otonomi," kata Lopez da Cruz dari pihak pro-otonomi.
Upaya meredam dicoba dilakukan. Dua kelompok yang sama-sama bersenjata itu dipertemukan dua kali pekan lalu di Dili dan Baucau. Hasil pertemuan itu: kedua pihak tidak boleh menenteng-nenteng senjata di luar kantong wilayah masing-masing. "Memang TNI dan Polri tidak bisa menjamin seratus persen soal keamanan bila melibatkan massa yang banyak. Masing-masing harus mampu menahan diri," imbauan Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigadir Jenderal Sudrajat.
Peristiwa di Desa Kuluhun pada Kamis itu akhirnya seperti menjadi noda dari kampanye damai menjelang jajak pendapat 30 Agustus. Sejak ulang tahun Falintil yang meriah dan sambutan warga Tim-Tim yang antusias dua pekan lalu, pihak otonomi seperti merasa "akan kalah" dalam jajak nanti. Apalagi, kabarnya, seorang perwira tinggi TNI yang bertugas di Tim-Tim memberikan laporan yang pesimistis ke Panglima TNI Jenderal Wiranto. Si pelapor tidak yakin jajak pendapat dimenangi pihak pro-integrasi. Dari pengamatannya, hampir semua kampung, terutama di daerah pinggiran hutan, dikuasai kelompok pro-kemerdekaan. Menurut laporan itu, pro-kemerdekaan ditaksir akan memenangi referendum yang diadakan Senin ini dengan perbandingan 60-40.
Pihak resmi TNI jelas membantah laporan itu. "Laporan itu mungkin datang dari pejabat-pejabat yang terkait, tetapi TNI tidak berandai-andai, tidak membuat prediksi," kata Brigjen Sudrajat.
Panglima Wiranto, menurut sumber TEMPO, masih meneliti laporan ramalan kalahnya pihak pro-otonomi itu. Laporan itu dianggap terlalu cepat mengambil kesimpulan. Sebab, hasil jajak pendapat baru akan diketahui dua pekan setelah pemungutan suara. Dan pascareferendum itulah masa yang paling gawat. Kemungkinan terjadi bentrokan antarkelompok di Tim-Tim diperkirakan makin serius. Sudrajat menegaskan bahwa TNI akan mempertahankan hasil jajak pendapat itu, apa pun hasilnya.
Jika kelompok pro-kemerdekaan menang, suasana kelihatannya bakal lebih runyam, apalagi setelah peristiwa berdarah di Desa Kuluhun tadi. PBB rupanya mencium kondisi gawat itu. Maka, polisi sipil PBB sudah ditambah dari 280 orang menjadi 460, dan perwira militer penghubung dilipatkan jumlahnya dari 50 orang menjadi 300 orang. "Selain menambah personel polisi sipil, kami juga mempersiapkan pasukan penjaga keamanan, mungkin juga kombinasi keduanya," kata Ketua United Nations Mission in East Timor (Unamet), Ian Martin.
Yang ditakutkan, seperti juga dalam pemilu nasional Indonesia, pihak yang kalah nanti akan sulit menerima kekalahannya. Kalau benar begitu, Dili yang penuh senjata itu benar-benar siap meletus.
Ahmad Taufik, Darmawan Sepriyossa (Jakarta), Purwani Diyah Prabandari dan Zed Abidin (Dili)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini