SAYA minta sekarang pak Adam bekerjalah. Harap ia mengurangi
tugas-tugasnya seperti membuka konperensi, menandatangani
prasasti, menerima tamu dan sebagainya seperti yang kerap
dilakukan selama ini. Sebaliknya ia harus lebih memusatkan diri
di bidang pengawasan seperti telah ditugaskan Presiden. Masalah
ini gawat, maka kita butuh Bung Adam." Yang ngomong ini Sabam
Sirait, Wakil Ketua Fraksi PDI di DPR pertengahan Pebruari lalu.
Wapres Adam Malik setelah dilantik hampir setahun lalu memang
seperti membuka pintu lebar-lebar. Tamunya tak kunjung berhenti,
begitu juga berbagai kegiatannya, termasuk membuka pameran foto.
Tapi itu tidak berarti tugas khususnya memimpin bidang
pengawasan dilupakannya. Buku tamunya belakangan ini sarat
berisi nama banyak pejabat, terutama di bidang penegakan hukum:
Jaksa Agung, Kapolri, Pangkopkamtib, Menteri Negara PAN dan juga
Menteri Negara PPLH Emil Salim. Apa rencana pak Adam?
"Tugas memimpin pengawasan secara menyeluruh ini seperti tepi
lautan yang tidak bisa dicapai," katanya pekan lalu pada TEMPO.
Menurut pendapatnya, yang terpenting adalah bagaimana
mengembalikan wibawa pemerintah yang sesudah 33 tahun tidak
menentu, hingga menimbulkan keresahan pada masyarakat. Dan
fokusnya pada masalah korupsi.
Sasaran pertama yang akan "ditembak" Adam Malik bukan masalah
korupsi. Karena "tidak akan ketemulah." Alasannya: Sudah 33
tahun, bermacam-macamlah akal manusia untuk menutupinya. Dasar
dari segala masalah itu adalah kepatuhan pada hukum. Untuk
itulah Wapres sejak Pebruari ini memulai pembicaraan "dari hati
ke hati" dengan beberapa pejabat tinggi. Apa hasilnya?
"Saya telah meminta pada Kapolri untuk memasang di tiap kantor
polisi papan tulis di tempat terbuka yang menyebutkan daftar
tahanan, alasan ditahan, kapan mulai ditahan dan sebagainya."
Tujuannya agar setiap orang mengetahui apakah
ketentuan-ketentuan hukum seperti batas lama penahanan
diperlakukan pada para tahanan itu. Demikian juga di tiap kantor
Kejaksaan dipasang papan yang serupa. "Kalau 2 hal ini sudah
dilakukan, itu sudah baik," kata Malik. Karena "tidak mungkin
kita sampai ke masalah korupsi sebelum bidang ini ditangani."
Kecuali langkah penertiban di bidang hukum, Wapres juga mulai
meningkatkan kegiatan pengawasannya melalui para Irjen. Caranya
dengan "memberi gigi" pada mereka. Banyak Irjen yang didapatinya
tidak diikutsertakan dalam kebijaksanaan departemen hingga
mereka kurang tahu tentang apa yang terjadi. "Irjen harus tahu
kebijaksanaan departemennya. Ia harus ikut hadir dan ikut
merencanakan kebijaksanaan itu," kata Malik. Hasilnya: tugas
pengawasan Irjen sudah mulai jalan.
Tentang korupsi, Wapres beranggapan itu timbul karena ada
kesempatan. "Di mana kesempatan itu ada kita kejar terus,"
katanya. "Umumnya di departemen yang ada proyeknya. Sekarang
kita bikin peraturan tender yang ketat hingga kesempatan itu
hilang."
Berapa lama usaha penegakan kembali wibawa pemerintah ini bisa
dicapai? Dengan tangkasnya Malik menjawab: "Kalau menurut saya
harus cepat. Kontrak saya tinggal 4 tahun. Kita diburu waktu.
Mustinya penegakan kembali wibawa pemerintah dalam waktu itu
bisa. Karena itu siang malam saya bekerja terus . . . "
Menurut Wapres, yang kotor sebetulnya sedikit. Hingga ia optimis
akhirnya "air bersih itu akan membersihkan air kotor itu."
Usaha menegakkan kembali wibawa pemerintah sekarang ini
dinilainya belum terlambat. "Orang sudah mulai sakit perut
melihat keadaan sekarang kita beri tablet," katanya. "Atau kita
tunggu sampai ada gejolak yang tidak bisa ditahan?" Kalau sampai
pada tingkat itu, menurut Wapres, akan ada 2 kemungkinan "Akan
hancur kita semua dan akan pecah republik ini. Dan semua itu
tidak kita inginkan. Semasa masih ada kesempatan, hukum harus
ditegakkan. Kan bukan republiknya yang salah, yang salah kan
manusianya saja."
Semua penyelewengan dianggap Malik akibat peraturan hukum yang
tidak dijalankan. Karena itulah ia bertekad mengutamakan lebih
dulu tertib hukum dan bukannya menindak penyelewengan.
"Masih ada kesempatan buat kita untuk mengembalikan wibawa
pemerintah tanpa melakukan shock yang berat. Masyarakat
seharusnya menjadi bagian dari kontrol. Karena itu pers jangan
takut, sebab mereka diperlukan . . . ," kata Bung Adam.
Sang pemeriksa juga sering dihalangi ruang geraknya, diancam
atau dihambat. Sering dimunculkan nama-nama "kakap" untuk
menakut-nakuti pemeriksa hingga pemeriksaan macet. Bahkan ada
perusahaan negara atau badan usaha negara yang tegas-tegas
menolak untuk diperiksa. Alasannya klasik: sekuriti atau
menyangkut bapak ini dan itu.
Betapa besarnya harapan masyarakat untuk ditindaknya segala
bentuk penyelewengan juga tergambar pada surat yang masuk pada
Opstib. Sampai akhir Pebruari lalu Opstib telah menerima 26.260
surat laporan dari masyarakat, 2/3-nya dari Jawa dan hanya 676
yang berupa surat kaleng. Sedang yang dinilai dapat digunakan
hanya sebanyak 5.280. Itupun umumnya tergolong yang dilakukan
oran kecilan.
Apakah harapan ini akan terus dibiarkan tetap tinggal harapan
Masyarakat, sebagaimana halnya Pemerintah, juga merasa dikejar
waktu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini