Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Wapres mengadakan pembicaraan dengan para pejabat. Sasaran pertama bukan masalah korupsi, tapi dasar dari segala masalah itu adalah kepatuhan kepada hukum. (nas)

3 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYA minta sekarang pak Adam bekerjalah. Harap ia mengurangi tugas-tugasnya seperti membuka konperensi, menandatangani prasasti, menerima tamu dan sebagainya seperti yang kerap dilakukan selama ini. Sebaliknya ia harus lebih memusatkan diri di bidang pengawasan seperti telah ditugaskan Presiden. Masalah ini gawat, maka kita butuh Bung Adam." Yang ngomong ini Sabam Sirait, Wakil Ketua Fraksi PDI di DPR pertengahan Pebruari lalu. Wapres Adam Malik setelah dilantik hampir setahun lalu memang seperti membuka pintu lebar-lebar. Tamunya tak kunjung berhenti, begitu juga berbagai kegiatannya, termasuk membuka pameran foto. Tapi itu tidak berarti tugas khususnya memimpin bidang pengawasan dilupakannya. Buku tamunya belakangan ini sarat berisi nama banyak pejabat, terutama di bidang penegakan hukum: Jaksa Agung, Kapolri, Pangkopkamtib, Menteri Negara PAN dan juga Menteri Negara PPLH Emil Salim. Apa rencana pak Adam? "Tugas memimpin pengawasan secara menyeluruh ini seperti tepi lautan yang tidak bisa dicapai," katanya pekan lalu pada TEMPO. Menurut pendapatnya, yang terpenting adalah bagaimana mengembalikan wibawa pemerintah yang sesudah 33 tahun tidak menentu, hingga menimbulkan keresahan pada masyarakat. Dan fokusnya pada masalah korupsi. Sasaran pertama yang akan "ditembak" Adam Malik bukan masalah korupsi. Karena "tidak akan ketemulah." Alasannya: Sudah 33 tahun, bermacam-macamlah akal manusia untuk menutupinya. Dasar dari segala masalah itu adalah kepatuhan pada hukum. Untuk itulah Wapres sejak Pebruari ini memulai pembicaraan "dari hati ke hati" dengan beberapa pejabat tinggi. Apa hasilnya? "Saya telah meminta pada Kapolri untuk memasang di tiap kantor polisi papan tulis di tempat terbuka yang menyebutkan daftar tahanan, alasan ditahan, kapan mulai ditahan dan sebagainya." Tujuannya agar setiap orang mengetahui apakah ketentuan-ketentuan hukum seperti batas lama penahanan diperlakukan pada para tahanan itu. Demikian juga di tiap kantor Kejaksaan dipasang papan yang serupa. "Kalau 2 hal ini sudah dilakukan, itu sudah baik," kata Malik. Karena "tidak mungkin kita sampai ke masalah korupsi sebelum bidang ini ditangani." Kecuali langkah penertiban di bidang hukum, Wapres juga mulai meningkatkan kegiatan pengawasannya melalui para Irjen. Caranya dengan "memberi gigi" pada mereka. Banyak Irjen yang didapatinya tidak diikutsertakan dalam kebijaksanaan departemen hingga mereka kurang tahu tentang apa yang terjadi. "Irjen harus tahu kebijaksanaan departemennya. Ia harus ikut hadir dan ikut merencanakan kebijaksanaan itu," kata Malik. Hasilnya: tugas pengawasan Irjen sudah mulai jalan. Tentang korupsi, Wapres beranggapan itu timbul karena ada kesempatan. "Di mana kesempatan itu ada kita kejar terus," katanya. "Umumnya di departemen yang ada proyeknya. Sekarang kita bikin peraturan tender yang ketat hingga kesempatan itu hilang." Berapa lama usaha penegakan kembali wibawa pemerintah ini bisa dicapai? Dengan tangkasnya Malik menjawab: "Kalau menurut saya harus cepat. Kontrak saya tinggal 4 tahun. Kita diburu waktu. Mustinya penegakan kembali wibawa pemerintah dalam waktu itu bisa. Karena itu siang malam saya bekerja terus . . . " Menurut Wapres, yang kotor sebetulnya sedikit. Hingga ia optimis akhirnya "air bersih itu akan membersihkan air kotor itu." Usaha menegakkan kembali wibawa pemerintah sekarang ini dinilainya belum terlambat. "Orang sudah mulai sakit perut melihat keadaan sekarang kita beri tablet," katanya. "Atau kita tunggu sampai ada gejolak yang tidak bisa ditahan?" Kalau sampai pada tingkat itu, menurut Wapres, akan ada 2 kemungkinan "Akan hancur kita semua dan akan pecah republik ini. Dan semua itu tidak kita inginkan. Semasa masih ada kesempatan, hukum harus ditegakkan. Kan bukan republiknya yang salah, yang salah kan manusianya saja." Semua penyelewengan dianggap Malik akibat peraturan hukum yang tidak dijalankan. Karena itulah ia bertekad mengutamakan lebih dulu tertib hukum dan bukannya menindak penyelewengan. "Masih ada kesempatan buat kita untuk mengembalikan wibawa pemerintah tanpa melakukan shock yang berat. Masyarakat seharusnya menjadi bagian dari kontrol. Karena itu pers jangan takut, sebab mereka diperlukan . . . ," kata Bung Adam. Sang pemeriksa juga sering dihalangi ruang geraknya, diancam atau dihambat. Sering dimunculkan nama-nama "kakap" untuk menakut-nakuti pemeriksa hingga pemeriksaan macet. Bahkan ada perusahaan negara atau badan usaha negara yang tegas-tegas menolak untuk diperiksa. Alasannya klasik: sekuriti atau menyangkut bapak ini dan itu. Betapa besarnya harapan masyarakat untuk ditindaknya segala bentuk penyelewengan juga tergambar pada surat yang masuk pada Opstib. Sampai akhir Pebruari lalu Opstib telah menerima 26.260 surat laporan dari masyarakat, 2/3-nya dari Jawa dan hanya 676 yang berupa surat kaleng. Sedang yang dinilai dapat digunakan hanya sebanyak 5.280. Itupun umumnya tergolong yang dilakukan oran kecilan. Apakah harapan ini akan terus dibiarkan tetap tinggal harapan Masyarakat, sebagaimana halnya Pemerintah, juga merasa dikejar waktu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus