Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"Sudah Tidak Ada Lagi"?

Mahasiswa di beberapa perguruan tinggi negeri, al: gajah mada, itb dan ui memperingati hari hak-hak asasi manusia tgl 10 desember 1977. berbagai kelompok masyarakat membicarakan masalah hak-hak asasi manusia.

24 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUNGKIN ini kemajuan juga. Sielumnya, di Indonesia hanya Himpunan PBB yang memperingati Hari Hak-hak Asasi Manusia setiap 10 Desember. Tahun ini mahasiswa turut meramaikan suasana, dan masalah hak asasi manusia jadi topik nasional. Sabtu pagi 10 Desember mahasiswa Gajah Mada menyelenggarakan "Mimbar Bebas" di atas rerumputan kampus Bulaksumur. Di Surabaya, sekitar 1.500 mahasiswa gagal menemui Gubernur untuk membacakan "Deklarasi Surabaya" yang antara lain menyerukan agar Pancasila dan UUD 45 dibebaskan dari penyelewengan dan agar rakyat dibebaskan dari ketakutan. Di Bandung, mahasiswa ITB memperingati hari itu dengan mengundang dua pembicara, Mahbub Djunaidi (penulis dan tokoh PPP) dan Sugeng Sarjadi, dulu demonstran 1966. Di Jakarta, mahasiswa mencanangkan 6 Desember-6 Januari sebagai bulan Hak Asasi Manusia. Antara lain sebab "hak asasi manusia di negeri ini sudah tidak ada lagi, meskipun kita sudah berteriak-teriak," kata Ibrahim Zakir, wakil ketua umum DM UI. Termasuk dalam acara mereka adalah mengunjungi Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung. Tujuan: berdialog dengan pimpinan kedua lembaga ini. Juga dikunjungi beberapa lembaga pemasyarakatan, untuk berbicara dengan para tahanan. Tampaknya usaha mallasiswa yang kali ini menekankan pada masalah keadilan dan perlakuan yang sama di bidang hukum kurang mendapat tanggapan dari kedua lembaga ini. Di Mahkamah Agung dialog tidak berlangsung. Alasan: ketua MA tidak di tempat. Insiden kecil sempat terjadi di kantor Kejaksaan Agung pekan lalu ketika para petugas keamanan mencopot kaos beberapa mahasiswa yang bertuliskan: "Dicari Presiden Indonesia yang Baru". Ahli hukum tentu tidak mau ketinggalan. Persahi (Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia) menyelenggarakan panel diskusi tentang "Perkembangan Hakhak Asasi Manusia di Indonesia Dewasa ini" yang dihadiri beberapa pentolan hukum kita seperti S. Tasrif, dan Harjono Tjitrosubono. Hampir seluruh pembicara menyesalkan, bahwa walau WD 45 menyebut beberapa hak-hak asasi manusia Indonesia, pelaksanaannya masih sangat terbatas. Gong pertama sebetulnya dimulai oleh fraksi PDI di DPR ketika fraksi itu akhir Oktober yang lalu, lewat pen,oicaranya T.A.M. Simatupang, mengusulkan agar Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia PBB (1948) diterima sebagai pedoman pengamalan asas-asas pembangunan dalam Garis Besar Haluan Negara yang akan datang. Usul ini segera diserang oleh Marsoe si, ketua DPD PDI Jatim yang kemudian muncul sebagai salah satu ketua DPP PDI tandinam Ia menudull DPP PDI dengan usuI itu telah membawa "aspirasi asing bahkan "bertentangan" dengan Pancasiia. Tapi tokoh PDI lain mengomentarinya: "Itu pernyataan bodoh." Begitulah kata ketua fraksi PDI Usep Ranawidjaja. Agak Unik Fraksi PDI sebetulnya khawatir bahwa Deklarasi ini akan ditentang keras fraksi PPP karena pasal 18 Deklarasi ini menyebutkan juga kebebasan setiap orang untuk berpindah agama. Namun Sudardji dari PPP menegaskan bahwa alasan takut itu tidak ada, malahan "justru senang dengan adanya kebebasan ganti agama." Ia rupanya mengemukakan pendapat yang agak unik. Sebab kepada Budiman S. Hartoyo dari TEMPO, Nuddin Lubis, ketua fraksi PPP, pekan lalu mengakui bahwa fraksinya tidak menyetujui beberapa pasal dari Deklarasi tersebut, terrnasuk "hak berpindah agama." Jalan buntu yang terjadi dalam sidang Panitia Ad Hoc B di MPR 1977-yang membicarakan usul pemasukan Deklarasi Hak-hak Asasi - bisa mengingatkan orang tentang nasib Rancangan Ketetapan (Rantap) MPRS tahun 1968 tentang Piagam Hak-hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban Warganegara (lihat box). Toh masalah hak-hak asasi manusia di Indonesia tampaknya masih akan ramai sampai Sidang Umum MPR Maret mendatang. Seperti kata tajuk rencana harian Kompas pekan lalu, "berbagai kelompok masyarakat mempersoalkan hak-hak asasi jika masalahnya menyangkut kepentingannya."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus