PETIR yang menyambar dan nyaris membakar tanki kondensat di
Proyek LNG Arun 18 April lalu, rupanya suatu pertanda bagi
musibah yang lebih dahsyat. Waktu itu uap kondensat yang
disambar petir berhasil segera dimusnahkan -- dan tanki cairan
minyak bumi itu luput dari ledakan. Tapi bagaimana kalau tanki
gas alam cair (LNG) yang disambar petir, lantas terbakar?
Arifuddin, Kepala Humas PT Arun yang dihubungi TEMPO waktu itu
masih optimis, bahwa kebakaran LNG pun dapat mereka atasi.
"Sebab kami selalu mendapat petunjuk cara-cara terbaru mengatasi
kebakaran LNG dari para produsen peralatan cryogenic di negara
maju," katanya.
Tapi 4 Juni dinihari, meledak musibah yang lebih dahsyat di
kompleks LNG Arun. Sebuah sumur gas alam bernomor A-23 dari
kelompok sumur (cluster) II tiba-tiba meledak, terbakar dan
dilanjutkan dengan semburan liar (blow-out). Ledakan dari sumur
gas dengan kedalaman 11 ribu kaki itu mengobarkan api sampai
puluhan meter tingginya, membuat subuh itu terang-benderang
sampai puluhan kilometer dari lokasi kebakaran.
Kesibukan di sekitar lapangan gas alam Mobil Oil itu tiba-tiba
menjalar ke mana-mana. Penduduk empat kampung di kecamatan
Syamtarila dan enam kampung di kawasan Tanah Luar segera
diungsikan. Paling tidak 4000 jiwa pagi itu juga menyingkir ke
penampungan sementara yang telah diatur Pertamina, sehingga dua
kilometer dari kebakaran bersih dari penduduk.
Menurut beberapa pekerja kepada pembantu TEMPO Darmansyah yang
datang ke sana: "Percikan api berasal dari benturan besi yang
terjatuh dari puncak dan menimpa kaki menara bor." Api begitu
cepat menjilat uap gas di seputar sumur, menyebabkan staf proyek
LNG itu tak dapat berbuat apa-apa. Diakui oleh seorang pegawai
di sana "Ini kebakaran terbesar dalam sejarah perminyakan di
Indonesia." Dengan peralatan yarlg tersedia di proyek, tambahnya
lagi, "api baru bisa padam setelah tahunan."
Ahli Dari Texas
Setelah kepala sumur hancur, api tambah liar saja. Yang
menggelisahkan lagi, dalam jarak 200 meter saja dari tempat
kebakaran terdapat sumur baru yang sedang dibor. Makanya
Pertamina dan Mobil Oil buru-buru memutuskan untuk mendatankan
tim ahli pemadam kebakaran Paul "Red" Adair dari Texas, AS,
untuk menjinakkan api di Lhoksukon itu. Spesialis penjinak api
berusia 63 tahun itu, tiba di Jakarta Selasa pekan lalu,
kemudian terus ke Arun bersama timnya serta peralatan yang
dimasukkan lewat Singapura. Lewat sebuah sumur gas yang
bertetangga, Adair berusaha membor saluran mendatar di bawah
tanah untuk menyemprotkan lumpur dan air ke leher sumur yang
terbakar.
Seluruh pekerjaan itu harus dilakukan dengan hati-hati sekali.
Sebab lokasi sumur-sumur gas berikut pabrik pencairannya, sangat
terkonsentrasi di sana. Berbeda dengan di Kalimantan Timur di
mana pabrik LNG-nya terpisah puluhan kilometer dari lapangan
minyak dan gas Muara Badak. Sampai akhir pekan lalu, ketika
kebakaran di lapangan gas alam Arun itu sudah berlangsung hampir
seminggu, api belum dapat ditaklukkan sama sekali. Menurut
Menteri Pertambangan dan Enerji Subroto yang melapor ke Bina
Graha, kerugian sudah ditaksir antara 2 - 3 juta dollar AS
(sekitar Rp 1,245 milyar).
Rekening kerugian lantaran gas yang terbakar percuma plus biaya
'operasi Red Adair', kabarnya akan menjadi tanggungan pihak
Pertamina. Tapi yang menjadi masalah paling mendesak sekarang
ini: apakah jadwal pengapalan LNG Arun ke Jepang bulan Agustus
nanti akan terganggu. Menurut Menteri Subroto, jadwal tersebut
"tak terpengaruh." Begitu pula keterangan orang-orang Pertamina
di Arun kepada TEMPO.
Ekspor LNG untuk Jepang, menurut mereka, akan diambilkan dulu
dari hasil gas kelompok sumur (cluster) III. Bukan dari cluster
II yang sedang dihinggapi api itu. Namun menurut satu sumber
lain, "terlalu riskan untuk mulai mengalirkan gas alam dari
cluster III ke terminal Lhok Seumawe, apabila kebakaran dan
ekses-eksesnya di cluster II tak dibereskan dulu sampai rapi."
Tapi itu bisa makan waktu berminggu-minggu.
Kalau pun ekspor LNG dari Arun tak terganggu, yang segera perlu
diatasi pihak Pertamina dan Mobil Oil adalah mengganti kerugian
yang menimpa penduduk di seputar kompleks itu. Seperti halnya
kebakaran dua tanki LNG di lapangan Badak, Kalimantan Timur 8
Mei lalu (TEMPO 3 Juni), tak sedikit kebun rakyat yang rusak
akibat tergilas traktor-raktor punya maskapai Huffco yang pada
malam kebakaran itu berusaha membendung meluasnya api.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini