Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"Terbesar Dalam Sejarah..."

Sebuah sumur gas alam di kompleks LNG Arun meledak, terbakar, diikuti semburan liar. Penduduk dengan radius 2 km diungsikan. Tim ahli pemadam kebakaran di datangkan dari Texas, kerugian US$ 2-3 juta.(nas)

17 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PETIR yang menyambar dan nyaris membakar tanki kondensat di Proyek LNG Arun 18 April lalu, rupanya suatu pertanda bagi musibah yang lebih dahsyat. Waktu itu uap kondensat yang disambar petir berhasil segera dimusnahkan -- dan tanki cairan minyak bumi itu luput dari ledakan. Tapi bagaimana kalau tanki gas alam cair (LNG) yang disambar petir, lantas terbakar? Arifuddin, Kepala Humas PT Arun yang dihubungi TEMPO waktu itu masih optimis, bahwa kebakaran LNG pun dapat mereka atasi. "Sebab kami selalu mendapat petunjuk cara-cara terbaru mengatasi kebakaran LNG dari para produsen peralatan cryogenic di negara maju," katanya. Tapi 4 Juni dinihari, meledak musibah yang lebih dahsyat di kompleks LNG Arun. Sebuah sumur gas alam bernomor A-23 dari kelompok sumur (cluster) II tiba-tiba meledak, terbakar dan dilanjutkan dengan semburan liar (blow-out). Ledakan dari sumur gas dengan kedalaman 11 ribu kaki itu mengobarkan api sampai puluhan meter tingginya, membuat subuh itu terang-benderang sampai puluhan kilometer dari lokasi kebakaran. Kesibukan di sekitar lapangan gas alam Mobil Oil itu tiba-tiba menjalar ke mana-mana. Penduduk empat kampung di kecamatan Syamtarila dan enam kampung di kawasan Tanah Luar segera diungsikan. Paling tidak 4000 jiwa pagi itu juga menyingkir ke penampungan sementara yang telah diatur Pertamina, sehingga dua kilometer dari kebakaran bersih dari penduduk. Menurut beberapa pekerja kepada pembantu TEMPO Darmansyah yang datang ke sana: "Percikan api berasal dari benturan besi yang terjatuh dari puncak dan menimpa kaki menara bor." Api begitu cepat menjilat uap gas di seputar sumur, menyebabkan staf proyek LNG itu tak dapat berbuat apa-apa. Diakui oleh seorang pegawai di sana "Ini kebakaran terbesar dalam sejarah perminyakan di Indonesia." Dengan peralatan yarlg tersedia di proyek, tambahnya lagi, "api baru bisa padam setelah tahunan." Ahli Dari Texas Setelah kepala sumur hancur, api tambah liar saja. Yang menggelisahkan lagi, dalam jarak 200 meter saja dari tempat kebakaran terdapat sumur baru yang sedang dibor. Makanya Pertamina dan Mobil Oil buru-buru memutuskan untuk mendatankan tim ahli pemadam kebakaran Paul "Red" Adair dari Texas, AS, untuk menjinakkan api di Lhoksukon itu. Spesialis penjinak api berusia 63 tahun itu, tiba di Jakarta Selasa pekan lalu, kemudian terus ke Arun bersama timnya serta peralatan yang dimasukkan lewat Singapura. Lewat sebuah sumur gas yang bertetangga, Adair berusaha membor saluran mendatar di bawah tanah untuk menyemprotkan lumpur dan air ke leher sumur yang terbakar. Seluruh pekerjaan itu harus dilakukan dengan hati-hati sekali. Sebab lokasi sumur-sumur gas berikut pabrik pencairannya, sangat terkonsentrasi di sana. Berbeda dengan di Kalimantan Timur di mana pabrik LNG-nya terpisah puluhan kilometer dari lapangan minyak dan gas Muara Badak. Sampai akhir pekan lalu, ketika kebakaran di lapangan gas alam Arun itu sudah berlangsung hampir seminggu, api belum dapat ditaklukkan sama sekali. Menurut Menteri Pertambangan dan Enerji Subroto yang melapor ke Bina Graha, kerugian sudah ditaksir antara 2 - 3 juta dollar AS (sekitar Rp 1,245 milyar). Rekening kerugian lantaran gas yang terbakar percuma plus biaya 'operasi Red Adair', kabarnya akan menjadi tanggungan pihak Pertamina. Tapi yang menjadi masalah paling mendesak sekarang ini: apakah jadwal pengapalan LNG Arun ke Jepang bulan Agustus nanti akan terganggu. Menurut Menteri Subroto, jadwal tersebut "tak terpengaruh." Begitu pula keterangan orang-orang Pertamina di Arun kepada TEMPO. Ekspor LNG untuk Jepang, menurut mereka, akan diambilkan dulu dari hasil gas kelompok sumur (cluster) III. Bukan dari cluster II yang sedang dihinggapi api itu. Namun menurut satu sumber lain, "terlalu riskan untuk mulai mengalirkan gas alam dari cluster III ke terminal Lhok Seumawe, apabila kebakaran dan ekses-eksesnya di cluster II tak dibereskan dulu sampai rapi." Tapi itu bisa makan waktu berminggu-minggu. Kalau pun ekspor LNG dari Arun tak terganggu, yang segera perlu diatasi pihak Pertamina dan Mobil Oil adalah mengganti kerugian yang menimpa penduduk di seputar kompleks itu. Seperti halnya kebakaran dua tanki LNG di lapangan Badak, Kalimantan Timur 8 Mei lalu (TEMPO 3 Juni), tak sedikit kebun rakyat yang rusak akibat tergilas traktor-raktor punya maskapai Huffco yang pada malam kebakaran itu berusaha membendung meluasnya api.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus