Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, salah satu alasan masyarakat berobat ke luar negeri karena layanan kesehatan belum merata di seluruh rumah sakit. Layanan itu seperti bedah jantung, layanan kemoterapi, hingga alat pemeriksaan laboratorium.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Layanan itu belum tersedia di seluruh rumah sakit di kabupaten dan kota sehingga masyarakat harus pergi ke Pulau Jawa tuk mengkases layanan kesehatan," kata Siti saat dihubungi, Jumat, 26 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Siti, keadaan itu menjadi alasan masyarakat berobat ke luar negeri. Mereka juga lebih memilih berobat ke luar negeri karena jarak lebih dekat dan harga transportasi lebih murah.
"Mungkin dirasakan biaya transportasi lebih dekat dan murah karena untuk mengkases layanan belum tersedia merata," kata Nadia.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi sebelumnya kembali menyinggung banyaknya masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri. Dalam rapat kerja kesehatan pada Rabu, 24 April kemarin, Jokowi mengatakan negara kehilangan devisa sebesar US$ 11,5 miliar atau Rp 180 triliun karena banyak masyarakat yang memilih berobat ke luar negeri. Menurut Jokowi, jumlah masyarakat yang berobat ke luar negeri mencapai 1 juta lebih.
Menurut Jokowi, kebiasaan masyarakat Indonesia yang memilih berobat di luar negeri memiliki penyebab. Karena itu, ia meminta industri kesehatan dalam negeri perlu diperkuat.
Fenomena banyak orang Indonesia berobat ke luar negeri, terutama Malaysia dan Singapura, sudah terjadi sejak lama dan sempat terhenti ketika pandemi Covid-19.
Menurut dr. Effiana dari Program Studi Magister Bioetika Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, ada beberapa etik dalam proses pengambilan keputusan berobat ke luar negeri.
Secara umum, alasan masyarakat adalah ketidakpuasan terhadap pelayanan yang ada di Indonesia. Selain itu, faktor penarik berupa layanan yang lebih lengkap di negara tujuan juga cukup berpengaruh,” katanya dalam Raboan Discussion Forum yang diselenggarakan oleh CBMH (Center for Bioethics and Medical Humanities) UGM dengan judul “Berobat ke Negara Tetangga, Bagaimana Aspek Etiknya?” pada 29 Maret 2023, dikutip dari laman Fakultas Kedokteran UGM.
Menurut Effiana, ada pula logika kebutuhan bahwa seseorang merasakan adanya risiko dan kekhawatiran terhadap pengobatan di Indonesia sehingga membenarkan persepsi bahwa bepergian ke luar negeri untuk mendapatkan perawatan medis adalah tindakan yang rasional.