Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Manusia dikenal sebagai makhluk yang pandai beradaptasi dengan lingkungan. Dengan menggunakan akalnya, manusia hidup meyesuaikan diri dengan lingkungannya. Bagi orang-orang yang tinggal di lautan dan pesisir seperti Suku Bajo, mereka mengetahui banyak hal tentang laut.
Suku Bajo adalah sebuah kelompok etnis yang tersebar di wilayah-wilayah pesisir di Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Brunei. Seperti dilansir dari laman ditsmp.kemdikbud.go.id, Suku Bajo dikenal sebagai orang yang terampil dalam berenang dan menyelam, serta memiliki keahlian dalam memancing dan mengumpulkan bahan makanan dari laut. Selain itu, mereka juga memiliki tradisi dan kebudayaan yang unik, sehingga menarik untuk dipelajari lebih lanjut.
Bajo adalah salah satu kelompok etnis minoritas yang terkena dampak dari pembangunan ekonomi dan perubahan lingkungan. Dalam beberapa dekade terakhir, jumlah Bajo yang tinggal di wilayah pesisir mengalami penurunan drastis akibat kerusakan lingkungan dan perubahan iklim yang mengakibatkan penurunan populasi ikan. Selain itu, pemerintah di beberapa negara juga mengimplementasikan kebijakan yang merugikan hak-hak dan keberlangsungan hidup Bajo, seperti penghapusan kebebasan berlayar dan mengumpulkan bahan makanan di laut.
Namun demikian, keunikan kebudayaan dan keahlian Bajo dalam memanfaatkan sumber daya laut yang ada menjadi sebuah potensi bagi pengembangan ekonomi lokal dan pariwisata. Hal ini sudah dilakukan oleh beberapa daerah di Indonesia, seperti Wakatobi di Sulawesi Tenggara dan Togean di Sulawesi Tengah, yang mengembangkan wisata bahari yang berfokus pada kegiatan snorkeling dan menyelam. Kegiatan ini memberikan manfaat ekonomi dan membuka peluang kerja bagi masyarakat setempat, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu memberikan perhatian khusus terhadap kelompok etnis Bajo dan mempertahankan kebudayaan mereka, serta memanfaatkan potensi yang ada untuk pengembangan ekonomi dan pariwisata lokal. Dalam hal ini, kebijakan yang dibuat perlu memperhatikan hak-hak dan kebutuhan masyarakat Bajo, sehingga dapat mendukung keberlangsungan hidup mereka dan memperkuat daya saing ekonomi lokal.
Namun demikian, seperti dilansir dari laman indonesiakaya.com, kehidupan Suku Bajo yang terkenal hidup berpindah-pindah atau nomaden, sekarang tidak se-nomaden pendahulunya. Saat ini banyak anggota Suku Bajo yang telah menetap di salah satu lokasi, salah satunya yakni di kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean.
Meskipun demikian, selain informasi yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat beberapa informasi lain mengenai Suku Bajo yang tidak diketahui oleh orang awam. Dilansir dari laman authentic-indonesia.com, berikut deretan fakta tentang Suku Bajo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Asal Suku Bajo
Berdasarkan catatan sejarah, Suku Bajo berasal dari Kepulauan Sulu yang merupakan bagian dari wilayah Filipina Selatan. Namun demikian, karena pola hidup Suku Bajo yang nomaden dengan hidup berpindah-pindah, sehingga membuat Suku Bajo memasuki wilayah Indonesia, salah satu ekspedisi pertama Suku Bajo di Indonesia, yakni dengan mendatangi Pulau Sulawesi yang dilakukan ratusan tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
2. Perahu
Pola hidupnya yang berpindah dari satu pulau ke pulau lain, membuat Suku Bajo memiliki perahu sebagai alat transportasi utama mereka. Selain sebagai alat transportasi, perahu tersebut juga menjadi rumah utama mereka, sehingga sejatinya Suku Bajo selalu membawa rumah mereka ketika menjelajah. Akibat gaya hidup nomaden di lautan tersebut, Suku Bajo dijuluki sebagai The Sea Gypsies.
3. Penyelam Handal
Suku Bajo yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di laut memiliki keterkaitan yang erat dengan aktivitas air, salah satunya menyelam. Aktivitas tersebut dilakukan oleh orang-orang Suku Bajo sebagai mata pencaharian mereka seperti menangkap ikan, karena sifatnya sebagai mata pencaharian utama, hal tersebut menyebabkan kemampuan orang-orang Suku Bajo dalam menyelam berada di atas manusia pada umumnya. Bahkan karena keseringan menyelam, hal tersebut membuat kapasitas paru-paru orang-orang Suku Bajo dapat menampung oksigen lebih banyak daripada orang pada umumnya, sehingga orang-orang Suku Bajo dapat menyelam lebih lama.
4. Jadi Inspirasi Karya Seni Film
Keunikan gaya hidup Suku Bajo menjadi inspirasi bagi banyak orang termasuk James Cameron, sutradara film terkenal di Amerika Serikat. Saat menggarap film Avatar 2: The Way of Water, James mengaku terinspirasi kehidupan Suku Bajo saat membuat karakter Klan Metkayina, para penghuni lautan Pandora.
"Terdapat orang laut di Indonesia yang hidup di atas rumah panggung dan tinggal di rakit dan lainnya. Kami melihat hal-hal seperti itu," kata James Cameron dikutip dari kanal YouTube National Geographic yang diunggah pada Sabtu, 17 Desember 2022.
Pilihan Editor: Ini Kisah Marjuki, Anak Suku Bajo Peraih Emas di SEA Games
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.