Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 56 seniman dengan disabilitas dari mancanegara berpartisipasi dalam Jogja International Disability Arts Biennale 2021 di Galeri RJ Katamsi, Institut Seni Indonesia Jogjakarta. Pameran seni ini berlangsung mulai 18 Oktober hingga 30 Oktober 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jogja Disability Arts adalah sebuah organisasi seni dengan misi mewujudkan partisipasi penuh dan kesamaan kesempatan disabilitas dalam bidang seni budaya di tingkat nasional dan internasional," tulis Syukri Budi Darma, Ketua Pelaksana Jogja International Disability Arts Biennale 2021 dalam keterangan tertulis, Kamis 28 Oktober 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdapat 95 karya seni dari seniman indonesia, Korea, Amerika, Inggris, Australia, Filipina dan Afrika Selatan yang dipamerkan di Galeri RJ Katamsi. Karya seni tersebut dibuat para penyandang disabilitas dari ragam disabilitas fisik dan Rungu. Beberapa seniman dari ragam disabilitas fisik yang terlibat dalam pameran ini berasal dari asosiasi pelukis dengan mulut atau kaki yang bergabung dalam Association of Mouth and Foot Painting (AMFPA).
Setiap seniman diminta mengikutsertakan dua sampai tiga karya seni mereka. Jenis karya seni terbanyak dalam pameran ini adalah lukisan dari berbagai aliran. Lantaran diselenggarakan saat pandemi, setiap seniman diminta mengirimkan repro hasil karya mereka ke panitia Jogja Disability Arts (JDA). "Karena pandemi ini pula, pameran akhirnya harus diadakan secara hybrid. Ada yang secara online, ada yang offline," kata pelukis mulut profesional, Faisal Rusydi.
Bagi penikmat seni yang ingin melihat pameran secara langsung atau offline, JDA mensyaratkan pendaftaran secara daring dulu. Pendaftaran kunjungan secara langsung dapat dilakukan melalui situs resmi Jogja International Disability Arts Biennale 2021.
Pertimbangan utama pameran seni tidak dapat dikunjungi secara langsung adalah perilaku jaga jarak yang tetap harus diterapkan dalam ruang pameran. "Walaupun galeri RJ Katamsi besar dan lapang, tetap ada kapasitas yang harus diukur untuk social distancing," kata Faisal.
Faisal dan Syukri berharap proses dan pertimbangan kurasi dapat dilakukan para kurator dengan objektif. Tidak ada kurasi karena rasa kasihan. "Kalau memang kurator menganggap hasil karya kurang baik menurut versi mereka, tidak apa-apa tidak dikurasi. Jadi, mohon perhatikan hasil karya seninya, bukan karena disabilitas," tutur Faisal.
Baca juga:
Jogja International Disability Arts Biennale 2021 Dibuka, Temanya Rima Rupa
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.