Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki risiko dua sampai tiga kali mengalami perundungan dibandingkan anak pada umumnya. Menurut penelitian yang dilakukan British Journal for Learning Support tahun 2008, 60 persen ABK lebih sering mengalami perundungan dibanding anak pada umumnya.
“Kalangan anak-anak biasa, yang sering mengalami perundungan jumlahnya tidak lebih dari 25 persen,” seperti yang dilansir dari situs lembaga anti perundungan, Pacer.org, Selasa 10 Juli 208.
Baca juga:
3 Kemampuan Pebasket Kursi Roda yang Tak Dimiliki Pebasket Biasa
5 Cara Mencegah Bullying Kepada Anak Berkebutuhan Khusus
Kaiden, Orang Indonesia Pertama Pembuat Tongkat Tunanetra
Situs itu memaparkan, perundungan tidak terlalu berpengaruh terhadap pribadi ABK. Namun, dapat menghambat secara teknis akses ABK dalam menjalani pendidikan.
Beberapa dampak teknis yang dialami ABK ketika mengalami perundungan antara lain, malas ke sekolah dan memilih absen, memperbesar kemungkinan tidak naik kelas, mengurangi konsentrasi belajar, menghilangkan ketertarikan pada pemenuhan prestasi akademik, dan meningkatkan resiko keluar dari sekolah.
Meski memiliki dampak buruk, kegiatan perundungan sulit dihentikan. Baik di lingkungan sekolah maupun pergaulan di rumah, seorang anak – baik ABK atau bukan dapat dipastikan pernah terpapar perundungan.
Studi kasus yang dilakukan Departemen Pendidikan Amerika Serikat terhadap 80 kasus perundungan menyebutkan, 35 persen anak berusia 12 – 18 tahun secara alamiah mengalami perundungan.
Studi yang dilakukan tahun 2014 itu juga memaparkan, sebanyak 15 persen anak berusia 12 – 18 tahun mengalami perundungan di dunia maya atau dikenal sebagai cyber bullying.
BRITISH JOURNAL FOR LEARNING SUPPORT | PACER.ORG | JAHONLINE.ORG
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini