Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Akhir Manuver Si Bos Besar

Polisi menangkap dua pengusaha yang bersengketa. Buntut rebutan lahan yang menyeret nama dua jenderal.

9 Januari 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIMA penyidik Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI meluncur dengan minibus menuju kompleks Pakubuwono Residence, Jakarta Selatan, Kamis siang dua pekan lalu. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigadir Jenderal Agus Andrianto memerintahkan mereka segera mencokok pengusaha Darren Chen Jia Fu alias Suryo Tan.

Di Tower Cottonwood, penyidik meringkus Suryo tanpa perlawanan. "Dia ditangkap atas kasus penggelapan dan penipuan," kata Agus, Rabu pekan lalu. Setelah diperiksa semalam penuh, Suryo dititipkan di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Sehari setelah penangkapan Suryo, giliran penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap Low Kok Thye alias Nick Low di Bandung. Tim penangkap warga negara Malaysia ini dipimpin Kepala Subdirektorat Kendaraan Bermotor Ajun Komisaris Besar Andi Adnan.

Andi ogah membeberkan alasan penangkapan Nick. Ketika dimintai konfirmasi tentang kabar bahwa Nick ditangkap atas laporan seorang perwira tinggi polisi, ia hanya menjawab, "Ini masih penyidikan, kami kembangkan. Untuk materi masih rahasia."

Sebelum berseteru, Suryo dan Nick berkongsi di perusahaan sawit berbendera Malaysia, Southern Keratong Plantation Sdn Bhd. Nick pemilik awal perusahaan itu. Suryo bergabung belakangan atas undangan Nick.

Pada 3 Agustus 2016, pengacara Nick, Ferimon Bakrie, melaporkan Suryo ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan. Laporan itu menyebutkan Suryo belum membayar pembelian 5.200 lembar saham Southern Keratong di PT Pradiksi Gunatama dan 3.200 lembar saham di PT Senabangun Anekapertiwi yang dilepas pada Februari 2013. Dua perusahaan ini memiliki hak guna usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, sejak 1998 hingga 2033. PT Pradiksi menguasai lahan 22 ribu hektare, sedangkan PT Senabangun menguasai 16 ribu hektare.

Menurut laporan Ferimon, Nick juga telah menyerahkan Rp 22,5 miliar kepada Suryo untuk membeli seluruh saham PT Minerindo Lestari di PT Pradiksi dan PT Senabangun. Tapi Suryo membeli saham itu atas nama perusahaan istrinya, PT Sukses Informatika Mandiri. Suryo pun dilaporkan menyelewengkan uang perusahaan senilai Rp 64,58 miliar sepanjang 2013-2015.

Sebulan dari waktu pelaporan, penyidik Polres menetapkan Suryo sebagai tersangka. Namun, ketika tim Polres tancap gas, Polda Metro Jaya justru mengambil alih kasus itu. Polres pun melimpahkan berkas perkara pada 16 September 2016. Tiga bulan setelah diambil alih Polda, kasus ini seperti jalan di tempat. Suryo, yang telah menjadi tersangka, tak disentuh lagi.

Kasus ini menggelinding kembali setelah Nick "bernyanyi". Kepada Tempo, Nick bercerita bahwa Suryo pernah meminta uang sekitar Rp 20 miliar ke perusahaan. Uang itu, menurut Nick, disebut Suryo untuk diberikan kepada dua jenderal polisi. Nick telah menyerahkan semua bukti pengeluaran uang perusahaan kepada polisi. Tempo memperoleh salinan semua bukti itu (lihat "Jenderal Polisi di Pusaran Perkara", Tempo, 26 Desember 2016-1 Januari 2017).

Menurut Agus, Bareskrim menyergap Suryo beberapa saat setelah penyidik Polres Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara bersama. Penyidik Polres melaporkan bahwa Suryo sudah berstatus tersangka sebelum kasusnya diambil alih Polda. Adapun penyidik Polda melaporkan sedang menangani kasus dengan terlapor bernama Nick. Supaya tidak tumpang-tindih, kata Agus, Bareskrim mengambil alih penanganan kasus Suryo. "Tidak mungkin mereka menangani kasus ini. Jadi kami ambil supaya netral dan obyektif," ujarnya.

l l l

Di samping soal saham, Nick dan Suryo berebut hak menambang batu bara di lahan PT Pradiksi dan PT Senabangun. Namun rencana Suryo menambang emas hitam mulai tahun ini terancam gagal. Padahal alat-alat tambang, seperti bor, sudah tiba di base camp PT Pradiksi, Desa Petangis, Batu Engau, Paser. "Bos besar memerintahkan menambang Januari ini," ujar Mulyono, Rabu pekan lalu. Bos besar merupakan panggilan Mulyono kepada Suryo.

Mulyono adalah salah satu Direktur PT Bumi Petangis, pemegang izin usaha pertambangan seluas 4.752,5 hektare di lahan hak guna usaha PT Pradiksi sekitar 22 ribu hektare. Lahan itu berlokasi di Desa Petangis dan Langgai, Batu Engau, persisnya di sekitar area E, F, dan G kebun sawit yang sebelumnya dipimpin Nick.

Sekitar tiga bulan lalu, Mulyono mendapat kabar dari utusan Suryo, Martin Utama, bahwa saham Bumi Petangis akan diambil alih "bos besar". Kepada Mulyono, Suryo belakangan juga menyatakan sudah mengambil alih saham PT Pradiksi. Tanpa mengecek ulang kebenaran klaim Suryo, Mulyono menyerahkan segepok dokumen asli PT Bumi Petangis, seperti surat keterangan izin peninjauan dan izin usaha pertambangan. Mulyono beralasan, yang penting Suryo telah menyanggupi akan memberikan "bagian dia" ketika tambang batu bara berproduksi. "Bila hak saya tidak diberikan, akan saya tuntut."

Sebelumnya, PT Bumi Petangis pernah menggugat PT Pradiksi dengan tuduhan menghalang-halangi usaha eksplorasi. Namun putusan Mahkamah Agung pada awal Oktober 2013 menolak gugatan PT Bumi Petangis.

Menurut Mulyono, sejak mengantongi izin usaha pertambangan pada 2007, Bumi Petangis telah menurunkan tiga tim geologi untuk mengecek kandungan batu bara. Menurut tim geologi, ketebalan batu bara di sana mencapai tujuh meter. Dari atas permukaan tanah, hanya perlu menggali 30-50 sentimeter. "Kandungan kalorinya pun cukup untuk pasaran internasional," ujarnya.

Yang berebut lahan kaya batu bara itu ternyata bukan hanya PT Bumi Petangis dan PT Pradiksi. Di atas lahan hak guna usaha itu, Pemerintah Kabupaten Paser juga menerbitkan izin usaha pertambangan sekitar 5.000 hektare kepada PT Lentera Inti Prima pada 2007. Pemegang saham PT Lentera Inti antara lain Ichsan Wirawan dan Asriati. Keduanya anak Bupati Paser, Ridwan Suwidi, yang menjabat dua periode, sejak 2005 sampai 2015. Kini, menurut Mulyono, saham PT Lentera juga sudah diambil alih Suryo Tan.

Ichsan tak menampik kabar bahwa ia dan saudarinya adalah pemilik saham PT Lentera Inti. Namun ia tak mau menjelaskan ihwal peralihan saham ke Suryo. "Aku ndak berani bicara masalah perusahaan. Ini menyangkut orang-orang besar," kata Ichsan. Ia hanya mengakui sudah lama mengenal Suryo. "Sejak dia di Pradiksi. Sering ke rumah," ujarnya.

Adapun Nick baru mengetahui tumpang-tindih izin lahan tambang itu pada awal 2011. Berhadapan dengan penguasa lokal, Nick mencari orang yang bisa "membereskan" persoalan ini dengan cepat. Nick lantas merekrut Suryo, yang mengaku dekat dengan pejabat di Jakarta, termasuk petinggi kepolisian.

Sewaktu diperiksa penyidik Polres Jakarta Selatan pada 15 Agustus lalu, Nick menerangkan, pada 6-17 Juni 2014, Suryo meminta petinggi PT Pradiksi mencairkan dana Rp 14 miliar. Menurut Nick, Suryo menyebut uang ini untuk Komisaris Jenderal Budi Gunawan, saat itu Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian. Uang itu, kata Nick, untuk "biaya" memperlancar urusan pembelian kuasa penambangan batu bara PT Bumi Petangis.

Menurut Nick, Suryo juga pernah meminta duit Rp 6,05 miliar untuk memperlancar pembelian kuasa penambangan batu bara PT Lentera Inti Prima, yang juga alot. Kali itu, Suryo mengatakan akan menyerahkan uang tersebut kepada Inspektur Jenderal Anas Yusuf, saat itu Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur. Pencairan uang bertahap mulai 26 Juni sampai 3 Juli 2016.

Kendati memegang catatan pengeluaran uang perusahaan, Nick tak bisa memastikan apakah Suryo memberikan uang kepada kedua jenderal tersebut atau tidak. Sebelum ditangkap polisi, Suryo membantah telah memberikan uang kepada Budi Gunawan dan Anas Yusuf. Dia malah menyebut Nick berbohong. "Itu fitnah dan pembunuhan karakter," ujar Suryo.

Budi Gunawan dan Anas Yusuf juga membantah menerima uang dari Suryo. "Hal itu merupakan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap saya," kata Budi Gunawan dalam jawaban tertulis kepada Tempo. "Itu tuduhan ngaco," ujar Anas Yusuf secara terpisah.

Meski Suryo berstatus tersangka, kebun kelapa sawit dan lahan batu bara di Paser kini berada di bawah kendalinya. Sejak Oktober lalu, orang kepercayaan Suryo mengambil alih kantor PT Pradiksi dan PT Senabangun dari kubu Nick dengan pengawalan aparat—sebagian di antaranya berseragam Brigade Mobil. Waktu itu, polisi juga menangkap penanggung jawab lahan di Kecamatan Batu Engau dari kubu Nick, Soh See Hong. Ketika Tempo menyambangi area perkebunan itu dua pekan lalu, orang suruhan Suryo masih berjaga-jaga di sana.

Kepala Pusat Penerangan Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Rikwanto tak membantah kabar tentang keberadaan personel Brimob di perkebunan sawit di Paser. "Tapi itu bukan karena Suryo Tan," katanya. Hampir semua perusahaan perkebunan, menurut dia, biasanya meminta bantuan pengamanan dari polisi atau tentara. LINDA TRIANITA | ANTON APRIANTO | SETRI YASRA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus