SETELAH sejak Januari kampus reda, kaget juga melihat mahasiswa
Universitas Kristen Indonesia di Jakarta 8 Juni yang lalu
melancarkan aksi. Tapi sasarannya bukan pemerintah. Kali ini,
maksudnya untuk membersihn tubuh perguruan tinggi tersebut dari
kesalahan manajemen.
Dalam aksi mogok kuliah dan corat-coret yang sempat memacetkan
lalulintas Jalan Diponegoro, tempat universitas itu berdiri,
para mahasiswa jelas-jelas menuntut rektor supaya meninggalkan
kursinya. "Mahasiswa mogok kuliah sampai rektor diganti," cetus
sebuah coretan di tembok kampus. Bergerombol di pekarangan depan
universitas, mereka meneriakkan: "Rektor turun, rektor turun
.... "
Tak sempat terjadi kerusuhan. Patroli polisi yang datany ke situ
hanya mengawasi dari luar. Nampak tak punya niat untuk
menenteramn suasana. Tak terlihat kerusakan, kecuali kerusalcan
kecil pada dinding dan beberapa buah kursi. Kursi-kursi itu jadi
sasaran, karena menurut mahasiswa harganya sengaja dibuat mahal
dalam daftar pembelian. "Kursi itu satunya cuma Rp 7.000 di
pasar, dilaporkan rektor Rp 28.000," kata seorang mahasiswa.
Raya Siahaan, Henry Hasibuan dan Aminto, ketiga-tiganya
mahasiswa hukum mengatakan bahwa aksi hari itu merupakan puncak
dari kedongkolan mereka, karena mahasiswa baru dikenakan wajib
bayar Rp 10.000 untuk masa perkenalan. Sedangkan menurut
mereka, yang duduk dalam panitia perkenalan, panitia hanya
menerima Rp 400 per mahasiswa baru.
Kehendak untuk memperbaiki mutu pendidikan di situ memang sudah
sejak lama didengungkan oleh para mahasiswa, antara lain dengan
mempertanyakan soal manajemen universitas. Misalnya soal
disewakannya gedung UKI kepada Akademi Sekretaris dan Manajemen
Indonesia. Sementara mahasiswa kekurangan ruangan. Termasuk juga
pertanyaan mengenai kapan universitas mereka dipersamakan dengan
universitas negeri.
Akhir tahun 1977 pertanyaan itu muncul dalam pertemuan antara
Senat Mahasiswa, Majelis Perwakilan Mahasiswa dan Badan-Badan
Perwakilan Mahasiswa. Tapi tak ada yang menjawab. Sabtu malam 3
Juni yang baru lalu dalam resepsi penerimaan mahasiswa baru di
Gedung Graha Purna Yudha mereka kembali bertanya. Tapi Rektor
UKI Mangastowo yang berpangkat laksamana muda angkatan laut itu
tetap diam.
"Uang kuliah naik, mutu NOL besar," tulis sebuah coretan bercat
merah di tembok. Uang kuliah di UKI tahun ini memang naik jadi
Rp 80.000. Tahun lalu Rp 70.000. Keluh seorang mahasiswa.
"Kalau ditanyakan kepada pimpinan universitas kenaikan uang
kuliah itu katanya untuk melaksanakan perbaikan gedung.
Dijanjikan bakal ada laboratorium bahasa, kenyataannya tidak ada
sampai sekarang. Bahkan sudah beberapa tahun ini buku-buku di
perpustakaan tak bertambah."
Bahkan para mahasiswa menyadari mutu perguruannya sekarang
menurun. Pada tahun 1967 termasuk nomor 2 dalam deretan
universitas swasta di Indonesia. "Tapi kini nomor 9 pun tidak,"
kata mahasiswa yang lain dengan sinis.
Disewakannya gedung UKI kepada ASMI membuat kesal para
mahasiswa Fakultas ekonomi, hukum, sastra dan pendidikan karena
mereka sendiri harus rebutan untuk dapat tempat kalau mau ikut
kuliah. Suasana ini berbeda sekali dengan fasilitas ruang kuliah
yang diperoleh mahasiswa kedokteran dan teknik yaag dapat gedung
mewah di Cawang.
Kedua
8 Juni itu dalam pertemuan mahasiswa dengan pimpinan universitas
yang diwakili pembantu Rektor I, drs Topanu SH, pihak mahasiswa
menyampaikan petisi yang menuntut agar ektor Mangastowo mundur.
Dan meminta dibentuk tim verifikasi untuk mengetahui posisi
keuangan UKI selama pimpinan Mangastowo. Topanu tak bisa
memberikan keterangan panjang lebar mengenai petisi tersebut
kecuali mengatakan bahwa petisi tersebut akan disampaikan kepada
Rektor Mangastowo dan Yayasan UKI yang diketuai Dr. TB
Simatupang.
Ketika aksi tersebut berjalan Mangastowo tidak berada di tempat.
Tak bisa diketahui bagaimana reaksinya terhadap tuntutan para
mahasiswa. Hanya pembantu Rektor II, drs Lalisang yang
seakan-akan mewakili Mangastowo berkata: "Kalau saya diturunkan
dengan cara begini, saya tak mau. Orang memang bisa saja turun,
tapi caranya bagaimana? Dan saya kira tidak ada di antara kita
yang berani mengatakan bahwa dia tak punya jasa."
Sampai kapan para mahasiswa UKI di Jalan Diponegoro itu mogok
kuliah masih belum diketahui dengan pasti. Sama seperti tak
diketahuinya apakah tuntutan mereka itu akan terkabul. Sejak
berdiri tahun 1953 peristiwa kemarin merupakan pergolakan kedua
dalam perguruan Kristen tersebut. Di bawah pimpinan M.
Hoetaoeroek sebagai rektor ketika itu, para mahasiswa juga
beraksi mendesak pimpinan universitas supaya mempercepat proses
ujian negara mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini