Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Cara Aktivis Mahasiswa Melawan Politik Dinasti Jokowi

Aksi mahasiswa menolak dinasti Jokowi meluas. Berbalas intimidasi.

31 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK awal November 2023, Afiq Naufal dan Melki Sedek Huang kerap bersua di warung makan Aceh di sekitar Jakarta Selatan. Sekretaris Jenderal Serikat Mahasiswa Universitas Paramadina dan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia nonaktif itu bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mendiskusikan rencana demonstrasi menolak dinasti Jokowi.

“Kadang kami bertemu dari siang sampai malam,” kata Afiq, 29 Desember 2023. Mereka juga mengajak perwakilan kampus lain dari jaringan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Termasuk Ketua BEM Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Gielbran Muhammad Noor.

Diskusi itu dipicu putusan Mahkamah Konstitusi pada 16 Oktober 2023 yang memungkinkan kepala daerah berusia kurang dari 40 tahun menjadi calon presiden atau wakil presiden. Putusan itu memberi karpet merah bagi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, mendampingi Prabowo Subianto.

Para mahasiswa menganggap putusan MK mengancam demokrasi di negeri ini. Mereka menilai Gibran sebagai anak presiden telah mendapat keistimewaan. “Demi berada di posisi sekarang, hukum diubah dengan sangat mudah. Ini berbahaya untuk demokrasi,” ujar Afiq.

Mereka juga berdiskusi dengan sejumlah aktivis dan pakar dari berbagai bidang. Dari aktivis 1998 Ubedillah Badrun, ahli hukum tata negara Bivitri Susanti, aktivis pemilihan umum Titi Anggraini, ekonom Faisal Basri, hingga Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Diskusi itu membuat mahasiswa kian bertekad melawan dinasti politik Jokowi.

BEM SI sebenarnya sudah menggelar demonstrasi empat hari setelah putusan MK atau pada 20 Oktober 2023 di kawasan patung Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat. Dihadiri ratusan orang, gerakan itu dianggap belum terlalu bergema. Mereka pun menyusun gerakan baru yang berbeda, yakni Sumpah Pemuda 2.0.

Aksi itu digelar pada 22 November 2023 di Gedung Joang '45 di Menteng, Jakarta Pusat. Puluhan mahasiswa dari berbagai universitas hadir mengenakan pakaian hitam. Mereka menggelar orasi sambil membawa jagung sebagai simbol perlawanan.

Ide itu muncul dari perbincangan Melki Sedek Huang dengan Afiq Naufal. Mereka terinspirasi aksi bela Palestina yang menggunakan semangka sebagai simbol perlawanan. Simbol semacam ini dianggap lebih bisa diterima publik.

“Bagi kami, ini juga simbol demokrasi Indonesia masih seumur jagung,” kata Melki kepada Tempo, 28 Desember 2023.

Afiq, Melki, dan Gielbran Muhammad Noor lantas bersafari ke berbagai kampus, khususnya di Pulau Jawa, untuk menggalang dukungan. Mereka pergi menggunakan dana dari kampus dan sesekali duit pribadi.

Tak mudah mengajak pengurus BEM lain untuk bergerak bersama. Selain menjelang libur akhir tahun, ada yang khawatir gerakan itu bakal ditunggangi kepentingan politik tertentu. Toh, gayung tetap bersambut. Pada 29 November 2023, puluhan perwakilan BEM se-Indonesia berunjuk rasa di depan Monumen Serangan Umum 1 Maret, Kota Yogyakarta.

Demonstrasi itu memicu Gerakan Mahasiswa Selamatkan Demokrasi di Universitas 17 Agustus 1945 di Surabaya, 6 Desember 2023. Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Pahlawan datang dan mengecam dinasti politik Jokowi. Berbeda dengan gerakan di Yogyakarta, di Surabaya para mahasiswa tak membawa jagung.

Koordinator Wilayah BEM Seluruh Indonesia Jawa Tengah dan Yogyakarta, Raafila Andya, tak mau ketinggalan. Ia mengajak mahasiswa berdemonstrasi di Solo, kota yang dipimpin oleh Gibran Rakabuming Raka. “Kami di Solo punya keresahan yang sama,” tutur mahasiswa Jurusan Hukum Universitas Slamet Riyadi itu pada 28 Desember 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI membawa jagung saat menggelar aksi di depan Balai Kota Solo, Jawa Tengah, 18 Desember 2023. Tempo/Septhia Ryanthie

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Raafila, gerakan mahasiswa di Solo sedang lemas-lemasnya. Namun rencana aksi menolak dinasti politik Jokowi mendapat sambutan hangat dari Aliansi BEM Solo Raya. Mereka juga bersepakat membawa jagung.

Persiapan demonstrasi digelar seadanya. Raafila mengaku baru mencari jagung beberapa saat sebelum aksi digelar pada 18 Desember 2023. Pedagang jagung di dekat Stasiun Balapan terkejut saat mahasiswa datang untuk membeli 25 jagung. Tapi pedagang itu malah memberi bonus 20 jagung karena ia mendukung demonstrasi tersebut. 

Aksi pun digelar di depan Balai Kota Solo pada sore hari. Para mahasiswa membuka orasi dengan kritik keras terhadap dinasti politik. Setelah itu, mereka berfokus mengkritik berbagai kebijakan Gibran yang belum selesai di Solo. “Kalau memang mau urus negara, lebih baik dia bereskan dulu masalah di Solo,” kata Raafila.

•••

BERTANDANG ke rumah Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 4 Desember 2023, Gielbran Muhammad Noor meminta izin mengadakan diskusi publik. Temanya mengkritik dinasti politik Joko Widodo, yang juga alumnus UGM. Tapi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa UGM itu ragu bakal mendapatkan dukungan.

Ternyata Arie yang lebih dulu menanyakan rencana diskusi itu. “Beliau bilang sangat mendukung,” ujar Gielbran kepada Tempo, 27 Desember 2023. Arie berpesan agar substansi kritik harus kuat supaya tak dimanfaatkan untuk kepentingan politik pasangan calon presiden dan wakil presiden lain.

Bermodal dukungan Arie, Gielbran mengajukan berkas administratif penyelenggaraan diskusi ke Rektorat UGM. Mahasiswa Jurusan Ilmu dan Industri Peternakan angkatan 2019 itu tak kesulitan mengurus perizinan. Selesai dengan cepat.

Pihak kampus bahkan mengizinkan diskusi diselenggarakan di bundaran kampus UGM. Menurut Gielbran, izin dari rektorat untuk acara semacam itu sangat jarang diberikan. Apalagi jika digelar di Bundaran UGM. “Bahkan, saat kami meminta perpanjangan waktu acara, kampus mengizinkan tanpa minta tambahan berkas,” katanya.

Dukungan kampus ini muncul lantaran adanya keresahan serupa. Arie Sudjito mengatakan, dalam berbagai diskusi, banyak dosen UGM membicarakan putusan Mahkamah Konstitusi. Mereka menilai putusan itu, juga langkah Jokowi menduetkan Prabowo Subianto dengan Gibran Rakabuming Raka, tak memperhatikan etika. “Keresahan ini wajar. Kebenaran prosedural satu hal, tapi kebenaran etik melampauinya,” ucap Arie.

Tak hanya di UGM, dukungan kampus terhadap mahasiswa juga muncul di berbagai perguruan tinggi lain. Di Jakarta, Universitas Paramadina juga membebaskan para mahasiswanya mengkritik pemerintah. Rektor Universitas Paramadina Didik Rachbini hanya berpesan agar mahasiswanya tak melanggar hukum ketika berdemonstrasi. 

Didik pun mengingatkan mahasiswanya agar lebih berhati-hati dan jangan sampai diperalat untuk kepentingan politik tertentu. “Saya bangga kalau mahasiswa kritis terhadap situasi sosial-politik,” ujar Didik pada 29 Desember 2023.

Di UGM, diskusi berlangsung pada 8 Desember 2023. Temanya: “Rezim Monarki Sang Alumni: Amblesnya Demokrasi, Ambruknya Konstitusi, dan Kokohnya Politik Dinasti”. Tiga pembicara hadir, yakni dosen UGM, Zainal Arifin Mochtar, serta dua eks koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau Kontras, Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar.

Dalam diskusi itu, Gielbran menyerahkan sertifikat bertulisan “Alumnus UGM paling memalukan” kepada sosok yang menggunakan topeng Jokowi, alumnus Fakultas Kehutanan UGM. Sertifikat itu direncanakan dikirim ke Istana. “Lewat pos saja karena kami malas di sana (Istana Negara) banyak tikus,” kata Gielbran.

BEM Keluarga Mahasiswa UGM juga memasang baliho dengan judul yang sama di dalam lingkungan kampus. Pada 11 Desember 2023, Jokowi berkomentar tentang gelar alumnus paling memalukan itu. “Saya sudah mengingatkan, kita ada etika sopan santun ketimuran,” tutur Jokowi di Pademangan, Jakarta Utara.

Aksi Gielbran dan kawan-kawannya memicu respons publik. Di media sosial, Gielbran diserang oleh berbagai akun. Mahasiswa semester IX itu mengaku sudah mengantisipasi hal ini. Namun ia menyayangkan kritik itu justru masuk ke ranah personal, seperti nilai di kampus dan latar belakang keluarga. “Ada semacam agenda setting untuk menggeser isu utama,” ujar Gielbran.

Beberapa hari setelah diskusi, ia mendapat informasi bahwa Dekanat Fakultas Peternakan UGM didatangi aparat yang mengaku intelijen dan meminta data diri Gielbran. Namun, karena laki-laki itu datang tanpa surat perintah, pihak dekanat menolak permintaan tersebut.

Aparat juga mendatangi kampung halaman Gielbran di Sragen, Jawa Tengah. Berjumpa dengan ketua rukun tetangga setempat, mereka meminta dipertemukan dengan ayah Gielbran. “Namun dihalangi oleh Ketua RT saya,” ucap Gielbran.

Kabar intimidasi terhadap Gielbran juga didengar oleh pihak kampus. Sekretaris UGM Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu menyebutkan kampus telah menawarkan perlindungan untuk Gielbran, seperti menyediakan rumah aman. “Namun dia bilang saat ini belum membutuhkan perlindungan,” kata Andi pada 28 Desember 2023.

Intimidasi juga menimpa Ketua BEM Universitas Indonesia nonaktif, Melki Sedek Huang. Seseorang yang mengaku dari kepolisian mendatangi rumah Melki di Pontianak, Kalimantan Barat, setelah unjuk rasa di Jakarta, 20 Oktober 2023. Orang itu menanyakan aktivitas Melki dan ibunya.

Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Inspektur Jenderal Pipit Rismanto membantah jika anak buahnya disebut mengintimidasi keluarga Melki. Toh, Melki tak gentar. Ia menyatakan akan terus menolak dinasti politik Jokowi. “Kalau ada yang berharap dengan kasus ini saya menjadi takut dan tak militan, anggapan itu salah besar,” ujar Melki.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Francisca Christy Rosana, Fajar Pebrianto, Shinta Maharani dari Yogyakarta, dan Hanaa Septiana dari Surabaya berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jagung Muda Antidinasti"

Egi Adyatama

Egi Adyatama

Wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus