Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP Partai Golkar Zainudin Amali mengungkapkan alasan wacana pencabutan dukungan Golkar terhadap panitia khusus hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, hal tersebut merupakan salah satu upaya Golkar mewujudkan tagline atau slogan Partai Golkar yang baru dibawah pimpinan Airlangga Hartarto, yaitu Golkar Bersih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Harus konsisten dengan tagline Golkar bersih dan ditunjukkan dengan sikap," kata Zainudin saat ditemui Tempo di Hotel Ashley, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat, 22 Desember 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zainudin mengatakan, saat ini Fraksi Golkar di DPR sedang mengadakan rapat untuk membahas perihal tersebut. Menurut dia, rencana pencabutan dukungan Golkar untuk hak angket KPK bukan hanya untuk menaikkan elektabilitas partai, melainkan ada pertimbangan-pertimbangan politik tertentu. "Dengan pergantian kepemimpinan tentu juga akan ada evaluasi dari kebijakan sebelumnya," kata dia.
Ketua Tim Pemenangan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Happy Bone Zulkarnain menyatakan akan mencabut dukungan terhadap pansus hak angket KPK di DPR. Alasannya, agar tidak ada lagi program Dewan Perwakilan Rakyat yang memperlemah KPK.
Pencabutan hak angket itu juga diharapkan bisa memulihkan elektabilitas Golkar yang sempat terpuruk karena diempas kasus korupsi yang menjerat sebagian pengurusnya. “Saat ini semangat Golkar ingin melindungi KPK,” kata Happy di Jakarta, Rabu, 20 Desember 2017.
Happy juga mengatakan wacana pencabutan hak angket itu sejalan dengan tema Partai Golkar yang dipimpin oleh Airlangga, yakni Golkar Bersih dan Bangkit. Menurut dia, pencabutan dukungan itu akan segera dibahas dalam rapat pleno Golkar seusai pelaksanaan musyawarah nasional luar biasa yang berakhir kemarin. Sayangnya, ia belum mau menjelaskan kapan waktu pembahasan tersebut.
Pansus hak angket KPK dibentuk DPR saat KPK tengah menyidik kasus korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP yang melibatkan sejumlah anggota DPR, termasuk Ketua DPR Setya Novanto. Ketika itu, kursi Ketua Umum Golkar masih diduduki Setya. Sejumlah kader Golkar pun menjadi inisiator hak angket dan tergabung dalam Pansus, seperti Ketua Komisi Hukum Bambang Soesatyo; anggota Komisi Hukum yang disebut menerima aliran dana e-KTP, Agun Gunandjar; Muhammad Misbakhun; Adies Kadier; dan John Kennedy Aziz.