Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Alasan Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid Gamblang Sebut Jebolnya PDNS karena Kebodohan

Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid secara gamblang menyebut jebolnya PDNS karena serangan siber Ransomware adalah kebodohan. Apa alasannya?

1 Juli 2024 | 11.17 WIB

Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid. Foto : Runi/Man
Perbesar
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid. Foto : Runi/Man

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid secara gamblang menyebut jebolnya Pusat Data Nasional Sementara atau PDNS di Surabaya akibat serangan siber Ransomware adalah kebodohan. Pernyataan tersebut disampaikannya di depan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) selaku pengelola PDN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ini masalah kebodohan. Punya data nasional tidak ada satupun backup berarti kan?” kata Meutya dalam rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, pada Kamis, 27 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Alasan Meutya Hafid sebut PDNS terserang Ransomware adalah kebodohan

Pernyataan Meutya Hafid itu bermula ketika Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, TB Hasanuddin, menyatakan keheranannya terhadap insiden serangan siber pada PDNS. Berdasarkan laporan BSSN, sepanjang 2023 telah terdapat lebih dari satu juta insiden serangan di Indonesia. Ia mempertanyakan mengapa masalah itu masih terus terjadi dan belum teratasi.

Padahal, menurut Hasanuddin, BSSN sudah sering mengingatkan kementerian atau lembaga tentang serangan semacam itu. “Ini sebetulnya kecelakaan atau kebodohan nasional ya, karena apa? Prihatin. Kita sudah hampir lima tahun bekerja sama mitra terutama dengan BSSN, “ kata dia saat rapat kerja bersama Komisi I DPR, Kominfo, dan BSSN tersebut.

Adapun PDNS di Surabaya lumpuh pada 20 Juni 2024. Akibatnya, 210 instansi pemerintah terdampak dan layanan publik berbasis digital terganggu. Kepala BSSN Hinsa Siburian mengakui kurangnya tata kelola sehingga Kominfo tidak melakukan backup atau cadangan data. BSSN menyebut hanya 2 persen data di PDNS yang di-backup oleh Kemenkominfo. Namun, upaya itu tidak bisa dikatakan Disaster Recovery Center (DRC).

Menanggapi hal itu, Meutya Hafid tak sepakat penyebab data di PDNS “disekap” peretas karena alasan kurangnya pengelolaan. Sebab, menurutnya jika hanya dua persen data yang tercadangkan, maka itu sama saja dengan tidak ada upaya pencadangan alias buka tata kelola. Meutya Hafid sepakat dengan Hasanuddin, kecolongan data PDN tanpa backup tersebut adalah kebodohan.

“Kalau alasannya ini (tata kelola) kan kita enggak hitung Surabaya, Batam backup kan, karena Cuma 2 persen, berarti itu bukan tata kelola, itu kebodohan saja sih, pak,” kata Meutya. “Intinya jangan bilang lagi tata kelola, Pak. Karena ini bukan masalah tata kelola, ini masalah kebodohan. Punya data nasional tidak ada satupun backup berarti kan?”

Komisi I DPR RI minta pembentukan satgas perlindungan PDN

Dalam raker tersebut, Komisi I DPR RI dalam kesimpulan yang dibacakan Meutya Hafid, meminta Kemenkominfo dan BSSN agar membentuk satuan tugas (satgas) nasional perlindungan keamanan siber PDN guna mencegah serangan siber di masa depan. Satgas tersebut nantinya bertanggung jawab atas perlindungan keamanan siber PDN.

Dia menyebutkan, dalam menjalankan fungsinya, satgas tersebut melakukan pembaruan sistem perangkat lunak secara berkala, mengadopsi teknologi keamanan siber terkini, menerapkan pendekatan proaktif dan berlapis dalam meningkatkan sistem keamanan siber, serta melakukan evaluasi berkelanjutan terhadap protokol keamanan yang ada.

Komisi I DPR RI juga meminta Kominfo dan BSSN membentuk crisis center terpadu yang berfungsi sebagai pusat bantuan (helpdesk) dan memberikan informasi berkala mengenai perkembangan penanganan dan pemulihan sistem pelayanan publik yang terdampak serangan ransomware. “Jadi publik harus selalu terinformasikan,” ucap Meutya.

Meutya menuturkan Komisi I DPR berpendapat keamanan siber bukan sekedar masalah teknis, melainkan isu strategis yang berdampak luas terhadap keamanan nasional dan kedaulatan negara. Komisi I DPR menyatakan prihatin dan akan mengagendakan rapat kerja lanjutan bersama Menkominfo dan Kepala BSSN untuk mendapatkan laporan terkini.

HENDRIK KHOIRUL MUHID  | SAPTO YUNUS | AISYAH AMIRA WAKANG

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus