Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Mayor Jenderal Purnawirawan Sudibyo masuk partai karena bercita-cita memperjuangkan hak prajurti TNI-Polri dalam menyampaikan aspirasi.
Penghapusan peran tentara aktif dalam pemilu minta dievaluasi.
Pensiunan TNI-Polri yang menjadi calon legislator diharapkan mendapat suara signifikan ke partai.
JAKARTA – Sudibyo memilih bergabung ke Partai Amanat Nasional karena terbujuk ajakan koleganya sesama pensiunan TNI untuk terjun ke gelanggang politik. Pensiunan jenderal berpangkat bintang dua itu berencana berkontestasi dalam Pemilu 2024 sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alumnus Akademi Militer angkatan 1985 ini awalnya mendapat tawaran dari beberapa partai politik. Tapi ia memilih berlabuh di PAN dengan berbagai pertimbangan. Dia menganggap PAN merupakan partai yang egaliter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia juga terpesona oleh sikap lugas Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang mudah ditemui dan diajak berdiskusi mengenai urusan politik. Dalam salah satu pertemuan, kata Sudibyo, Zulkifli menyarankan kepadanya agar tidak maju di Daerah Pemilihan V Jawa Tengah, yang meliputi Boyolali, Klaten, Sukoharjo, dan Kota Surakarta–kota kelahiran Sudibyo—dengan alasan persaingan calon legislator akan sangat sengit di sini.
“Saya diarahkan ke Dapil IV yang meliputi Kabupaten Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri,” kata Sudibyo, Selasa, 9 Mei 2023.
Pertimbangan lain, kata Sudibyo, karena PAN tidak mensyaratkan mahar politik. PAN justru terbuka mengakui bahwa purnawirawan TNI sangat potensial terpilih dalam pemilihan anggota legislatif 2024. Partai juga tak perlu membiayai pendidikan kader dari pensiunan TNI karena sudah memiliki pengetahuan kebangsaan yang luas. Alasan lain, mereka memiliki basis suara di daerah.
Sudibyo tertarik masuk politik karena masih berkeinginan mengabdi ke negara serta bercita-cita memperjuangkan hak prajurti TNI-Polri dalam menyampaikan aspirasi. “Di DPR sebetulnya kita kurang fair karena perwakilan TNI-Polri ditiadakan. Kami sebagai warga negara tidak punya hak dipilih dan memilih,” ujar Sudibyo.
Baca : Dwifungsi Gubernur Jenderal
Ia tak menyoal Reformasi 1998, penghapusan Dwifungsi ABRI sejak Orde Baru tumbang, ataupun pelucutan peran militer dalam politik nasional. Hanya, Sudibyo tak melihat wadah bagi prajurit aktif untuk menyalurkan aspirasi. Lalu, partai politik dinilai belum sepenuhnya mengakomodasi kepentingan tentara.
“Padahal, kalau demokrasi kita sudah matang, tentu hal ini bisa dievaluasi kembali bahwa seluruh warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih,” ujarnya.
Sejumlah anggota kepolisian menjaga pendaftaran bakal calon legislator (bacaleg) Pemilu 2024 di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang, Jawa Timur, 10 Mei 2023. ANTARA/Ari Bowo Sucipton
Karier Sudibyo di militer berawal dari kavaleri--pasukan khusus Angkatan Darat yang menggunakan kendaraan lapis baja, tank, dan sejenisnya—setelah menyelesaikan pendidikan di Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah, pada 1985. Di antara rekan Sudibyo di sini adalah mantan pejabat Badan Intelijen Negara, Brigadir Jenderal Purnawirawan Okta Hendarji; dan mantan pejabat Komando Daerah Milier VI/Mulawarman, Kolonel Kavaleri Purnawirawan Donald Sitorus, yang kini menjadi politikus Partai Demokrat.
Pria kelahiran Solo, 24 Mei 1962, ini pernah bertugas dalam Operasi Seroja di Timor Timur pada 1986-1988. Kariernya lantas terus menanjak hingga dipercaya sebagai Perwira Pembantu Utama II Bidang Luar Negeri pada Badan Intelijen Strategis TNI pada 2010-2012. Setelah itu, Sudibyo menjabat Perwira Pembantu Utama IV Bidang Luar Negeri Sintel Markas Besar TNI pada 2012-2014. Setahun berikutnya, ia menjabat Kepala Biro Kerja Sama Lembaga Ketahanan Nasional. Terakhir, ia menjadi Wakil Rektor I Universitas Pertahanan pada 2018-2020. Meski sudah pensiun, Sudibyo masih menjadi pengajar di Lemhannas.
Kini Sudibyo sibuk mengurus kelengkapan berkas sebagai bakal calon anggota DPR, untuk diserahkan partainya ke Komisi Pemilihan Umum. KPU membuka pendaftaran partai politik, termasuk daftar bakal calon legislator, ke KPU sejak 1 Mei hingga 14 Mei mendatang.
Sudibyo juga mulai menghitung biaya kampanye yang akan digelontorkannya. Pengurus pusat PAN menyarankan agar setiap calon legislator harus saling membantu berkampanye untuk mendapatkan suara terbanyak. “Misalnya, caleg DPR dan DPRD saling kerja sama dan membuat forum bersama,” kata dia.
Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, mengatakan Sudibyo merupakan satu dari 14 orang pensiunan perwira TNI-Polri yang akan bergabung ke PAN dan akan masuk daftar bakal calon legislator pada Pemilu 2024. Upaya PAN menggaet para pensiunan militer merupakan bagian dari komitmen partai ini sejak kongres di Kendari pada 2020, yaitu mengubah wajah PAN dari partai Islam menjadi nasionalis-religius yang inklusif. “Hal ini yang menjadi daya tarik kaum patriot, para mantan perwira tinggi TNI, untuk bergabung ke PAN,” kata Viva. “Dari sisi ideologi, mereka telah memahami bahwa PAN adalah partai yang memiliki visi perjuangan yang sama dengan doktrin TNI.”
Viva meyakini para pensiunan prajurit ini bakal menyumbangkan suara signifikan bagi PAN. Lalu, PAN tak perlu memoles mereka karena sudah terlatih menghadapi situasi di lapangan. Partai, kata Viva, hanya perlu memberi target dan menentukan strategi pemenangan di daerah pemilihan masing-masing.
“Selama saya menjadi anggota DPR, secara umum telah tertanam dalam diri mereka sebagai sosok manusia yang berintegritas, berdisiplin tinggi, loyal kepada partai, dan bertanggung jawab atas beban tugas yang diberikan,” ujar Viva. “Hal ini sangat membantu partai dalam mewujudkan perjuangan politik di parlemen.”
Sejumlah bakal calon legislator (bacaleg) antre untuk mengurus Surat Keterangan Tidak Pernah Dipidana di Pengadilan Negeri Jayapura, Kota Jayapura, Papua, 5 Mei 2023. ANTARA/Sakti Karuru
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai partai cenderung tergiur merekrut pensiunan TNI-Polri sebagai calon legislator. Sebab, mereka rata-rata sudah mempunyai jaringan di masyarakat, minimal di lokasi tempat mereka bertugas. “Karena mungkin para jenderal itu punya jaringan dan punya dana,” kata Ujang.
Tradisi militer terjun ke gelanggang politik dimulai sejak pemerintahan Presiden Sukarno. Setelah menerbitkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Sukarno mengangkat sejumlah perwira tinggi ABRI menjadi anggota Kabinet Nasakom. Hampir sepertiga jabatan menteri saat itu diemban oleh perwira militer aktif.
Sukarno bertopang pada gagasan Jenderal Abdul Haris Nasution, yang merupakan konseptor Dwifungsi ABRI pada 1958. Nasution menawarkan wacana bahwa ABRI harus mengambil posisi “jalan tengah” sebagai sikap politik militer. Prajurit diberi kewenangan secara aktif untuk ikut menentukan arah kebijakan pemerintah pada level eksekutif dan yudikatif. Gagasan ini berlanjut di era Presiden Soeharto selama 33 tahun. Bahkan pemerintah Orde Baru semakin banyak mengangkat perwira militer dalam jabatan sipil, dari anggota kabinet, pejabat di lembaga negara, hingga kepala daerah.
ABRI–sebelum pecah jadi TNI dan Polri—juga mendapat jatah kursi DPR tanpa perlu ikut pemilu sejak 1992. Fraksi ABRI mendapat 100 kursi dari total 500 kursi DPR. Lalu, 400 kursi DPR lainnya diperebutkan tiga partai peserta pemilu, yaitu Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia.
Setelah Reformasi bergulir dan Soeharto tumbang, pemerintah menghapus Dwifungsi ABRI, lalu memisahkan TNI dan Polri, yang selanjutnya dikuatkan lewat Undang-Undang TNI dan Undang-Undang Kepolisian RI. Kini, para pensiunan tentara, termasuk Sudibyo, kembali beramai-ramai masuk partai politik setelah tak lagi bertugas di barak militer.
AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo