Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Dosen Aparatur Sipil Negara dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi atau Adaksi menuntut pembayaran tunjangan kinerja atau tukin dosen secara penuh kepada Kemendiktisaintek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan editor: Yang Tersembunyi dalam 100 Hari Kabinet Prabowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Adaksi, Anggun Gunawan, mengatakan Kemendiktisaintek belum mau membayar tukin mereka secara menyeluruh. Adapun pemerintah belum membayarkan tukin dosen ASN sejak 2020.
"Jika tunjangan kinerja tidak dibayar penuh, kami tengah siapkan Langkah menggugat ke PTUN," kata Anggun saat dihubungi pada Senin, 3 Februari 2025.
Ia menjelaskan Kemendiktisaintek hanya akan membayarkan tunjangan kinerja bagi dosen yang di tempatkan pada satuan kerja dan Perguruan Tinggi Negeri dengan status Badan Layanan Umum (PTN-BLU).
Keputusan itu, kata dia, bertolak belakang dengan ASN yang ada di internal Kemendiktisaintek maupun kementerian lain yang membidangi pendidikan.
“Oleh karena itu kami menuntut tunjangan kinerja for all, tidak ingin dibeda-bedakan karena kami ASN Kemendiktisaintek yang berbeda tempat saja,” ujar dia.
Adapun Kemendiktisaintek akan membayarkan tunjangan kinerja bagi dosen ASN pada tahun anggaran 2025, dan mereka yang di tempatkan di Satuan kerja dan PTN-BLU.
Rencana pembayaran tunjangan kinerja itu diteken Kemendiktisaintek melalui Surat Edaran Nomor 247/M.A/KU.01.01/2025 perihal Tunjangan Kinerja Dosen. Masalahnya, pembayaran hanya akan dilakukan untuk 2025 saja, tidak dengan periode sebelumnya, yaitu 2020-2024.
Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek Togar Mangihut Simatupang mengatakan keputusan untuk tidak menganggarkan pembayaran tunjangan kinerja pada tahun sebelumnya dilakukan karena kementerian sebelumnya yang membidangi pendidikan tinggi tidak mengajukan anggaran melalui birokrasi yang semestinya.
“Itu sudah tutup buku dan kebutuhan parsial karena ketidaksempatan dari kementerian yang lalu,” kata Togar.
Ia menjelaskan, dalam pembayaran tunjangan kinerja, Kemendiktisaintek tidak berpangku tangan saja.
Menurut Togar, sejak awal lembaganya terus berupaya untuk memenuhi hak-hak dosen ASN, salah satunya dengan mengajukan anggaran tambahan kepada Badan Anggaran DPR, meski pada akhirnya anggaran yang diajukan tidak sesuai dengan besaran yang diharapkan, yaitu dari Rp2,8 Triliun menjadi Rp2,5 Trilun.
“Untuk kebijakan yang sudah atau tidak dilakukan kementerian sebelumnya, kami tidak memiliki kewenangan sampai di situ,” ujar Togar.
Anggun Gunawan menilai Kemendiktisaintek tak sepenuh hati dalam memperjuangkan hak dosen ASN. Alasannya, terdapat hak dosen ASN yang diabaikan sejak lima tahun lalu.
Menurut Anggun, meski menjadi salah satu ASN yang memiliki jabatan fungsional di Kemendiksaintek, dosen acapkali diabaikan hak-haknya, terutama dalam memperoleh tunjangan kinerja yang telah diatur dalam aturan perundang-undangan.
“Kalau ASN yang lain memperoleh hak-nya, mengapa kami tidak?” tanya dia.