Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno memperkirakan 50 persen pekerja migran Indonesia menggunakan jalur ilegal untuk bekerja di Malaysia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau data Kementerian Luar Negeri 2,5 juta, kemudian data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pada saat itu adalah 900 ribu, sisanya dari 900 ribu menuju ke 2 juta itu kan sudah dipastikan unprocedural," ucap Hariyanto kepada Tempo melalui aplikasi perpesanan pada Ahad, 2 Februari 2025.
Menurut dia, jalur ilegal ini sudah lama digunakan oleh para mafia sebagai bisnis. Hariyanto mengatakan setiap mafia bisa mendapatkan keuntungan mencapai Rp 15 juta. Mereka menjanjikan para pekerja untuk bisa bekerja tanpa menggunakan dokumen resmi, termasuk bekerja di Malaysia.
"Ini kan bisnis yang menggiurkan, kita bisa menghitung lah satu kepala kemudian dijanjikan tanpa dokumen sampai Malaysia itu sekitar Rp 10 sampai 15 juta. Setiap hari ada berapa pemberangkatan," kata dia.
Hariyanto mengatakan praktik ilegal ini pernah terjadi di wilayah Tanjung Balai, Sumatera Utara. Kala itu, kata dia, setiap pekerja diminta untuk membayar sebesar Rp 15 juta agar dapat bekerja di Malaysia.
"Kalau calonya kemudian tekong-tekongnya itu ada relatif, dia mendapatkan. Kalau saya lihat terakhir di Tanjung Balai, itu mereka membayar sekitar 15 juta," ucap Hariyanto.
Ia meminta pemerintah memberantas mafia yang menjalankan bisnis pekerja migran Indonesia menggunakan jalur ilegal. Tujuannya agar warga negara Indonesia dapat melalui jalur prosedural atau legal untuk keamanan para pekerja migran.
"Kuncinya adalah ini bisnis penempatan kotor, ada mafia-mafianya di situ, ada oknum-oknumnya di situ yang perlu diberantas adalah terkait dengan mafia dan oknum itu sampai ke akar-akarnya," ujar dia.
Menurut dia, sudah terlalu banyak pekerja migran Indonesia menggunakan jalur ilegal dan berujung kematian. Hariyanto mengatakan ini bisa terjadi karena mekanisme legal untuk dapat bekerja di luar negeri terlalu rumit dan mahal.
"Saya rasa kalau itu (bisnis PMI Ilegal) diberantas, maka kemudian warga negara Indonesia tidak ada pilihan lagi selain mereka berangkat secara prosedural," kata Hariyanto.