Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Beberapa fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui penggunaan rekapitulasi suara elektronik (e-Rekap) dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020. Meski begitu, para politikus Senayan memberi beberapa catatan perihal implementasi sistem itu. Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Arif Wibowo, berujar, partainya menyetujui e-Rekap hanya sebagai alat bantu dari rekapitulasi manual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arif menuturkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah sudah mengatur metode rekapitulasi suara secara berjenjang dari tempat pemungutan suara hingga ke Komisi Pemilihan Umum tingkat daerah. “Rekapitulasinya tetap manual karena perintah undang-undang,” kata dia saat dihubungi Tempo, kemarin.
Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR RI ini menambahkan, penggunaan e-Rekap dapat mengurangi kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan. Selain itu, penggunaan teknologi dapat berfungsi sebagai alat kontrol dan pembanding terhadap data rekapitulasi suara manual. Arif meminta KPU menguji kredibilitas e-Rekap di hadapan para ahli teknologi informasi dan pemilihan umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Senada dengan PDIP, Fraksi PKB juga menyetujui penggunaan e-Rekap dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020. Hanya, mereka menyarankan agar sistem ini diuji terlebih dulu sebelum digunakan. Politikus PKB, Yaqut Cholil Qoumas, mengatakan e-Rekap harus melalui serangkaian uji keamanan untuk memastikannya aman dari peretasan.
Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR ini menjelaskan, Pilkada 2020 yang dilakukan di tengah pandemi membuat penggunaan e-Rekap menjadi penting untuk memperpendek rantai penghitungan suara. “Selain itu, meminimalisasi pertemuan orang dan akan lebih efisien dalam penggunaan anggaran,” kata dia saat dihubungi Tempo, kemarin.
Yaqut optimistis, jika aplikasi ini disiapkan dari sekarang, akan bisa digunakan dalam Pilkada 2020 pada 9 Desember mendatang. Kalaupun tidak bisa, ia menyarankan sistem itu disempurnakan supaya bisa dipakai dalam Pemilihan Umum 2024. Yaqut pun meminta pengembangan e-Rekap dilakukan secara transparan, dari tahap pengadaan, simulasi, sampai tes kemampuan.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan Azis, menyebutkan pemanfaatan e-Rekap untuk Pilkada 2020 sudah direncanakan sebelum pandemi. Namun, gara-gara pemotongan anggaran akibat Covid-19, rencana ini belum berlanjut. “KPU RI belum melanjutkan pengembangan Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi/e-Rekap) sampai ada kepastian anggaran,” ucap dia saat dihubungi, kemarin.
Viryan menyatakan, sejak anggaran KPU dipotong pada April lalu, belum ada kepastian perihal anggaran e-Rekap. Padahal, kata dia, e-Rekap diharapkan menjadi solusi untuk Pemilihan Umum 2024. “Faktor waktu menjadi kunci utama untuk kesiapan Sirekap diterapkan secara efektif pada Pilkada serentak 2020.”
Politikus Partai NasDem, Saan Mustopa, mengungkapkan, kalau e-Rekap berhasil digunakan dalam Pilkada 2020, terbuka peluang sistem yang sama digunakan dalam Pemilu 2024. Ia menegaskan, partainya mempercayai pelaksanaan e-Rekap lantaran dokumen manualnya masih bisa ditelusuri kembali jika terjadi sengketa pemilihan.
Adapun mengenai e-Voting, Saan menyatakan partainya belum setuju untuk digunakan di Indonesia, dengan alasan masih banyaknya masalah peretasan yang dialami KPU. “E-Voting masih rawan kebobolan. Di negara lain juga banyak ditinggalkan,” kata dia saat dihubungi, kemarin.
Fraksi Partai Golkar juga menyatakan setuju atas penggunaan e-Rekap. Politikus Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan penyelenggaraan pemilu semakin hari harus semakin sederhana. Agar tidak menyulitkan, ucap dia, maka penggunaan teknologi informasi tidak bisa dihindari. “Supaya pengalaman rekapitulasi suara yang memakan korban akibat kelelahan dalam Pemilihan Umum 2019 tidak terulang.”
DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo