Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP Tubagus Hasanuddin menyatakan operasi militer selain perang TNI berpotensi terjadi tumpang tindih dengan tugas pemerintahan sipil. Ia mengatakan penggunaan para personel tentara di wilayah sipil harus melalui regulasi yang jelas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami tidak boleh sembarangan menggunakan sumber daya dan personel TNI karena fungsi utama mereka adalah sebagai alat pertahanan negara," kata Tubagus Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya pada Ahad, 23 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan itu merespons langkah Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan TNI Angkatan Darat pada 14 Maret 2025.
Tubagus Hasanuddin menyoroti kerja sama itu seperti keterlibatan personel tentara dalam berbagai proyek infrastruktur, seperti pemasangan listrik, penataan kawasan kumuh, ketahanan pangan, hingga rumah rakyat. Sehingga, menurut dia, pelibatan tersebut akan menyebabkan tumpang tindih.
"Semua pihak harus menunggu Peraturan Pemerintah (PP) atau Perpres yang akan mengatur teknis OMSP agar tidak terjadi penyalahgunaan atau pelampauan wewenang," ucap dia.
Adapun kerja sama TNI Angkatan Darat dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah kolaborasi untuk proyek pembangunan. Penandatanganan ini dilakukan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Maruli Simanjuntak dengan Gubernur Jawa Barat Deddy Mulyadi di Mabes TNI, Jakarta.
Kolaborasi tersebut salah satunya untuk proyek pembangunan. Kerja sama ini berfokus pada berbagai proyek pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, saluran irigasi, serta rumah rakyat di Jawa Barat.
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan ketentuan mengenai perluasan tugas pokok TNI dalam OMSP di UU TNI akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. “Insya Allah jangan sampai terjadi ada operasi militer. Ini kan hanya untuk antisipasi dan mitigasi," kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, pada Kamis, 20 Maret 2025.
Dia pun menekankan ketentuan tersebut dimasukkan dalam revisi UU TNI sebagai bentuk antisipasi apabila situasi tertentu terjadi. Di mana, dalam RUU TNI yang telah disetujui menjadi undang-undang, terdapat perluasan cakupan tugas pokok TNI dalam OMSP dari semula 14 menjadi 16 tugas.
Penambahan dua tugas pokok baru OMSP itu meliputi membantu dalam menanggulangi ancaman siber dan membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara, serta kepentingan nasional di luar negeri.
“Jikalau terjadi akan dilaksanakan hal seperti itu, namun jika tidak jangan sampai terjadi, dan itu hanya penambahannya itu adalah untuk siber dan penyelamatan warga negara di luar negeri jika dibutuhkan,” ujar Puan.
Sapto Yunus berkontribusi dalam pembuatan artikel ini.