Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Angin, Banjir Dan Pasang Laut

Kota Meulaboh dilanda air pasang & luapan sungai Meurobo. Setelah surut, terjadi wabah muntah berak. Aceh selatan disapu pasang laut & angin ribut. kota Pidie dilanda banjir. Hubungan dapat terputus. (dh)

3 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSIBAH hama wereng belum terlupakan, malapetaka baru menimpa Aceh pula. Pertengahan bulan lalu 4 kabupaten di propinsi ini dilanda angin kencang bersama hujan lebat. Kabupaten-kabupaten Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Besar dan Pidie, ditimpa bencana alam. Kabupaten Aceh Barat ternyata paling menderita. Ibukotanya, Meulaboh, di bibir Lautan Hindia itu, dijilat air pasang dan sekaligus digenangi air hujan luapan Sungai Meurobo. Sebanyak 24 orang meninggal, 40.000 orang harus mengungsi dan hampir 3.000 rumah rusak. Bupati Aceh Barat, drs. Teuku Usman mengirim telek kepada Darmansyah dari TEMPO, untuk mengabarkan bahwa 2 hari kemudian air menyusut. Tapi, katanya, wabah muntah berak berjangkit dan merenggut nyawa 10 orang penduduk. Pencegahan sudah dilakukan. Tak kalah menyedihkan adalah rusaknya jalan-jalan yang sudah ada -- di luar. Jalan-jalan yang pada umumnya masih buruk di propinsi ini. Seorang penduduk yang berhasil sampai di Banda Aceh menuturkan perjalanannya dari Meulaboh menelan waktu 7 hari. Menurut ceritanya, jalur jalan Meulaboh-Banda Aceh harus diperbaiki secara besar-besaran. Banyak jembatan roboh dan tak sedikit badan jalan yang hilang dari permukaannya semula. Walau tidak separah Aceh Barat, rumah-rumah penduduk di tepi pantai di Kecamatan Sawang, Aceh Selatan, habis disapu pasang laut. Untung penduduknya masih sempat menyelamatkan diri ke bukit-bukit pinggir desa. Bupati Sukardi Is dalam laporan langsungnya kepada TEMPO menyebut kerusakan memang tak begitu berarti di Kota Tapaktuan, ibukota Aceh Selatan. Hanya, katanya, atap rumah penduduk banyak diterbangkan angin. Air laut memang menderu, tapi tak sampai menjilat bagian kota. Hanya Sepeda Menurut Bupati Sukardi, akibat yang segera terasa adalah terhentinya denyut lalulintas. Jalan-jalan rusak. Kenderaan yang masih dapat dipakai hanya sepeda. Premium dan minyak lampu begitu pula bahan sandang mulai membubung. Bahkan mulai sulit didapat. Tapi tak ada kekhawatiran kurang pangan sebab kabupaten ini terkenal sebagai lumbung beras. Jalan propinsi di Kabupaten Pidie hilang antara km 66 - km 73. Sisanya terputus karena rusak berat. Beberapa rumah hanyut atau rusak, 3 orang meninggal. Di sini tak ada bencana karena angin, hanya banjir -- yang juga menimpa bagian-bagian wilayah ini hampir setiap tahun. Akibatnya persediaan bahan-bahan pokok mulai menipis. Sedangkan droping satu-satunya hanya mungkin lewat udara. Di Aceh Besar kerusakan terutama pada jalan-jalan penting. Tapi korban meninggal 5 orang. Sementara itu Gubernur Muzakkir Walad yang bulan ini harus meletakkan jabatannya, tampak sedih juga melihat malapetaka di daerah yang akan ditinggalkannya. Tapi diam-diam ia menyimak angka-angka korban yang masuk sebelum diteruskan ke Jakarta. Rupanya ia khawatir ada angka yang berlebih-lebihan untuk mendramatisir peristiwa itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus