MUSIBAH hama wereng belum terlupakan, malapetaka baru menimpa
Aceh pula. Pertengahan bulan lalu 4 kabupaten di propinsi ini
dilanda angin kencang bersama hujan lebat. Kabupaten-kabupaten
Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Besar dan Pidie, ditimpa bencana
alam.
Kabupaten Aceh Barat ternyata paling menderita. Ibukotanya,
Meulaboh, di bibir Lautan Hindia itu, dijilat air pasang dan
sekaligus digenangi air hujan luapan Sungai Meurobo. Sebanyak 24
orang meninggal, 40.000 orang harus mengungsi dan hampir 3.000
rumah rusak. Bupati Aceh Barat, drs. Teuku Usman mengirim telek
kepada Darmansyah dari TEMPO, untuk mengabarkan bahwa 2 hari
kemudian air menyusut. Tapi, katanya, wabah muntah berak
berjangkit dan merenggut nyawa 10 orang penduduk. Pencegahan
sudah dilakukan.
Tak kalah menyedihkan adalah rusaknya jalan-jalan yang sudah ada
-- di luar. Jalan-jalan yang pada umumnya masih buruk di
propinsi ini. Seorang penduduk yang berhasil sampai di Banda
Aceh menuturkan perjalanannya dari Meulaboh menelan waktu 7
hari. Menurut ceritanya, jalur jalan Meulaboh-Banda Aceh harus
diperbaiki secara besar-besaran. Banyak jembatan roboh dan tak
sedikit badan jalan yang hilang dari permukaannya semula.
Walau tidak separah Aceh Barat, rumah-rumah penduduk di tepi
pantai di Kecamatan Sawang, Aceh Selatan, habis disapu pasang
laut. Untung penduduknya masih sempat menyelamatkan diri ke
bukit-bukit pinggir desa. Bupati Sukardi Is dalam laporan
langsungnya kepada TEMPO menyebut kerusakan memang tak begitu
berarti di Kota Tapaktuan, ibukota Aceh Selatan. Hanya, katanya,
atap rumah penduduk banyak diterbangkan angin. Air laut memang
menderu, tapi tak sampai menjilat bagian kota.
Hanya Sepeda
Menurut Bupati Sukardi, akibat yang segera terasa adalah
terhentinya denyut lalulintas. Jalan-jalan rusak. Kenderaan yang
masih dapat dipakai hanya sepeda. Premium dan minyak lampu
begitu pula bahan sandang mulai membubung. Bahkan mulai sulit
didapat. Tapi tak ada kekhawatiran kurang pangan sebab
kabupaten ini terkenal sebagai lumbung beras.
Jalan propinsi di Kabupaten Pidie hilang antara km 66 - km 73.
Sisanya terputus karena rusak berat. Beberapa rumah hanyut atau
rusak, 3 orang meninggal. Di sini tak ada bencana karena angin,
hanya banjir -- yang juga menimpa bagian-bagian wilayah ini
hampir setiap tahun. Akibatnya persediaan bahan-bahan pokok
mulai menipis. Sedangkan droping satu-satunya hanya mungkin
lewat udara.
Di Aceh Besar kerusakan terutama pada jalan-jalan penting. Tapi
korban meninggal 5 orang. Sementara itu Gubernur Muzakkir Walad
yang bulan ini harus meletakkan jabatannya, tampak sedih juga
melihat malapetaka di daerah yang akan ditinggalkannya. Tapi
diam-diam ia menyimak angka-angka korban yang masuk sebelum
diteruskan ke Jakarta. Rupanya ia khawatir ada angka yang
berlebih-lebihan untuk mendramatisir peristiwa itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini