Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Memang Ini Depolitisasi Kampus

Dirjen pendidikan tinggi Prof. Dody Tisna Amidjaja mengeluarkan instruksi sehubungan dengan pelaksanaan NKK. SM & BPM harus dibentuk, DM di hapuskan. Di tingkat univ dibentuk BKK yang diketuai PR III. (pdk)

3 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INSTRUKSI Prof. Dody Tisna Amidjaja, Dirjen Pendidikan Tinggi, terpaksa dikeluarkan, 17 Mei yang lalu. Alasannya, banyak rektor memberikan interpretasi yang berlainan terhadap SK Menteri P&K tentang normalisasi kehidupan kampus. Mereka mengira setelah SK itu akan turun lagi SK kedua yang berisi pengaturan pelaksanaannya. "Padahal pada SK Menteri yang pertama itu secara implisit sudah memberikan legalitas kepada rektor untuk memulai pelaksanaan normalisasi kampus," kata Dody Tisna Amidjaja, minggu lalu kepada TEMPO. Dan Dody menyebut misalnya Unsrat di Manado dan UI di Jakarta yang telah melaksanakan normalisasi kampus itu sebelum instruksinya dikeluarkan. Adapun yang belum, tentu ada juga yang karena bukan ingin menunggu instruksi saja. Prof. Ahmad Memed Satari, rektor IPB misalnya, merasa tak perlu mengeluarkan SK tertulis untuk mencairkan SM dan BPM di fakultas-fakultasnya (dalam SK normalisasi kampus itu Dewan Mahasiswa tetap dibekukan) karena dulu juga tak pernah membuat SK pembekuannya. Sementara ITB yang terdiri dari 22 jurusan itu terpaksa bingung juga untuk mentrapkan konsep Daoed Joesoef tadi. "Di sini tak ada yang namanya SM dan BPM, Himpunan jurusan langsung memilih wakilnya untuk duduk sebagai senator dalam Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) tingkat universitas," kata Yusman pejabat Ketua DM-ITB. Bukan Mahasiswa Di dalam instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi itu SM dan BPM selain harus dibentuk juga memegang peranan aktif. Sedangkan DM yang seperti dikenal selama ini, tidak ada. Dan yang di tingkat universitas yang harus dibentuk adalah Badan Koordinasi Kemahasiswaan yang diketuai bukan oleh mahasiswa. Ketuanya adalah Pembantu Rektar (PR) III (bidang mahasiswa), dengan anggota para Pembantu Dekan III, serta staf ahli yang terdiri dari dosen-dosen pembimbing. Ditambah: tokoh-tokoh mahasiswa yang dianggap mengetahui seluk beluk masalah kemahasiswaan di perguruan tinggi yang bersangkutan. Dengan struktur lembaga kemahasiswaan yang sekarang, jelas ITB sukar mengadaptasi bentuk organisasi yang diinginkan pemerintah. Karena itu Dr. Sujana Sapi'ie, Ketua Rektorium ITB segera mengeluarkan SK yang menyatahan AD/ART Keluarga Mahasiswa ITB tak mengikat lagi bagi seluruh civitas academica ITB. Sapi'ie juga langsung mengangkat Pembantu-Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan bagi ketiga fakultas yang ada di Institut itu -- jabatan yang sebelumnya tak pernah dikenal di ITB. "Tapi kalau mau pokrol-pokrolan, senat mahasiswa itu misalnya, satu SM saja untuk seluruh ITB sebenarnya logis. Tapi itu tentu tidak akseptabel bagi pemerintah," ujar Sapi'ie. Maksudnya kalau satu SM kan bisa sama saja fungsinya sebagai DM. Dan justru lembaga itu yang dalam instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi ditiadakan. ITB: Terus SK Rektorium ITB itu ternyata dibalas oleh SK DM-ITB, yang menegaskan bahwa pengaturan kegiatan mahasiswa tetap berada sepenuhnya di tangan mahasiswa berdasarkan AD/ART Keluarga Mahasiswa ITB, sebelum ada perubahan AD/ART tersebut. Bahkan kepada himpunan jurusan diminta tetap melakukan kegiatannya: memilih senator untuk duduk di MPM yang pada gilirannya akan memilih tiga calon Ketua DM yang akan dipilih langsung oleh anggota Keluarga Mahasiswa ITB, seperti yang telah dilakukan selama ini. Apakah bakal terpilih ketua DM ITB yang baru atau tidak, yang jelas bagi mahasiswa lembaga 'pemerintahan mahasiswa' itu dianggap tetap diperlukan. "Dengan tidak ada DM maka mahasiswa akan terkotak-kotak, aktifitasnya akan menjadi multiversitas," kata Lukman Mokoginta, Ketua Umum DM-UGM. "Kita tidak menuduh pemerintah memecah-belah mahasiswa. Tapi begitulah keadaannya bila struktur lembaga kemahasiswaan yang diinginkan pemerintah itu mau dipaksakan," kata Farid Rasyid, Ketua DM-IPB. Farid juga mengecam adanya ketentuan bahwa dekanlah yang memilih tiga calon ketua SM sebagai ketua formtur. Itu, baginya yang akan "menghancurkan demokrasi" yang selama ini ada di kampus. Selama ini pemilihan ketua lembaga kemahasiswaan itu, baik pencalonan maupun pemilihannya, dilakukan oleh mahasiswa. Namun Prof. Dody Tisna Amidjaja kurang sependapat dengan jalan pikiran mahasiswa IPB itu. Menurut dia, cara pemilihan dengan ditunjuk oleh dekan itu untuk menunjukkan bahwa perguruan tinggi itu "memiliki aspek ilmiah". Kata Dody: "Yang ingin ditunjukkan di sana adalah bahwa kebenaran mutlak itu tid ak ada. Bahwa seorang terbaik tidak ada. Tapi justru atas dasar demokrasi, mereka harus terima kalau calonnya kebetulan tidak ditunjuk," ucap Dody menjelaskan. "Kecenderungan Rapat Umum" Tapi kenapa harus lembaga SM bukan DM yang mesti diaktifkan? Menurut Dody, karena sasaran yang ingin dituju oleh tata baru adalah penyediaan wadah-wadah yang paling serasi dan efektif untuk menampung kegiatan mahasiswa. Tujuannya: mengembangkan kekuatan "penalaran individuil" mahasiswa. Wadah itu ialah SM atau himpunan jurusan. "Saya tak mengatakan DM tak mampu mengembangkan kekuatan penalaran itu, tapi pengalaman menunjukkan DM memiliki kecenderungan rapat umum," kata Dody lagi. Kalau mahasiswa curiga tataan baru lembaga kemahasiswaan itu dianggap usaha untuk membersihkan kampus dari kegiatan-kegiatan politik, memang benar. "Memang ini depolitisasi kampus. Politik harus dikeluarkan dari kampus," katanya. Menurut Dody, ketika dulu pertama kali dibentuk DM, maksudnya adalah melakukan depolitisasi kampus. Jadi apa yang dilakukan pemerintah sekarang adalah mengembalikan tujuan semula, ketika lembaga kemahasiswaan itu dibentuk pada tahun limapuluhan dulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus