Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Angka-Angka Di Atas Kertas

Pembangunan gedung SD digiatkan pemerintah melalui inpres. Dalam setahun sepuluh ribu gedung berdiri, 30 guru diangkat. Tapi sebagian gedung dibangun asal jadi, hingga kurang memenuhi syarat. (pdk)

15 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUKAN orang lain yang bilang. Tapi Menteri P & K sendiri pada Hari Pndidikan Nasional (Harpenas), 2 Mei 1976: "Belum pernah terjadi dalam sejarah pendidikan, bahwa sebuah negara mampu mendirikan 10 ribu gedung SD dalam setahun, dan mengangkat 30 ribu orang guru untuk keperluan itu". Pidato Menteri, yang ternyata kemudian diucapkan secara berantai oleh para pejabat daerah dalam memperingati hari tersebut masih menyebutkan kegiatan lain seperti penataran guru secara besar-besaran, penyediaan buku pelajaran dan alat-alat pendidikan serta penyediaan alat pengangkutan supervisi sampai ke semua kecamatan, sebagai usaha dan hasil-hasil yang memberikan bukti nyata: "bahwa kita sekarang sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas yang besar dan berat". "Proyek SD Inpres membuka mata dunia bahwa Indonesia mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam pendidikan", ujar Sjarif Thajeb lagi. Memang hebat. Instruksi Presiden (Inpres) mengenai Program Bantuan Pembangunan SD yang selama ini sudah dituagkan lewat empat buah Inpres itu (pertama No.10/ 1973, kedua No.6/1974, ketiga No.6/1975, keempat No.3/1976), memang merupakan suatu usaha pemerintah untuk mempercepat perataan kesempatan belajar di SD, khususnya bagi anak berumur 7--12 tahun. Karena menurut pernitungn pada tahun 1973,dari 20,7juta anak usia 7-12 tahun hanya terdapat 13,6 juta anak murid di SD. Itu pun anak yang berusia 7-12 tahun cuma 11, juta orang. Berarti anak usia sekian yang tertampung di sekolah hanya separoh ]ebih sedikit (57O). Nah, dengan Inpres itu pada akhir Pelita II nanti (tahun 1979), jumlah murid SD dari yang diperkirakan akan meningkat menjadi 20,9 juta, 19,6 juta di antaranya adalah murid-murid dengan usia 7--12 tahun (85 prosen). Target ini oleh pemerintah kemudian dijadikan kriteria keberhasilan dari program yang selain menambah jumlah gedung SD, juga dilengkapi dengan penambahan puluhan ribu guru, buku-buku pelajaran pokok, buku-buku bacaan, dan alat-alat kegiatan supervisi. Di atas kertas target yang hendak dikejar pemerintah itu nampaknya tidak mustahil bisa dicapai. Sebab dengan Inpres yang sudah dikeluarkan sebanyak empat kali itu (dibangun secara bertahap, tiga.lokal pertarna kemudian ditambah tiga lokal berikutnya: dua Inpres pertama berjumlah 6 ribu buah, dua Inpres terakhir berjumlah 10 ribu), jumlah gedung SD nanti akan bertambah dengan 16 ribu buah. Di dalamnya diperkirakan bisa tertampung murid sebanyak hampir 8 juta orang. Sementara daya tampung SD bukan Inpres diperkirakan masih tetap sebesar 13,5 juta lebih. Artinya, jumlah 21 juta yang ditargetkan pemerintah pada akhir Pelita II nanti bisa dicapai. Tentu saja SD-SD Inpres yang diharapkan bisa menampung jumlah murid sekian itu, setelah memanfaatkannya dilakukan secara intensif. Maksudnya begini. Tiga lokal yang dibangun tahap pertama tadi, disediakan hanya untuk murid-murid kelas satu saja. Kemudian setelah bangunan ditambah dengan tiga lokal berikutnya. SD Inpres yang setiap lokalnya memiliki 40 orang murid - dengan perkiraan angka putus-sekolah sebesar 8 prosen setiap tahunnya- akan dibuka pagi hari dan sore hari. Itu pun sekolah pagi dipakai secara bergilir: tiga ruangan bergantian kelas satu dan kelas dua. tiga ruangan lainnya untuk kelas tiga. Sementara sekolah sore, dua ruangan Untuk kelas empat, dua ruangan untuk kelas lima dan dua lagi untuk kelas enam. Sehingga dengan cara serupa itu,sebuah SD Inpres yang dipergunakan secara penuh akan memiliki murid kelas satu sampai kelas enam sebanyak 15 kelas dengan jumlah murid seluruhnya sekitar 480 sampai 500 orang. Luar biasa. Sudah pasti menangani proyek besar yang dibanggakan pemerintah itu, akan mengundang banyak kerepotan, besar maupun kecil. Dari laporan Team Pembina umum Program Bantuan Pembangunan SD itu nampak banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan pada dua Inpres pertama. Dalam hal pembangunan gedung misalnya. Bukan hanya tidak sesuai dengan disain gedung yang sudah direncanakan (seperti dinding penyekat antara kelas tidak sampai langit-langit sehingga kegaduhan di kelas yang satu terdengar ke kelas-kelas yang lainnya, dan dinding tembok pembatas wc juga tidak sampai ke langit-langit, sehingga bau menyebar ke dalam kelas). Penyimpangan terjadi juga terhadap lokasi bangunan tahap kedua dan penyimpangan terhadap pemakaian gedung. Banyak lokasi gedung sekolah tahap kedua (tiga lokal tambahan) tidak menjadi satu dengan lokasi gedung tahap pertama yang terdiri dari tiga lokal juga. Alasannya, karena penduduk jarang sehingga pembangunan sekolah dengan enam lokal dianggap kebanyakan. Sementara pemakaian gedung tahap pertama yang ketiga lokalnya mestinya disediakan buat anak-anak kelas satu, digunakan untuk murid kelas-kelas di atasnya. Alasannya, juga karena penduduk di daerah lokasi sekolah itu jarang, sehingga murid-murid kelas satunya tidak cukup sampai tiga kelas. Bahkan ada juga SD Inpres yang dipergunakan sebagai pengganti gedung SD yang sudah rusak, sebagai tempat penampungan murid-muridnya. Dan di kota-kota yang berpenduduk padat, SD Inpres dipergunakan juga untuk menampung murid-murid dari SD-SD yang sudah ada. Penyimpangan-penyimpangan itu masih ditambah lagi dengan hambatan berupa penunjukan pemborong yang tidak tepat, yang mengakibatkan banyak di antaranya yang tidak meneruskan pekerjaannya dan lari. Sudah tentu selain penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pembangunan gedung, terjadi juga penyimpangan misalnya pada penyediaan buku-buku pelajaran, buku-buku bacaan dan sebagainya. Tapi yang jelas kerepotan menangani proyek itu termasuk juga usaha pengadaan guru-guru yang cukup memeras keringat. Karena bisa dibayangkan untuk keperluan 16 ribu SD Inpres (yang berarti 96 ribu lokal) akan diperlukan tenaga pengajar yang tidak sedikit.Beberapa propinsi memiliki tenaga lulusan SPG yang bisa memenuhi kebuuhan guru pada SD-SD Inpresnya. Tapi tidak sedikit juga daerah yang terpaksa harus mendatangkannya dari daerah lain. Ini pun ternyata menimbulkan soal Karena itu tidak kurang Menteri P & K sendiri berpendapat: "Kita tak boleh takabur". Sebab bukan hanya lebih mending tidak omong besar dan bangga berlebihan. Yang penting, "kita harus bekerja keras dan melaksanakan rencana yang sudah ditetapkan", ujar Sjarif Thajeb.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus