BUKAN orang lain yang bilang. Tapi Menteri P & K sendiri pada
Hari Pndidikan Nasional (Harpenas), 2 Mei 1976: "Belum pernah
terjadi dalam sejarah pendidikan, bahwa sebuah negara mampu
mendirikan 10 ribu gedung SD dalam setahun, dan mengangkat 30
ribu orang guru untuk keperluan itu". Pidato Menteri, yang
ternyata kemudian diucapkan secara berantai oleh para pejabat
daerah dalam memperingati hari tersebut masih menyebutkan
kegiatan lain seperti penataran guru secara besar-besaran,
penyediaan buku pelajaran dan alat-alat pendidikan serta
penyediaan alat pengangkutan supervisi sampai ke semua
kecamatan, sebagai usaha dan hasil-hasil yang memberikan bukti
nyata: "bahwa kita sekarang sudah mampu menyelesaikan
tugas-tugas yang besar dan berat". "Proyek SD Inpres membuka
mata dunia bahwa Indonesia mempunyai kemampuan yang luar biasa
dalam pendidikan", ujar Sjarif Thajeb lagi. Memang hebat.
Instruksi Presiden (Inpres) mengenai Program Bantuan Pembangunan
SD yang selama ini sudah dituagkan lewat empat buah Inpres itu
(pertama No.10/ 1973, kedua No.6/1974, ketiga No.6/1975, keempat
No.3/1976), memang merupakan suatu usaha pemerintah untuk
mempercepat perataan kesempatan belajar di SD, khususnya bagi
anak berumur 7--12 tahun. Karena menurut pernitungn pada tahun
1973,dari 20,7juta anak usia 7-12 tahun hanya terdapat 13,6 juta
anak murid di SD. Itu pun anak yang berusia 7-12 tahun cuma 11,
juta orang. Berarti anak usia sekian yang tertampung di sekolah
hanya separoh ]ebih sedikit (57O). Nah, dengan Inpres itu pada
akhir Pelita II nanti (tahun 1979), jumlah murid SD dari yang
diperkirakan akan meningkat menjadi 20,9 juta, 19,6 juta di
antaranya adalah murid-murid dengan usia 7--12 tahun (85
prosen). Target ini oleh pemerintah kemudian dijadikan kriteria
keberhasilan dari program yang selain menambah jumlah gedung SD,
juga dilengkapi dengan penambahan puluhan ribu guru, buku-buku
pelajaran pokok, buku-buku bacaan, dan alat-alat kegiatan
supervisi.
Di atas kertas target yang hendak dikejar pemerintah itu
nampaknya tidak mustahil bisa dicapai. Sebab dengan Inpres yang
sudah dikeluarkan sebanyak empat kali itu (dibangun secara
bertahap, tiga.lokal pertarna kemudian ditambah tiga lokal
berikutnya: dua Inpres pertama berjumlah 6 ribu buah, dua Inpres
terakhir berjumlah 10 ribu), jumlah gedung SD nanti akan
bertambah dengan 16 ribu buah. Di dalamnya diperkirakan bisa
tertampung murid sebanyak hampir 8 juta orang. Sementara daya
tampung SD bukan Inpres diperkirakan masih tetap sebesar 13,5
juta lebih. Artinya, jumlah 21 juta yang ditargetkan pemerintah
pada akhir Pelita II nanti bisa dicapai. Tentu saja SD-SD Inpres
yang diharapkan bisa menampung jumlah murid sekian itu, setelah
memanfaatkannya dilakukan secara intensif.
Maksudnya begini. Tiga lokal yang dibangun tahap pertama tadi,
disediakan hanya untuk murid-murid kelas satu saja. Kemudian
setelah bangunan ditambah dengan tiga lokal berikutnya. SD
Inpres yang setiap lokalnya memiliki 40 orang murid - dengan
perkiraan angka putus-sekolah sebesar 8 prosen setiap tahunnya-
akan dibuka pagi hari dan sore hari. Itu pun sekolah pagi
dipakai secara bergilir: tiga ruangan bergantian kelas satu dan
kelas dua. tiga ruangan lainnya untuk kelas tiga. Sementara
sekolah sore, dua ruangan Untuk kelas empat, dua ruangan untuk
kelas lima dan dua lagi untuk kelas enam. Sehingga dengan cara
serupa itu,sebuah SD Inpres yang dipergunakan secara penuh akan
memiliki murid kelas satu sampai kelas enam sebanyak 15 kelas
dengan jumlah murid seluruhnya sekitar 480 sampai 500 orang.
Luar biasa.
Sudah pasti menangani proyek besar yang dibanggakan pemerintah
itu, akan mengundang banyak kerepotan, besar maupun kecil. Dari
laporan Team Pembina umum Program Bantuan Pembangunan SD itu
nampak banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan pada dua Inpres
pertama. Dalam hal pembangunan gedung misalnya. Bukan hanya
tidak sesuai dengan disain gedung yang sudah direncanakan
(seperti dinding penyekat antara kelas tidak sampai
langit-langit sehingga kegaduhan di kelas yang satu terdengar ke
kelas-kelas yang lainnya, dan dinding tembok pembatas wc juga
tidak sampai ke langit-langit, sehingga bau menyebar ke dalam
kelas). Penyimpangan terjadi juga terhadap lokasi bangunan tahap
kedua dan penyimpangan terhadap pemakaian gedung. Banyak lokasi
gedung sekolah tahap kedua (tiga lokal tambahan) tidak menjadi
satu dengan lokasi gedung tahap pertama yang terdiri dari tiga
lokal juga. Alasannya, karena penduduk jarang sehingga
pembangunan sekolah dengan enam lokal dianggap kebanyakan.
Sementara pemakaian gedung tahap pertama yang ketiga lokalnya
mestinya disediakan buat anak-anak kelas satu, digunakan untuk
murid kelas-kelas di atasnya. Alasannya, juga karena penduduk di
daerah lokasi sekolah itu jarang, sehingga murid-murid kelas
satunya tidak cukup sampai tiga kelas. Bahkan ada juga SD Inpres
yang dipergunakan sebagai pengganti gedung SD yang sudah rusak,
sebagai tempat penampungan murid-muridnya. Dan di kota-kota yang
berpenduduk padat, SD Inpres dipergunakan juga untuk menampung
murid-murid dari SD-SD yang sudah ada. Penyimpangan-penyimpangan
itu masih ditambah lagi dengan hambatan berupa penunjukan
pemborong yang tidak tepat, yang mengakibatkan banyak di
antaranya yang tidak meneruskan pekerjaannya dan lari.
Sudah tentu selain penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam
pembangunan gedung, terjadi juga penyimpangan misalnya pada
penyediaan buku-buku pelajaran, buku-buku bacaan dan sebagainya.
Tapi yang jelas kerepotan menangani proyek itu termasuk juga
usaha pengadaan guru-guru yang cukup memeras keringat. Karena
bisa dibayangkan untuk keperluan 16 ribu SD Inpres (yang berarti
96 ribu lokal) akan diperlukan tenaga pengajar yang tidak
sedikit.Beberapa propinsi memiliki tenaga lulusan SPG yang bisa
memenuhi kebuuhan guru pada SD-SD Inpresnya. Tapi tidak sedikit
juga daerah yang terpaksa harus mendatangkannya dari daerah
lain. Ini pun ternyata menimbulkan soal Karena itu tidak kurang
Menteri P & K sendiri berpendapat: "Kita tak boleh takabur".
Sebab bukan hanya lebih mending tidak omong besar dan bangga
berlebihan. Yang penting, "kita harus bekerja keras dan
melaksanakan rencana yang sudah ditetapkan", ujar Sjarif Thajeb.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini