Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Maruarar Sirait ingin Iuran Tapera Bersifat Sukarela, Bukan Wajib

Maruarar mengatakan, iuran Tapera juga harus bisa dipercaya dan bermanfaat

7 Januari 2025 | 20.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait (kiri) bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Rachmat Pambudy, memberikan keterangan setelah mengikuti rapat terbatas dengan Presiden RI Prabowo Subianto, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 7 Januari 2025. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -- Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengatakan iuran Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera harus bersifat sukarela. Ia mengatakan sudah menyampaikan hal tersebut ke Presiden Prabowo Subianto. “Saya sudah laporkan juga tadi. Tabungan itu kan harusnya bersifat sukarela,” kata Maruarar setelah rapat dengan Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 7 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ara, panggilan akrab Maruarar, mengatakan iuran Tapera juga harus bisa dipercaya dan bermanfaat. Menurut Ara, hingga saat ini dirinya sudah melihat manfaat adanya iuran Tapera. Ia mengklaim sudah ada 30 ribu sampai 35 ribu orang yang disalurkan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan pemberlakuan kebijakan pemotongan gaji sebesar 3 persen untuk mendukung program Tapera. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Peraturan tersebut  diteken Jokowi pada 20 Mei 2024. Iuran Tapera akan berlaku paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP tersebut atau pada 2027.

Untuk mengubah iuran Tapera menjadi sukarela, Ara menjelaskan masih menunggu gugatan terhadap Undang-Undang Tapera yang hingga kini masih berproses di Mahkamah Konstitusi. Saat ini ada tiga permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Tapera di Mahkamah Konstitusi. Tiga perkara tersebut antara lain Perkara Nomor 86/PUU-XXII/2024, Perkara Nomor 96/PUU-XXII/2024, dan Perkara Nomor 134/PUU-XXII/2024.

Para pemohon uji materi mendalilkan kewajiban Tapera menguras pendapatan masyarakat rendah, sedangkan biaya hidup semakin tinggi dan ditambah pula adanya potongan upah untuk BPJS dan biaya lainnya. Dalil lainnya, gaji pekerja yang tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup layak, namun diharuskan membayar iuran jaminan sosial yang cukup besar termasuk Tapera, sehingga program Tapera ini tumpang tindih dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Pemohon juga menyebut kewajiban menjadi anggota Tapera bertentangan dengan konstitusi. Sebab, ketentuan tersebut bersifat wajib atau memaksa seolah-olah seperti pajak, serta bukan juga termasuk dalam pungutan lain yang bersifat memaksa untuk diikuti setiap pekerja masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) maupun non-MBR.

Pemerintah memberikan tenggat waktu dalam pelaksanaannya. Merujuk Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020, pemberi kerja untuk pekerja wajib mendaftarkan pekerjanya kepada BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP tersebut. Pemotongan Tapera berlaku paling lambat pada 2027 karena Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 telah disahkan Jokowi pada 20 Mei 2020. Potongan gaji ini akan dilakukan pada tanggal 10 setiap bulannya, seiring dengan pengumuman resmi pemberlakuan kebijakan tersebut.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus