AULIA Rachman, 36 tahun, akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Tapi seusai pengumuman
susunan pengurus baru KNPI, para pesera kongres dengan gegap
gempita memekikkan "Hidup Akbar" berkali-kali. Akbar Tanjung,
bekas. ketua umum, bahkan disambut peserta dengan mengangkatnya
tinggi-tinggi dan mengaraknya berkeliling ruangan.
Luapan mengelu-elukan Akbar Tanjung pada akhir Kongres
PemudalNPI yang berlangsung 28 Oktober - XtNovember di Balai
Sidang, Jakarta, itu agaknya merupakan pencerminan
ketidakpuasan. Mereka rupanya memprotes "pengaturan" yang
dipesankan sebelum bertolak ke Jakarta. Isinya: agar kongres
memilih Aulia Rachman sebagai ketua umum dan Theo Sambuaga
menjadi sekretaris jenderal.
Wejangan 'Sesepuh'
Akbar sendirimasih sempat berkampanye untuk meraih kembali
kursi pucuk pimpinan KNPI. "Di atas kertas, Akbar masih
mempunyai dukungan 16 daerah," kata salah seorang pimpinan KNPI
yang cukup lama bekerjasama dengan bekas ketua umum HMI itu.
Akbar kabarnya-mengajak pendukungnya beramai-ramai menghadiri
kongres hingga jumlah peserta kongres menggelembung menjadi
1.600 orang dari rencana panitia semula sebanyak 1.300 orang.
Akibatnya kongres berjalan cukup ramai.
Puncak perdebatan terjadi pada waktu pembentukan formatur yang
ditugaskan menyusun pimpinan. Pada sidang pleno menjelang tengah
malam 3 November lalu delegasi Ja-Tim yang mendukung Akbar, di
bawah Ketua DPDKNPI dr. Haedy Nardyanto, memprotes dan
meninggalkan ruangan Namun setelah berunding sebentar, Ja-Tim
mencabut untuk walk out. Forrnatur tersusun, diketuai Suryadi
dan Akbar Tanjung, dengan anggota dari Aceh, Ja-Teng, Kal-Sel,
Sum-Ut dan Ir-Ja.
Sebelum kongres dimulai para "sesepuh" KNPI sebenarnya sudah
memberi wejangan. Dalam pertemuan antara pimpinan KNPI dengan
Menpen Ali Moertopo pada 24 Oktober di Deppen, Menmud Abdul
Gafur kabarnya menjagokan Aulia dan Theo. Golkar--di tengah
kesibukan rapimnya -- 30 Oktober lalu juga menyetujui tampilnya
kedua tokoh muda itu.
Namun formatur ternyata tidak gampang menyelesaikan tugasnya.
Dalam pertemuan di Hotel Orchid Palace, Jakarta, mereka
memerlukan waktu hampir 10 jam untuk merampungkan tugasnya.
"Terlalu banyak calon yang masuk," kata Suryadi, ketua formatur,
anggota DPR dari F-PDI yang pernah menjabat ketua umum GMNI.
Sebelumnya mereka diminta menyusun komposisi pengurus: 17 ketua,
8 sekjen dan wakilnya, 4 bendahara dan wakil ditambah 5 anggota.
Karena banjir nama calon, formatur terpaksa mengubah angka
keramat 17-84-5 menjadi 17-8-4-28 (angka kelahiran Sumpah
Pemuda).
"Sebenarnya masih banyak yang mencalonkan Akbar," kata Suryadi.
"Tapi dalam rapat formatur, ternyata Akbar menyatakan tidak
bersedia," tambahnya. Begitu Aulia dinyatakan terpilih, kedua
pimpinan KNPI yang lama dan baru itu berpelukan dan melambaikan
tangan pada para peserta.
Tidak Populer
Aulia Rachman mengakui namanya tidak harum pada awal masa
jabatannya. "Saya naik dengan tidak populer. Tapi akan saya
buktikan nanti," katanya pada TEMPO. Sehari setelah pemilihan,
ia tidak langsung masuk kantornya di Kuningan, Jakarta. Bersama
istrinya, Purwati Subositi -- putri Mangkunegaran Solo--ia ikut
acara pembubaran panitia perkawinan putra ketiga Presiden
Soeharto di TMII. Hari pertamanya di kantor, 7 November, adalah
pertemuan de: ngan para pimpinan baru untuk membicarakan utang
kongres.
Di benak Aulia, yang juga anggota DPR dari F-KP, telah tergambar
rencana buat KNPI. "Saya orang lapangan. Jadi nanti sebagian
besar masalah akan saya selesaikan di daerah," katanya. "Pak
Jusuf, Menhankam, juga bisa populer karena banyak ke daerah,"
tambahnya. Menurut dia, hanya sekitar 25% masalah yang akan
diselesaikan di meja pimpinan kantor pusat.
Aulia gampang dikenal karena potongan tubuhnya yang kekar dan
berisi. "Banyak orang menjuluki saya tukang pukul. Mungkin
karena saya jago karate," kata pemegang Dan I dan bekas juara
karate antar-universitas se-Indonesia pada 1968 itu. Pada awal
Orba, bekas mahasiswa FH-UI itu sering tampak "mengawal" para
tokoh mahasiswa waktu itu seperti A. Gafur, David Napitupulu dan
Fahmi Idris. Tahun 1970, UI-panggilan akrabnya--pernah menjabat
Sekjen DM-UI dan Sekjen DM se-Asia Tenggara.
"Sekarang KNPI harus bisa menunjukkan prestasi," kata Aulia yang
mengaku belum pernah masuk ormas mahasiswa itu. Prestasi yang
diincarnya ialah menangani masalah putus sekolah, lapangan
kerja, pendidikan ketrampilan dan pemuda di desa. Ia berniat
mengadakan Musyawarah Daerah (Musda) tingkat 11 mulai Desember
mendatang. "Musda diadakan cepat-cepat bukan untuk balas dendam
guna menyingkirkan yang tidak setuju dengan saya," katanya.
Theo Sambuaga, 32 tahun, menantu Ketua DPP Golkar Sukardi yang
masuk KNPI pada 1978 setuju dengan gagasan Aulia. "Bagi saya,
yang terpenting adalah kaderisasi di segala bidang," kata bekas
Wakil Bendahara GMNI 1976 itu pada TEMPO. Di samping mencari
popularitas di pedesaan, Theo--yang sebagai Wakil Ketua Umum
DM-UI zaman Hariman Siregar pernah ditahan 22 bulan akibat
peristiwa 15 Januari 1974 itu -- juga menganggap perlu mendekati
kelompok kecil yang vokal, yaitu kampus dan organisasi pemuda
lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini