Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bara NU dari Batu Ceper

Pencalonan kembali Gus Dur selaku RI-1 diusik di pertemuan Batu Ceper. Sekadar mendongkrak posisi tawar?

26 Oktober 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAHDLATUL Ulama bisa guyub rukun dan utuh kalau menyangkut Ayat Kursi, tetapi pecah saat berebut kursi. Pemeo klasik barusan sepertinya masih relevan untuk menggambarkan pola hubungan para kiai dengan Partai Kebangkitan Bangsa sekarang ini. Penundaan reposisi Saifullah Yusuf sebagai sekretaris jenderal ternyata tak memadamkan bara konflik antara para kiai dan Ketua Dewan Syuro PKB, K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Yang antireposisi terus bergerilya menyatukan sikap dan posisi. Kamis pekan lalu, mereka bertemu di Pesantren Asshiddiqiyah, Batu Ceper, Tangerang, Banten. Pesertanya meliputi seluruh Jawa. "Pertemuan Seribu Kiai", menurut Panitia. Para kiai khos yang hadir termasuk K.H. Idris Marzuki (Lirboyo, Kediri), Achmad Mas Subadar (Pasuruan), Muchit Muzadi (Jember), R. Muhaiminan Gunardo (Magelang), K.H. Agus Aly Mashuri (Sidoarjo), Fawaid As'ad Syamsul Arifin (Situbondo), dan K.H. Muslim Rifai Imampuro alias Mbah Lim (Klaten). Dari struktur PKB dan PBNU tampak Wakil Ketua Dewan Syuro PKB Cholil Bisri (Rembang) dan Ahmad Bagja. Gus Dur dan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi tak tampak, karena tak jadi diundang—demi lebih netralnya pertemuan. "Saya berharap Gus Dur rawuh," kata Noer Iskandar Sq. Kalau Gus Dur hadir, tambahnya sambil terkekeh, "Kita khawatir fokus Anda ke Gus Dur. Yang lain nanti kalah perhatian." Pembahasan isu-isu besar pun ditetapkan: terorisme, pemberantasan korupsi, ancaman disintegrasi bangsa. Tapi itu hanya kemasan, kata sumber TEMPO. Yang sebenarnya hendak digalang adalah penolakan mereka atas pencalonan kembali Gus Dur sebagai presiden. Juga keinginan para kiai ikut menyusun daftar calon anggota legislatif. Penundaan reposisi Saifullah dianggap kemenangan mereka terhadap Gus Dur. Forum itu buat menaikkan posisi tawar, bisiknya. "Lihat saja para kiai yang hadir, yang selama ini dikenal memiliki ghirah (semangat) politik sangat tinggi." Penolakan atas Gus Dur dan kepemimpinan PKB kini, masih menurut si sumber, terkait dengan sejumlah konflik kepentingan dalam pengisian kepala daerah di Jawa Timur dan perebutan jabatan Ketua PKB di sana. Mereka merasa aspirasinya disumbat Gus Dur dan elite PKB lainnya. Maka jangan heran jika peserta dari Jawa Timur amat berapi-api saat membicarakan kepemimpinan nasional dan Pemilu 2004. Bahkan suasana sempat memanas ketika utusan dari Banyuwangi, Situbondo, dan Probolinggo mengecam PKB sebagai partai yang tak berguna dan tak bermanfaat optimal bagi mereka. "Meski PKB milik NU, kelompok pesantren masih juga ditinggalkan," kata satu ulama dari Probolinggo. Ujung-ujungnya, K.H. Mawardi Soleh dari Situbondo dan K.H. Mukharam (Banyuwangi) blak-blakan menuntut pertemuan itu mengkaji ulang pencalonan Gus Dur sebagai RI-1 ke-6. "Gus Dur secara fisik tidak memenuhi syarat," kata Mawardi lantang. Dia lantas mengingatkan agar para kiai khos tak seperti Harmoko, yang menipu Soeharto seolah bosnya itu masih didukung rakyat. Lalu agar kepada Gus Dur disampaikan dengan tegas bahwa kini tiada lagi dukungan masyarakat dan ulama bagi pencalonan kembalinya itu. Suasana pun gaduh. Ketua Wilayah NU Jawa Timur, K.H. Ali Maschan Moesa, pun cemas. Namun dia tetap yakin PKB tak akan benar-benar ditinggalkan. Sehingga kehadiran para pemburu jabatan presiden ke Jawa Timur belakangan ini tak cukup signifikan bagi warga NU untuk hijrah ke partai lain (lihat boks: Gerilya di Tapal Kuda). Akan halnya Gus Dur, ia seperti biasa menanggapinya dengan enteng. "Pertemuan ulama apa? Kiai siapa? Wong iku enom-enoman, gak enek apa-apane (Orang itu anak-anak muda, tidak ada apa-apanya)," katanya di Surabaya. Sebaliknya, Ketua Umum PKB Alwi Shihab menyatakan siap merespons permintaan dan arahan dari pertemuan itu. Khusus untuk penyusunan calon anggota legislatif, katanya, akan ditunjuk semacam penghubung antara PKB dan ulama NU. Ulama di daerah juga akan lebih diutamakan, agar PKB di daerah lebih kuat, dan lebih banyak warga NU menjadi bupati atau anggota legislatif. Namun, bagi Mahfud Md., yang dihubungi terpisah, itu semua harus tetap mengacu pada kualitas pribadi calon. Soal penghubung, Mahfud menyebut nama Sekjen PBNU Muhyidin Arubusman. "Dengan posisinya, beliau punya akses ke Pak Hasyim maupun Alwi," kata mantan menteri pertahanan itu. Sudrajat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus